Mohon tunggu...
Fairuzh FithriyahLabibah
Fairuzh FithriyahLabibah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa S1, jurusan Ilmu Komunikasi. Sebagai seorang mahasiswa, saya berantusias dalam mendapatkan wawasan baru, pengalaman baru, dan meningkatkan skill saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengupas Bale pada Museum Sri Baduga: Tempat Berkumpul yang Memuat Kehidupan Sosial

12 November 2023   09:46 Diperbarui: 12 November 2023   17:25 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Replika Bale di Museum Sri Baduga, Bandung (Foto: Fairuzh Fithriyah)

Pada zaman ini masyarakat lebih sering berkumpul di tempat-tempat seperti coffee shop dan di pusat perbelanjaan, namun siapa sangka bahwa terdapat sebuah bangunan yang sering digunakan masyarakat untuk berkumpul bersama sejak abad 19-20. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sebagai 'Bale Desa' atau dalam bahasa Sunda sendiri memiliki arti tempat berkumpulnya orang-orang untuk berbincang yang rata-rata diletakan di depan rumah bangsawan Cirebon guna menyambut tamu. 

Replika bangunan ini dapat ditemukan di salah satu museum yang berada di Bandung yaitu pada museum Sri Baduga yang terletak di Jalan BKR dan berada dekat dengan Taman Tagallega Bandung. Museum Sri Baduga sendiri merupakan museum yang menyimpan objek-objek peninggalan bersejarah dari Jawa Barat, seperti baju adat berupa busana pengantin sukapura, prasasti, arca hindu, biota laut, dan masih banyak lagi koleksi bersejarahnya. Masyarakat umum bisa mengunjungi museum ini hanya pada hari-hari tertentu yaitu pada hari Selasa sampai Minggu serta libur pada hari Senin dan ketika libur nasional. Untuk tarifnya sendiri ada di Rp. 3.000 untuk dewasa dan Rp. 2000 untuk anak-anak serta jam beroperasinya museum dimulai pada jam 08:00 - 16:00 (Senin - Jumat) dan 08:00 - 14:00 (Sabtu - Minggu).

Sebelumnya, mari kita mengulas sedikit tentang museum Sri Baduga. Museum ini berdiri sejak tahun 1974 dan kemudian diresmikan pada 5 Juli 1980 oleh Dr. Daoed Joesoef yang pada saat itu merupakan seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nama dari museum in sendiri diambil dari nama seorang raja di kerajaan Padjadjaran yaitu raja Sri Baduga Maharaja dan dibangunnya museum ini bertujuan untuk menyatukan kerajaan Sunda dan Galuh. Museum ini memiliki banyak unsur salah satunya etimologi atau ilmu yang mempelajari asal muasal sebuah kata. Terdapat 3 tingkat lantai dalam museum ini, setiap lantainya berisikan koleksi benda-benda bersejarah dan Bale menjadi salah satu koleksinya.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda dapat banyak ditemukan Bale di setiap desanya di Jawa Barat, dimana bangunan ini sering dipakai untuk masyarakat berkumpul. Bale juga dapat ditemukan di desa Astana, Cirebon Utara yang dinamakan 'Bale Padjadjaran'. Selain dijadikan sebagai tempat bermusyawarahnya masyarakat, tempat ini juga berfungsi sebagai tempat terbentuknya hubungan antara masyarakat desanya. Selain itu, Bale juga mempunyai bagian-bagian yang tentunya mempunyai fungsinya masing-masing.

Sumber ilustrasi: anishidayah.com/2016/11/desa-tenganan-pegringsingan-desa.html
Sumber ilustrasi: anishidayah.com/2016/11/desa-tenganan-pegringsingan-desa.html

Bentuk  bangunan Bale sendiri menyerupai rumah panggung dan berbentuk persegi atau persegi panjang dengan atap limas. Terhitung ada 4 ruangan di Bale yaitu terdapat ruangan besar yang disebut juga 'rohangan barimpun' atau ruangan tempat orang-orang berkumpul yang berisikan pemuka-pemuka penduduk desa. Selanjutnya ruangan 'Pangkeng' yang digunakan sebagai tempat kerja kepala desa, ruangan ini berada di masing masing kanan dan kiri bangunan, Ruangan yang berada di tengah keduanya merupakan lorong penghubung ruangan barimpun dengan ruang belakang atau 'Jobong'. Ruang Jobong sendiri digunakan sebagai ruang penyimpanan barang-barang keperluan Bale desa dalam melakukan suatu kegiatannya. Hal terakhir yang dimiliki Bale adalah adanya ruang terbuka, karena tidak adanya dinding yang menutupi setiap bangunannya, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat desa dalam melakukan kegiatan musyawarah dan menghindari panas ketika berada di dalam Bale.

Selain fungsi dari bangunannya, terkandung juga fungsi Bale dalam konteks budaya. Seperti halnya bahasa yang merupakan simbol yang digunakan untuk menciptakan sebuah makna, penggunaan bahasa ini dapat berupa tulisan hingga percakapan. Adanya Bale juga berperan dalam membantu masyarakat untuk dapat saling berkomunikasi dengan satu sama lainnya. Hingga saat ini musyawarah sudah menjadi suatu kebiasaan manusia dalam bersosialisasi, kebiasaan ini muncul menjadi sebuah budaya yang nantinya dijalankan secara turun temurun. Bale menjadi salah satu sarana untuk masyarakat desa berkomunikasi, namun tidak hanya menggunakan bangunan ini, masyarakat tetap dapat saling berkomunikasi melalui media digital seperti telepon group dan lainnya.

Namun adanya media digital di era ini masih belum seakurat ketika komunikasi yang berjalan dilakukan secara face to face. Bentuk komunikasi interpersonal maupun kelompok akan lebih jelas apabila dilakukan secara langsung dengan anggotanya, sehingga dapat meminimalisir tingkat kesalahpahaman  dalam komunikasi. Oleh sebab itu, Bale berfungsi sebagai salah satu sarana komunikasi yang dimiliki masyarakat untuk menjalin hubungan dan komunikasi  yang baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun