Di tengah arus modernisasi yang kerap melahirkan gaya hidup konsumtif, kepedulian terhadap lingkungan sering kali terpinggirkan. Isu sampah, khususnya, menjadi masalah akut yang tak hanya melanda kota-kota besar, tetapi juga merambah hingga ke pelosok negeri. Namun, siapa sangka, dari lingkungan yang sering dianggap tradisional, sebuah gerakan revolusioner muncul untuk menjawab tantangan ini: Gerakan Gen Z (Generasi Zerowaste) yang dipelopori oleh para santri di Pondok Pesantren Hamalatudzikra yang dipelopori oleh Hj Siti Qoriah, M.Pd selaku ketua LPBI NU Kabupaten Cirebon.
Gerakan ini bukan sekadar wacana. Gen Z adalah sebuah praktik nyata yang membuktikan bahwa pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam, memiliki peran strategis dalam menumbuhkan kesadaran lingkungan. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dan prinsip-prinsip keberlanjutan, para santri Hamalatudzikra telah menunjukkan bahwa menjaga alam adalah bagian tak terpisahkan dari ibadah.
Berawal dari Keprihatinan, Lahirlah Aksi Nyata
Semua berawal dari keprihatinan para santri dan pengurus pondok melihat tumpukan sampah yang terus menggunung. Sampah-sampah ini tidak hanya mengotori lingkungan, tetapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan. Dari situlah, tercetus ide untuk tidak hanya mengatasi masalah sampah, tetapi juga mengubahnya menjadi sesuatu yang bernilai.
Langkah pertama yang diambil adalah membangun greenhouse atau rumah kaca. Greenhouse ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat menanam sayuran, tetapi juga menjadi laboratorium hidup bagi para santri untuk belajar tentang ekosistem dan siklus alam. Di sini, mereka belajar bagaimana mengolah limbah organik dari sisa makanan atau dedaunan kering menjadi kompos yang subur. Kompos inilah yang kemudian digunakan untuk menyuburkan tanaman di dalam greenhouse, menciptakan siklus yang efisien dan minim limbah.
Tidak hanya mengolah limbah organik, para santri juga sigap mengelola sampah anorganik. Botol-botol plastik bekas disulap menjadi media tanam atau diolah menjadi ecobrick yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan konstruksi ringan. Kardus, kertas, dan sampah anorganik lainnya dipilah dengan cermat dan dikumpulkan untuk dijual, sehingga menghasilkan nilai ekonomis yang dapat digunakan kembali untuk operasional pondok.
Pendekatan holistik ini mengubah paradigma lama: sampah bukanlah masalah, melainkan sumber daya yang belum terolah. Melalui kegiatan-kegiatan ini, para santri tidak hanya belajar tentang pengelolaan sampah, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan terhadap lingkungan. Mereka menjadi agen perubahan yang peka terhadap lingkungan di sekitar mereka.
Gen Z: Integrasi Pendidikan dan Ekologi
Gerakan Gen Z di Pondok Pesantren Hamalatudzikra menunjukkan bahwa pendidikan tidak harus terpisah dari isu-isu kehidupan nyata. Kurikulum pesantren diintegrasikan dengan isu lingkungan, mengajarkan para santri bahwa menjaga alam adalah perintah agama. Dalam Islam, alam semesta adalah ciptaan Allah yang harus dijaga dan dilestarikan. Al-Qur'an dan hadis banyak mengajarkan tentang pentingnya tidak berbuat kerusakan di muka bumi.
Para santri tidak hanya diajarkan teori, tetapi juga praktik langsung. Mereka setiap hari terlibat dalam kegiatan memilah sampah, membuat kompos, atau merawat tanaman di greenhouse. Kebiasaan-kebiasaan ini menanamkan kesadaran kolektif bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, memiliki dampak besar. Gerakan ini juga menumbuhkan jiwa kewirausahaan di kalangan santri. Mereka belajar bagaimana sampah yang tadinya tidak berguna bisa diubah menjadi produk bernilai ekonomi, seperti kerajinan tangan dari plastik bekas atau produk pertanian dari greenhouse.