Mohon tunggu...
Irfai Moeslim
Irfai Moeslim Mohon Tunggu... Penulis - Author

menulis adalah gaya hidup, menulis untuk mencetak sejarah, dengan menulis kita bisa merubah dunia. Menulislah maka kamu ada | Pemerhati Pendidikan, Sosial, Politik, Keagamaan |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Santri "Gila", "Gila" Santri

22 Oktober 2017   22:20 Diperbarui: 22 Oktober 2017   22:38 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata "gila" selalu dikonotasikan negatif. Namun pada artikel ini kata "gila" berkonotasi positif. Hari ini, tepatnya 22 Oktober, merupakan hari yang sangat istimewa bagi para santri. 

Bayangkan, yang dulu santri dianggap remeh dan terpinggirkan nasibnya, dan mungkin sebagian orang juga menyepelekan ketika disebut nama santri, kini yang bernama "santri" tiap tahun akan selalu disebut-sebut namanya. Bukan karena apa-apa, melainkan hanya karena para santri ingin mengingat selalu perjuangan para kiyai dan santri dalam memperjuangkan tanah air Indonesia. 

Kembali lagi ke tema judul ini, dengan judul tersebut, saya ingin kembali memancing ingatan saya tatkala di pesantren. Di pesantren, model santri banyak dan beragam, pokoknya benar-benar seperti miniatur masyarakat. Ada yang baik banget, ada baik aja, ada yang rajin banget, ada yang biasa saja.

 Tapi saya lebih cenderung melihat mereka para santri yang tidak biasa. Lah, coba bayangkan kemana-mana selalu bawa kitab, bisa juga bawa kitab saku yang isinya di dalamnya ada jurmiyah, nadzoman imrithi, nadzoman alfiyah, dan lainnya. Dan si kitab saku tersebut tidak pernah lepas dari tangannya. Santri tersebut selalu membuka kitab saku tersebut setiap hari, mungkin bisa jadi setiap saat. Tidak lain, karena mereka sedang menghafal untuk mengejar setoran, bisa menghafal jurmiyah, Imrithi, atau pun nadzom alfiyah. 

Ada lagi, santri yang setiap saat megang kitab, kerjaannya ya ngaji dan ngapsai (memaknai kitab). ngaji ke kiyai A, ngaji ke kiyai B. Apalagi saat masuk bulan Ramadhan, kegilaan dengan kitab akan semakin tak terbendung. 

Begitulah santri gila, gila bukan karena ketidakwarasan otak dan pikirannya, tapi gila akan ketidak mengertiannya, sehingga santri menjadi "gila", "gila" belajar, "gila" mengaji, "gila" menghafal, "gila" muthola'ah, "gila" lalaran, "gila" ngapsai, dan tergila-gila pada keilmuan. Sehingga tak lepas dari dirinya kitab, ilmu dan pulpen. 

Lain ceritanya dengan kata "gila" santri, Karena pada satu masyarakat, ada yang menginginkan bahwa kalau mengerjakan sesuatu harus seorang santri yang melakukannya. Seperti  pengen punya mantu, harus mantu yang santri, suruh ngimamin sholat harus santri, mimpin tahlil harus santri, ngurus jenazah harus santri, yang menjadi menteri harus santri, sampai-sampai presiden pun harus seorang santri. Beruntung lah jadi santri, karena nakalnya santri ketika masih di pesantren, tetap akan dianggap baik di masyarakat. 

Jagalah selalu kepercayaan masyarakat, karena masyarakat masih membutuhkan dan akan selalu membutuhkan santri, serta sangat percaya akan kemampuan seorang santri dalam memimpin dan membina masyarakat. Sehingga apa-apa mesti harus santri yang melakukan. 

Selamat hari santri nasional, jadilah santri yang mandiri, berdikari, teguh, disiplin, dan ikhlas selalu dalam menebar rahmat Allah di muka bumi, sebagai pengejewantahan Islam yang merahmati bagi seluruh alam. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun