Tanpa angin asin, tanpa hujan cacing, tiba-tiba saja Marjikun berkata, "Tak ada jaminan kau tidak akan terluka, pun dengan menaruh kepercayaan kepada orang baik."
"Maksudnya?" Lamjalid keder.
"Kira-kira itulah kenaifan dari orang buruk."
"Apa sih, Kun?" Lamjalid masih keder.
"Orang buruk menaruh kepercayaan kepada orang baik karena merasa dirinya buruk, dan orang baik memang pantas mendapatkan kepercayaan, yang bagi orang buruk sendiri itu hal yang amat sulit diberikan ke orang lain--setidaknya begitu yg3 ia pikirkan. Maka ketika kepercayaan itu hancur, bentuknya seperti tubuh dengan lubang hitam besar di dada." Marjikun menyulut klobotnya. "Hal ini membuat orang buruk merasa ia memang layak mendapatkan kekecewaan tersebut, sekaligus membuatnya merasa tak pantas bersinggungan dengan orang baik," lanjutnya.
"Lalu?" Lamjalid bisa santai. Melihat langit biru dan mengepulkan asap klobotnya seperti penikmat cerutu di Kuba sonoh.
"Apakah kamu bisa merasakan apa yang dialami orang buruk tersebut, Lid?"
"Tidak semua orang sepertimu, Kun, yang mudah peka dan peduli dengan orang lain. Nyatanya, orang-orang tidak peduli dengan orang di sekitarnya. Meski sedang terpuruk sekali pun, meski kepalanya sedang dilahap kuda nil sekali pun, mereka tetap bergeming. Ditambah lagi yang mengalami adalah orang buruk. Wah, tinggal berteman akrab sama lalat hijau saja tuh." Lamjalid mencipta awan dari klobotnya, lalu melanjutkan, "Begini, Kun. Tindak baik orang buruk akan diragukan, dan tindak buruknya akan diwajarkan. Berbanding terbalik dengan orang baik. Tindak baiknya akan diwajarkan, dan tindak buruknya akan diragukan."
"Lalu?" Marjikun tidak santai. Tidak melihat langit biru, dan tidak mencipta awan dari klobotnya seperti penikmat cerutu di Kuba sonoh.
"Sialnya, orang buruk akan menjaga baik-baik tindak buruk orang baik yang dilakukan kepadanya."
"Makin runyam saja yeh jadi orang buruk."