Mbah Gudel punya wawasan yang sangat luas tentang sejarah, khususnya sejarah Blitar. Banyak informasi baru yang ia sampaikan ke para peserta diskusi.
Bisa disebut, meski bukan akademisi bidang sejarah, Mbah Gudel adalah seorang Sejarahwan Informal. (Meminjam istilah Rosihan Anwar).
Mbah Gudel juga yang menemukan akronim BLITAR (Bumi Laya Ika Tantra Adi Raja), yang artinya kira-kira, kurang lebih, Tanah Agung Para Raja.
Itu tak terlepas karena Para Raja, khususnya sejak era Majapahit, Abunya didarmakan di wilayah Blitar. Termasuk Bung Karno, Proklamator dan pendiri Negara Indonesia.
Mbah Gudel juga yang menjelaskan pada saya arti Kelud dan Kawi yang sekarang jadi nama Gunung. Menurutnya, Kelud atau Kelod itu utara dan Kawi atau Kawitan itu timur.
Artinya, Mbah Gudel menyakinkan bahwa yang menamai Gunung Kelud dan Kawi itu adalah orang Blitar yang posisinya berada di selatan Gunung Kelud dan Baratnya Gunung Kawi.
Itu berarti, komunitas Wong Blitar lebih dulu ada dibanding Kediri dan Malang.
Nah, memang tidak semua sepakat dengan pendapat di atas, wajar saja. Semua memiliki argumentasi berdasar fakta, data atau rasionalitas yang ada.
Namun, saya kagum dengan dedikasi Mbah Gudel dalam mengkhidmati sejarah. Lewat Blitar Heritage Society (BHS) ia bersama, salah satunya, Ibu Indah Iriani, berupaya menggali sejarah Blitar dari temuan-temuan kuno.
Dari hasil penelusuran BHS, mereka membuat rekomendasi bahwa usia Blitar itu sudah lebih dari 1.000 tahun berdasar suatu Prasasti yang bernama Kinwu. Angka yang jauh lebih tua dari usia Kabupaten Blitar saat ini.