Mohon tunggu...
Fahrul Rozi
Fahrul Rozi Mohon Tunggu... Penulis - Saya adalah seorang pembelajar yang ingin tahu banyak hal

Aku berkarya maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pemikiran Friedrich Nietzsche dan Michel Foucault

10 April 2020   15:46 Diperbarui: 10 April 2020   16:04 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Selamat siang, pagi, sore, dan malam kawan-kawanku yang berbahagia. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas filsafat yang dimana tema kita hari ini adalah pemikiran tentang dua tokoh besar yang saya dapat menyebutnya fenomenal.

Baik, kedua tokoh tersebut adalah Friedrich Nietzsche dan Michel Foucault. 

Pemikiran Friederich Nietzsche (1844-1900).

Kita mengetahui bahwasannya pada abad ke-19 lahir seorang filsuf hebat asal Jerman yang bernama Friedrich Nietzsche. Dia merupakan filsuf yang lahir dari keluarga yang religius. Bahkan ayahnya sendiri merupakan seorang pendeta. Artinya selama Nietzsche kecil, ia dididik dalam lingkungan yang cukup agamis. Bahkan kawan-kawan Nietzsche menyebut dirinya sebagai "pendeta cilik."

Pada usia 20 tahun, Nietzsche mulai merasakan suatu perubahan dalam dirinya. Dimana ia mulai kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan. Sehingga diusia tersebut ia melakukan apa yang kita kenal dengan free sex atau seks bebas bersama dengan teman-teman wanitanya. Agama yang dahulu menjadi tulang sumsum- nya, kini berubah menjadi musuh yang nyata baginya. 

Agama dimata Nietzsche adalah cara orang lemah untuk menutupi kekurangannya. Nietzsche sangat benci dengan orang yang mengatasnamakan Tuhan namun sebenarnya tujuan mereka bukan Tuhan, tapi materi belaka. Sehingga ia dengan slogannya yang terkenal berkata "Tuhan telah mati !" Hal tersebut tentunya hingga sekarang masih  menuai kontroversi. Namun dalam pernyataan tersebut kita harus mengakui bahwasannya Nietzsche mengatakan demikian karena dipengaruhi oleh lingkungan sosial di Jerman yang pada kala itu dihinggapi kemunafikan.

Pada masa itu, agama hanya alasan bagi seseorang untuk melindungi dirinya. Agama pada kala itu adalah semacam tameng. Sehingga kita dapat melihat adanya asbabun an-nujul jika Nietzsche berkata demikian. 

Dalam masalah cintanya, Nietzsche pernah ditolak oleh seorang gadis karena keadaannya yang rapuh dan neurotik. Sehingga karena penolakan itu akhirnya Nietzsche pergi ke suatu tempat yang merupakan dataran tinggi di Jerman. Ia disana dapat melihat lembah dibawahnya dan seraya bersyair. Syairnya itu menandakan jika dirinya telah benar-benar ingin pergi dari hidup materi dan menuju alam roh. Saat itu juga Nietzsche benci dengan perempuan maupun laki-laki. Ia memiliki ambisi terakhir yaitu berkeinginan untuk menjadi manusia unggul (ubermench). 

Apa yang disebut sebagai ubermench adalah merupakan cita-cita ideal sang filsuf eksistensialis ini. Ia mengatakan jika "alam ini sangat kejam terhadap produknya yang paling baik, namun alam sangat baik terhadap manusia yang biasa-biasa saja. " Kita mengetahui bahwa Nietzsche adalah orang yang sangat cerdas, hidupnya penuh dengan penderitaan. Sehingga alam adalah bak kertas yang terbuka dan dapat dibaca olehnya. 

Nietzsche mengajarkan kita kehendak untuk berkuasa. Bagaimana orang-orang yang beragama itu sebetulnya hanya memanfaatkan agama demi duduk di tampuk kekuasaan. Dapat dikatakan orang-orang pada masanya adalah segerombolan orang-orang munafik. Dengan demikian Nietzsche ingin bebas dari kungkungan dogma-dogma agama yang justru menghalanginya untuk bertindak bebas. 

Maka ia memiliki fundamen bernama "kebanggan", "semangat", dan "kehormatan." Ia benci pada altruisme. Ia lebih menyukai ego ketimbang hal tersebut. Karena ia sendiri mengritik sosialisme yang dimana ia mengatakan "sosialisme sebenarnya iri, ia ingin merampas apa yang kita miliki dan dikatakan 'milik bersama." Ia juga lebih menyukai kebanggan diri secara intelektual ketimbang kekayaan. Baginya kekayaan saja tak cukup untuk membuat manusia menjadi terhormat. 

Pemikiran Michel Foucault (1926-1984)

Dari Jerman kita ke Prancis, filsuf yang lahir dri Prancis ini adalah seorang filsuf yang sebenarnya kita dapat melihat jika pemikirannya memiliki corak strukturalisme, namun uniknya sang filsuf itu enggan untuk disebut sebagai seorang strukturalis. Foucault merupakan murid dari seorang Louis Althusser. 

Foucault sendiri mengamati jika adanya semacam hegemoni secara halus yang dilakukan oleh para penguasa. Sehingga dalam pemikirannya, ia menjelaskan jika kekuasaan sesungguhnya memproduksi pengetahuan. Foucault menegaskan jika kita harus berhenti untuk menjelaskan jika kuasa "menyensor", "merepresi", "menyembunyikan." Ia mengatakan jika kuasa justru memproduksi pengetahuan. Sehingga pengetahuan digunakan dalam relasi-relasi kuasa. Kita pun tahu (para pembaca yang budiman) jika Francis Bacon pernah mengatakan "knowledge is power." Sehingga dengan landasan itu Foucault juga mengatakan jika pengetahuan selalu bertujuan politis. Maka, adanya pemikiran Foucault tersebut, kita dapat melihat isu-isu kontemporer yang belakangan ini terjadi di bumi pertiwi Indonesia. 

Dengan adanya kedua tokoh tersebut, penulis dapat mengatakan jika Nietzsche mengajarkan kita untuk berkuasa, maka Foucault memberikan jalan dan langkah cara-cara untuk berkuasa. Sehingga dengan sintesa dua tokoh tersebut, maka kita akan memperoleh pengetahuan sempurna tentang kekuasaan.  

Fahrul Rozi, 2020

Salam anti kedunguan.

Referensi 

K. Bertens, Sejarah Filsafat Kontemporer Prancis (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), 2014. 

Zainal Abidin, Filsafat Manusia : Memahami Manusia Melalui Filsafat (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), 2006.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun