Mohon tunggu...
Faiz Naufal Rafi Nasution
Faiz Naufal Rafi Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa/Universitas Nasional

Coba menuangkan apa-apa saja yang ada di kepala.

Selanjutnya

Tutup

Money

Dibalik Ambisi Donald Trump Ambil Alih Greenland

31 Juli 2025   18:09 Diperbarui: 31 Juli 2025   18:09 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin perpolitikan Greenland sendiri dimulai tahun 2008, melalui referendum, Greenland memperoleh otonomi yang lebih besar, termasuk kontrol atas sumber daya alam dan kebijakan luar negeri tertentu. Meskipun demikian, Denmark masih bertanggung jawab atas pertahanan dan kebijakan luar negeri Greenland. Walau begitu, Greenland saat ini memiliki otonomi pemerintahan yang dijalankan dengan sistem parlementer, di mana perdana menteri bertindak sebagai kepala pemerintahan.

Sumber Daya Alam Greenland

Gambar Perumahan Penduduk Greenland 
Gambar Perumahan Penduduk Greenland 
Sumber daya alam di Greenland dapat dikatakan melimpah. Boleh jadi ini yang alasan pendukung Amerika untuk mendapatkan Greenland. Dengan tanah area seluas 2.166.086 kilometer persegi, Greenland memiliki kekayaan sumber daya alam yang signifikan, termasuk mineral berharga seperti seng, timah, emas, bijih besi, dan elemen tanah jarang. Selain itu, terdapat potensi minyak dan gas alam di wilayah tersebut. Contoh saja di Kvanefjeld. Kvanefjeld merupakan rumah bagi salah satu deposit unsur tanah jarang terbesar di dunia yang belum dikembangkan di luar China. Tujuh belas unsur, termasuk skandium dan yttrium, terkubur jauh di bawah tanah di sana. Mereka digunakan dalam segala hal mulai dari telepon seluler, urbin angin hingga mobil listrik. Sumber daya alam yang dimiliki Greenland saat ini akan menjadi keuntungan finansial yang besar bagi Amerika Serikat jika mereka berhasil mengambil alih Greenland, hal ini juga dapat menjadi modal bagi Negeri Paman Sam dalam perang dagang dengan China.

Greenland sebagai Jalur Perdagangan Terbaru

Pemanasan Global yang terus terjadi di sepanjang tahun telah membuat Greenland kehilangan esnya. Bahkan dalam musim dingin, lautan di sekitar Greenland sudah tidak membeku seperti biasanya. Sejak tahun 1992, Greenland telah kehilangan sekitar 182 miliar ton (169 miliar metrik ton) es setiap tahun, dengan kerugian mencapai 489 miliar ton per tahun (444 miliar metrik ton) pada tahun 2019. Lebih lanjut, menurut Andreas Ahlstrm, seorang ahli Glasiologis di GEUS (Geological Survey of Denmark and Greenland) mengatakan "Kami menghitung bahwa jumlah tersebut setara dengan 2,5 juta liter per detik sepanjang tahun, siang dan malam," yang jika dihitung akan setara dengan 150 juta liter per menit, 9.000 juta (9 miliar) liter per jam, dan 216.000 juta (216 miliar) per hari.

 

Gambar Rute Jalur Perdagangan Dunia (Sumber: Arctic Council)
Gambar Rute Jalur Perdagangan Dunia (Sumber: Arctic Council)

Tak hanya Greenland, lautan Artik yang tadinya beku sepanjang musim dingin juga tidak demikian. Mencairnya es yang ada di sekitar Greenland dan laut Artik telah membuka mata Amerika Serikat. Alih-alih sekadar sumber daya alam, mencairnya es-es yang ada di Greenland memberikan pengaruh bagi Trump untuk tetap bisa mengambil alih Greenland. Faktor Geopolitik Greenland. Setelah mencairnya es yang ada di Greenland, serta letaknya yang diapit oleh Samudra Atlantik Utara dan Arktik memungkinkan kesempatan pada kapal-kapal pengangkut barang perdagangan international untuk menghemat waktu perjalan dari satu negara ke negara lainnya atau dari satu Benua ke Benua lainnya lewat Lintasan Barat Laut, di sepanjang garis pantai utara Amerika Utara, dan Rute Laut Transpolar, melalui pusat Samudra Arktik. Saat es laut Arktik mencair, rute-rute ini dapat mengurangi waktu pengiriman dan melewati titik-titik sempit tradisional seperti Terusan Suez dan Panama.

Greenland memiliki potensi strategis untuk memengaruhi hasil persaingan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Tiongkok telah menunjukkan ketertarikannya pada kekayaan mineral Greenland serta perannya dalam mengendalikan jalur perdagangan di wilayah Arktik. Pada tahun 2018, Dewan Informasi Negara Republik Rakyat Tiongkok merilis buku China's Arctic Policy, yang menguraikan strategi Arktik mereka, termasuk rencana membangun "Jalur Sutra Kutub" sebagai bagian dari proyek infrastruktur global. Namun, upaya tersebut gagal akibat tekanan dari Amerika Serikat. Selain itu, AS juga berhasil menggagalkan rencana Tiongkok untuk membangun bandara baru dan mengubah pangkalan militer Denmark yang terbengkalai menjadi fasilitas penelitian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun