Mohon tunggu...
Fahd VladimirRahadian
Fahd VladimirRahadian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup segan, mati tak mau

Alon alon asal kelakon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Pancasila

30 November 2021   06:45 Diperbarui: 30 November 2021   06:49 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Yang ada hanyalah tindakan yang memicu peperangan antar umat beragama. Hal inilah yang kemudian memunculkan pemikiran pluralisme yang sering dipaparkan oleh Gus Dur kepada publik, agar publik bisa saling menghargai dan mewujudkan persatuan Indonesia. Penyimpangan terhadap sila ketiga yang saya paparkan ini hanya masih dalam lingkup agama, belum lagi dalam ruang lingkup suku, adat, budaya, politik dan lain sebagainya.
Mengenai penyimpangan terhadap sila keempat ini lebih banyak dilakukan oleh pejabat parlemen. Hal ini dapat dibuktikan ketika terjadi aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Ketika aksi ini dilakukan pemerintah banyak menyebar isu tentang anarkisme dan vandalisme. Hal itu dilakukan guna mempengaruhi publik untuk menghentikan aksi itu, agar UU Cipta Kerja yang isinya banyak merugikan rakyat kecil dan menguntungkan investor serta pejabat negara itu bisa disahkan dengan mulus. 

Tidak hanya itu, sejak pemerintah memberlakukan HPP pada tahun 2002, pemerintah tidak lagi melibatkan berbagai organisasi petani dalam menentukan harga penjualan hasil panen padi. 

Pemerintah hanya melibatkan Kementrian Pertanian, Kementrian Ekonomi, Kementrian Perdagangan, dan DPR untuk membentuk harga padi yang mana mereka semua jelas tidak bisa secara sepenuhnya mendengar aspirasi rakyat. Mereka masih termakan oleh ego masing-masing. Selain itu hal ini membuktikan bahwa pemerintah sudah tidak mau lagi untuk bermusyawarah dengan rakyatnya sendiri di tengah negeri yang katanya Demokrasi. Tindakan semacam ini sangat bertentangan dengan sila keempat dari Pancasila. Pemerintah yang seharusnya bisa memberikan contoh mengenai pengimplementasian Pancasila malah menjadi pelaku penyimpangan Pancasila itu sendiri.

Dan yang terakhir penyimpangan terhadap sila kelima dalam Pancasila. Lagi-lagi penyimpangan ini lebih banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah khusunya dalam lembaga eksekutif. 

Ketika ada dari keluarga polisi atau tentara yang melanggar aturan lalu lintas, dapat dipastikan bahwa mereka akan melewati proses hukum dengan sangat mudah, atau bahkan dari pihak keluarga tentara tidak terima ketika keluarga mereka ditilang polisi kemudian menimbulkan perkelahian antar tentara dan polisi seperti yang sedang viral akhir-akhir ini. ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia yang katanya negara hukum masih sangat jauh dari kata keadilan. Kemudian kita lihat para koruptor yang memakan uang negara sebanyak-banyaknya bisa mendapat hukuman seringan-ringannya dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. 

Seperti alasan menyesali perbuatan yang dilakukan oleh Pinangky, serta berbagai alasan konyol lainnya untuk meringankan hukuman koruptor seperti yang dialami Juliari batubara. Dan fenomena itu lebih konyol lagi ketika melihat koruptor yang berada di penjara Suka Miskin mendapatkan fasilitas yang lengkap seolah mereka hanya berpindah rumah saja. 

Tetapi kita lihat rakyat kecil yang mencuri ayam, sandal, sepeda motor butut untuk menyambung hidupnya harus mendapat pukulan-pukulan kemarahan masyarakat sebelum masuk penjara yang kumuh dan kotor. Belum lagi masih mendapat berbagai tindakan yang kejam dari aparat ketika mereka masih mendekam di jeruji besi.

Lengkap sudah penyimpangan terhadap Pancasila yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dari berbagai elemen yang ada. Pancasila bukan lagi pedoman dasar untuk berperilaku di dalam kehidupan di Indonesia. Pancasila hanya sebuah simbol yang terletak di dada burung garuda yang gunanya hanya sebagai pajangan dan hiasan di dalam rumah, sekolah, dan kantor. Tidak ada lagi pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan di Indonesia. Yang ada hanyalah egoisme untuk pedoman berperilaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun