Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

APBN yang Tidak Kredibel dan Tax Amnesty

10 Agustus 2016   22:01 Diperbarui: 11 Agustus 2016   07:39 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Thinkstock

Realisasi pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) sejauh ini masih seret. Sampai 8 Agustus 2016 Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan 1.442 surat pengampunan pajak (SPP) dengan harta yang dilaporkan senilai Rp 9,87 triliun atau Rp 6,84 miliar per SPP. Jika rata-rata itu kita gunakan untuk mencapai target Rp 165 triliun, maka jumlah yang melapor harus sekitar 24.123 wajib pajak. Jumlah SPP sekarang sekitar 6 persen. Dengan keterbatasan data, sulit memperkirakan apakah target penerimaan tambahan pajak sebesar Rp 165 triliun bakal tercapai. Jika nilai uamg tebusan dari pemohon pengampunan pajak mengikuti pola seperti sekarang yang didominasi oleh deklarasi dalam negeri (81,3 persen), tampaknya kita cenderung pesimis. Secara implisit pemerintah lebih mengharapkan wajib pajak kelas kakap dari deklarasi luar negeri dan repatriasi luar negeri yang masing-masing hanya 12,0 persen dan 6,7 persen.

Sementara itu, realisasi penerimaan pajak  sampai akhir Juli tercatat Rp 607 triliun, turun 2,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini cukup ganjil karena lazimnya penerimaan pajak tidak turun sepanjang pertumbuhan ekonomi masih positif dan terjadi inflasi. Dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasi 3 persen saja, secara alamiah penerimaan pajak setidaknya naik 8 persen. Penurunan penerimaan pajak tahun ini sangat boleh jadi karena pembayaran pajak tahun ini sudah ditarik akhir tahun lalu dan meningkatkan permohonan restitusi pajak.

Untuk mengurangi risiko, pemerintah menambah pemotopangn belanja menjadi 133,8 triliun. Apakah pemotongan itu membebaskan risiko fiskal? Agaknya tidak mengingat besarnya pemotongan tidaklah sangat progresif, hanya 6,4 persen dari belanja total

Tidak tertutup kemungkinan terjadi pemotongan tambahan jika realisasi penerimaan pajak tetap seret dan program pengampunan pajak tidak berjalan mulus.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun