Mohon tunggu...
Faiq FadhlulahHakim
Faiq FadhlulahHakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pajak Karbon, Dinamika Perekonomian dan Pengendalian Lingkungan

11 Januari 2024   21:54 Diperbarui: 11 Januari 2024   22:10 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.pexels.com

"Kita semua menyadari bahwa perubahan iklim atau krisis iklim menjadi ancaman besar bagi kemanusiaan, ekonomi, sistem keuangan, dan cara hidup kita. Laju emisi gas rumah kaca juga terus meningkat secara eksponensial," Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Paris agreement atau perjanjian paris menjadi sebuah langkah baru bagi dunia internasional dalam mengatasi krisis iklim global yang semakin mengkhawatirkan. Presiden Joko Widodo yang diwakili oleh Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Dr. Siti Nurbaya menandatangani perjanjian paris tentang perubahan iklim yang berlangsung di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat pada tahun 2016 lalu.  

Partisipasi aktif dari berbagai negara termasuk Indonesia memberikan harapan baru demi kehidupan yang lebih baik. Keikutsertaan Indonesia dalam hal ini menandakan komitmen pemerintah untuk ikut andil dalam gerakan terkait iklim demi menjaga kelangsungan stabilitas lingkungan melalui aspek mitigasi maupun adaptasi. Indonesia telah menjadikan penangan perubahan iklim sebagai prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 -- 2024 yang disahkan dalam peraturan presiden No. 18 tahun 2020.

Perjanjian paris menjadi babak baru bagi kebijakan dan strategi pemerintah Indonesia dalam mengendalikan dan menekan tingginya tingkat emisi dan polusi yang menjadi salah satu penyebab krisis iklim global saat ini. Kesepakatan dalam perjanjian paris mewajibkan Indonesia untuk menerapkan kebijkan dalam menurunkan tingkat emisi yang telah disepakati. Pajak karbon menjadi salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah sebagai solusi atas masalah ini. Penerapannya saat ini masih terus dikaji dan terus diupayakan supaya memberikan dampak yang optimal dan efisien.

Pajak karbon pada dasarnya merupakan pungutan yang dikenakan atas emisi yang dihasilkan dalam penggunaan bahan bakar fosil sebagai salah satu penyebab efek rumah kaca seperti gas karbondioksida. Landasan hukum pengenaan pajak karbon di Indonesia dimuat dalam Undang Undang No. 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) dan peeaturan presiden No. 98 tahun 2021. Dalam ketentuan tersebut tarif paling rendah yang dikenakan adalah Rp. 30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

Pada awalnya pemerintah merencanakan pajak karbon untuk dapat diberlakukan pada April 2022, akan tetapi masih banyak pertimbangan dari segala aspek terkait kebijkan ini karena pemerintah perlu langkah strategis sehingga pemberlakuan pajak karbon tidak menjadi guncangan baru bagi dunia bisnis dan perekonomian. Menteri keuangan terus berupaya melakukan riset dan memantau situasi perkembangan ekonomi sehingga pajak karbon dapat berjalan dengan baik.

Beberapa negara didunia seperti Finlandia, Swedia, dan Jepang telah memberlakukan pajak karbon. Negara -- negara tersebut mengklaim adanya penurunan emisi dan penambahan pada penerimaan negara atas pemberlakuan pajak karbon tersebut.

Penerapan pajak karbon merupakan sebuah bentuk komitmen dan aksi terkait krisis iklim global. Pemerintah berupaya dalam mengendalikan dan mengubah perilaku masyarakat untuk dapat menggunakan bahan bakar dengan emisi yang lebih rendah atau beralih menggunakan teknologi yang ramah lingkungan seperti menggunakan kendaraan listrik.

Pemerintah tidak semata -- mata hanya melihat pajak karbon ini sebagai bagian potensi dari penerimaan negara melainkan lebih berfokus pada pengendalian lingkungan dengan menekan laju emisi yang diharapkan di tahun 2030 dapat menurun sebesar 29% dengan instrumen kebijakan dalam negeri dan 40% dengan bantuan kerja sama pihak luar. Target ini tentunya memerlukan arah kebijakan yang strategis. Demikian halnya pemasukan dari pajak karbon ini diharapkan dapat dialokasikan dengan optimal oleh pemerintah pada progam - program seperti reboisasi maupun subsidi untuk kendaraan listrik dan pengembangan sumber energi terbarukan.

Dari aspek perkonomian pengenaan pajak tambahan atas emisi yang dihasilkan akan menjadi beban atau biaya tambahan baru yang akan mempengaruhi perilaku produsen. Tingginya tarif pajak yang diberlakukan akan membuat produsen menyesuaikan tingkat harga dan output yang dihasilkan. Kedepannya mungkin saja pajak karbon justru melemahkan produktivitas ekonomi. Pemberlakuan pajak ini akan berdampak pada konsumen karena akan membuat daya beli masyarakat dan konsumsi turun imbas dari kenaikan harga atas tambahan biaya pajak karbon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun