Mohon tunggu...
Asywida Fahmi
Asywida Fahmi Mohon Tunggu... Freelancer - Engineer Freelance

Orang bodoh yang biasa belajar agar terlihat lebih bodoh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Relevansi Elevasi

29 Juli 2022   21:03 Diperbarui: 29 Juli 2022   21:17 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tanpa terasa tanggal sudah menunjukkan 29 Juli 2022, hampir genap setahun saya bekerja di Jakarta. Terlepas dari kerlipan lampu ibukota dan hedonisme-nya, saya bersyukur bahwa disinilah rekor saya bekerja terlama di proyek dan perusahaan yang sama dalam karir saya. 

Menjenuhkan?? Ya, tentu saja, tapi dari sinilah saya berpenghasilan, sekejap mengingat kala varian delta melanda tahun lalu dan saya adalah salah satu korbannya. Semua terbayarkan setelah senior saya 'membatek' saya untuk keluar dari gua pengangguran. Ya, menyenangkan sekali saat nganggur, dekat dengan anak dan dekat dengan tetangga, terutama ocehannya.

Hal ini mengingatkan saya awal datang di Jakarta, memang bukan yang pertama kali saya bekerja di Jakarta, 7 tahun saya tidak menginjakkan kaki untuk beradu lutut dengan bangku di depan layar. Senior saya memperkenalkan saya sebagai bagian dari timnya. Saya yang mengangguk perlahan di depan Pak Pimpro seperti 'meme' Michael Scott yang berjaban tangan dengan bosnya dengan wajah 'cringe' karena telah dicap piawai dalam bidang plat bordes. 

Dalam hati bergumam bahwa saya sudah lama tidak main di plat bordes, apa jadinya jika saya lakoni peran ini?? malah menjadi beban atau lebih buruk, menjadi Feeder seperti kata penggiat esports MLBB. Namun apalah daya, saya butuh uang, bukan daun jati yang saya petik tiap hari setiap menganggur.

Ada ada saja kelakuan fatalis seperti saya, bilang bisa padahal belum terbiasa, masalah dan kasus nanti saja ceritanya. Alhasil, lancar juga. Minggu awal kerja masih seperti biasa, familiarisasi kode dan standar, tumpukan dokumen, telpon berdering setiap saat dari Pimpro untuk menanyakan progres pekerjaan. 

Namun, selang 3 bulan, Pimpro saya tersadar bahwa tempat saya bukan di divisi plat bordes. Beliau melihat saya lebih cocok di divisi talang air karena divisi tersebut sedang kekurangan pemain pengganti. Singkatnya senior saya tidak senang dengan keputusan tersebut. Padahal saya memang lebih sering berkecimpung di talang air ketimbang plat bordes.

Sialnya, kesenangan saya kembali ke habitat asal menjadi terusik karena ulah senior. Beliau merayu Pimpro saya agar saya kembali ke divisinya. saya sekarang yang tidak senang dengan keputusan itu. Beberapa kali saya mendapatkan 'bypass order' dari senior saya ketika di divisi talang air untuk membantu divisi plat bordes. 

Alasannya klasik, dia berada di lapangan sedangkan saya diminta untuk survey kapal niaga yang akan digunakan di proyek ini. Kami sempat berdebat lama karenanya. Beliau masih merasa bahwa saya adalah 'miliknya', sementara saya merasa keputusan Pimpro sudah mutlak. Saya membentaknya bahwa saya berhak menentukan di divisi mana saya akan bekerja, yang berujung membuatnya kecewa dan marah. Saya tak tega, tapi ini semua demi keselamatan karir. 

Selang waktu berjalan, seperti seharusnya, saya menikmati di divisi talang air. Bidang yang ramah dan akrab, dengan leader yang lebih berprikemanusiaan. Bagaimana tidak, dia rela pasang badan agar saya tidak kembali ke divisi yang dibela oleh senior saya. 

Layaknya insulasi yang melindungi agar panas tidak merambat keluar dari sistem pipa, eh talang air. Sejak itulah saya berpikir, tak hanya sepakbola gajah, proyek pun ada permainan passing untuk mempertahankan poin dan klasmen.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun