Mohon tunggu...
Faiz amrullah
Faiz amrullah Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Ponorogo

Bermanfaat bagi banyak orang dengan menyalurkan karya karya

Selanjutnya

Tutup

Diary

Anak Kecil di Balik Tubuh Dewasa

4 Juli 2025   14:03 Diperbarui: 4 Juli 2025   14:03 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sering aku bertanya pada diriku sendiri, "Sudah menginjak usia berapa aku ini? Mengapa dengan usia yang sekarang, aku masih terlihat kekanak-kanakan?" Entah dari sisi sifat, emosi, ataupun cara berpikir, aku merasa belum cukup matang. Beberapa masalah datang silih berganti, terasa berat dan menyulitkan. Kadang aku mengeluh, merasa tidak kuat, merasa tidak cukup siap. Tapi aku percaya, semuanya akan berlalu. Sebesar apa pun badai di lautan, ia akan mereda pada waktunya.

Mungkin dari banyaknya masalah itulah, kedewasaanku perlahan diasah --- seperti mengasah pisau yang awalnya tumpul. Tapi, di berbagai sisi, aku sadar bahwa sikap dan pikiranku masih belum stabil. Emosi sering meledak tanpa alasan, keinginan kerap berubah-ubah, dan fokus pun mudah goyah.

Anehnya, ketika berhadapan dengan keluarga, terutama adiku, aku seperti mengenakan "topeng kedewasaan". Di depan mereka, aku harus terlihat tenang, bisa memberi nasihat, terlihat bijak seolah paham akan segala hal. Padahal, dalam diam aku juga sering bimbang. Aku sering menyampaikan saran atau pembahasan panjang lebar --- tapi sebenarnya aku sendiri belum sepenuhnya bisa menerapkannya. Bahkan untuk berdiri di atas kaki sendiri saja, aku masih sering goyah.

Jujur, aku masih sangat bergantung pada orang tua. Di usia sekarang, seharusnya aku sudah bisa mengambil keputusan dengan penuh tanggung jawab, memahami risiko dari setiap pilihan. Tapi nyatanya, untuk hal-hal kecil pun, aku masih bertanya pada mereka. Padahal banyak orang bilang, kedewasaan adalah tentang berani mengambil keputusan, bertanggung jawab atas akibatnya, dan belajar berdiri sendiri.

Namun, aku mulai sadar, bahwa kedewasaan bukan soal berubah 100% dalam semalam. Tidak ada proses yang instan. Aku sedang belajar. Mungkin pelan. Tapi aku berjalan. Hari demi hari, cukup menjadi 1% lebih baik dari kemarin. Tidak apa-apa jika masih sering bingung, masih suka menangis, masih banyak keluhan. Itu bukan tanda lemah --- justru itulah bagian dari proses menjadi kuat.

Dan lagi, siapa bilang orang yang sudah menjadi orang tua pasti sudah dewasa? Tidak semua. Kedewasaan sejati bukan dilihat dari usia, dari banyaknya uban di kepala, atau dari status dalam keluarga. Kedewasaan itu tentang bagaimana seseorang menghadapi masalah, mengelola emosi, dan menjalin komunikasi yang sehat. Banyak pernikahan hancur bukan karena kurang cinta, tapi karena kurang dewasa. Emosi tak terkontrol, penyelesaian masalah yang buruk, hingga komunikasi yang kacau menjadi penyebab utama.

Kedewasaan adalah perjalanan panjang. Bukan gelar, tapi proses. Dan aku... sedang berada di dalamnya, bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang terus tumbuh. Aku sedang tumbuh. Sedikit demi sedikit, satu hari, satu pelajaran, satu luka, satu harapan.

Jika hari ini aku masih terlihat kekanak-kanakan, semoga esok aku jadi pribadi yang lebih bijak. Tidak harus hebat, cukup jadi versi terbaikku, satu persen lebih baik dari kemarin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun