Mohon tunggu...
Fahd VladimirRahadian
Fahd VladimirRahadian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup segan, mati tak mau

Alon alon asal kelakon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Pancasila

30 November 2021   06:45 Diperbarui: 30 November 2021   06:49 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana Implementasi Pancasila Hari Ini?

Ketika kita membicarakan Pancasila hari ini, bisa kita lihat realita menunjukkan bahwasanya realisasi Pancasila belum bisa mencapai presentase 50%. Sangat banyak sekali masyarakat Indonesia yang  melupakan setiap poin dari Pancasila dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. 

Padahal jelas sudah bahwasanya Pancasila adalah pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan bagi setiap individu masyarakat Indonesia, agar kita bisa berperilaku humanis serta berkehidupan yang harmonis. 

Tragisnya pejabat parlemen dan politisi adalah pelanggar Pancasila terbesar di dalam elemen warga negara. Hal ini dibuktikan dengan survei yang dilakukan oleh Henry Manampiring bahwa kekhawatiran publik terhadap sosial politik mencapai angka 76%. 

Hal itu meliputi hoax, diskriminasi suku & agama, dan bangkitnya kaum intoleran. Fakta menunjukkan bahwa banyak sekali kasus negara yang belum terselesaikan kemudian hilang secara diam-diam digantikan oleh isu baru yang dihangatkan oleh media, banyak politisi yang mendiskriminasi politisi lainnya, dan banyak pejabat serta politisi yang fanatik terhadap partai politik mereka masing-masing. Serta banyak lagi realita yang menunjukkan lemahnya implementasi Pancasila di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Di dalam pembahasan perilaku yang menyimpang dalam ruang sila pertama dapat kita lihat dari banyaknya masyarakat yang bertindak tidak sesuai dengan yang Tuhan mereka perintahkan. 

Tingginya angka kriminalitas membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang melanggar aturan yang telah dibuat oleh Tuhan mereka. Karena tidak ada Tuhan yang menyuruh hambanya untuk melakukan tindakan kriminal. Meskipun pemerintah memiliki kewajiban untuk menanggulangi tindakan kriminal ini, nyatanya pemerintah lebih fokus berbicara mengenai infrastruktur daripada keadilan dan kesejahteraan masyarakat, atau bahkan mereka juga terlibat dalam tindakan kriminal itu sendiri.

Kemudian dalam sila kedua bisa kita ketahui masih banyak orang yang tidak peduli terhadap kemanusiaan atau humanisme. Contohnya seperti kasus yang beberapa waktu lalu sempat menjadi trending, yaitu kasus Ilham seorang pelaku pelecahan seksual dengan cara meremas payudara perempuan. Ini adalah salah satu kasus dari ribuan kasus pelecehan seksual lainnya yang belum terangkat oleh media. 

Selain itu juga masih banyak tindakan masyarakat yang bertentangan dengan sila kedua seperti diskriminasi terhadap suku papua, diskriminasi terhadap perempuan, pencabulan serta berbagai tindakan yang tidak manusiawi lainnya.
Selanjutnya perilaku yang menyimpang dari sila ketiga diperlihatkan oleh fanatiknya golongan-golongan atau kelompok yang ada di dalam Islam. 

Banyak kelompok yang fanatik sehingga terus merasa bermusuhan dengan kelompok lainnya dan tidak bisa berperilaku toleransi kepada kelompok yang berbeda pendapat dengan mereka, sehingga sangat mustahil untuk mewujudkan persatuan Indonesia jika masih belum bisa menoleransi setiap yang berbeda dengan kita. 

Seharusnya setiap tokoh agama yang ada itu harus bisa menjadikan umat Islam sebagai saudara sesama Islam, karena Islam adalah agama dengan pemeluk mayoritas di Indonesia. Sehingga keberadaan mereka sangat berpengaruh besar bagi keberlangsungan hidup di Indonesia. Mirisnya tidak sedikit tokoh agama yang terlibat dalam perpecahan kelompok itu sendiri, sehingga semakin memperkeruh keadaan yang ada. Apabila terhadap yang sesama agam saja mereka tidak bisa untuk bersatu bagaimana dengan yang lain agama. 

Yang ada hanyalah tindakan yang memicu peperangan antar umat beragama. Hal inilah yang kemudian memunculkan pemikiran pluralisme yang sering dipaparkan oleh Gus Dur kepada publik, agar publik bisa saling menghargai dan mewujudkan persatuan Indonesia. Penyimpangan terhadap sila ketiga yang saya paparkan ini hanya masih dalam lingkup agama, belum lagi dalam ruang lingkup suku, adat, budaya, politik dan lain sebagainya.
Mengenai penyimpangan terhadap sila keempat ini lebih banyak dilakukan oleh pejabat parlemen. Hal ini dapat dibuktikan ketika terjadi aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Ketika aksi ini dilakukan pemerintah banyak menyebar isu tentang anarkisme dan vandalisme. Hal itu dilakukan guna mempengaruhi publik untuk menghentikan aksi itu, agar UU Cipta Kerja yang isinya banyak merugikan rakyat kecil dan menguntungkan investor serta pejabat negara itu bisa disahkan dengan mulus. 

Tidak hanya itu, sejak pemerintah memberlakukan HPP pada tahun 2002, pemerintah tidak lagi melibatkan berbagai organisasi petani dalam menentukan harga penjualan hasil panen padi. 

Pemerintah hanya melibatkan Kementrian Pertanian, Kementrian Ekonomi, Kementrian Perdagangan, dan DPR untuk membentuk harga padi yang mana mereka semua jelas tidak bisa secara sepenuhnya mendengar aspirasi rakyat. Mereka masih termakan oleh ego masing-masing. Selain itu hal ini membuktikan bahwa pemerintah sudah tidak mau lagi untuk bermusyawarah dengan rakyatnya sendiri di tengah negeri yang katanya Demokrasi. Tindakan semacam ini sangat bertentangan dengan sila keempat dari Pancasila. Pemerintah yang seharusnya bisa memberikan contoh mengenai pengimplementasian Pancasila malah menjadi pelaku penyimpangan Pancasila itu sendiri.

Dan yang terakhir penyimpangan terhadap sila kelima dalam Pancasila. Lagi-lagi penyimpangan ini lebih banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah khusunya dalam lembaga eksekutif. 

Ketika ada dari keluarga polisi atau tentara yang melanggar aturan lalu lintas, dapat dipastikan bahwa mereka akan melewati proses hukum dengan sangat mudah, atau bahkan dari pihak keluarga tentara tidak terima ketika keluarga mereka ditilang polisi kemudian menimbulkan perkelahian antar tentara dan polisi seperti yang sedang viral akhir-akhir ini. ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia yang katanya negara hukum masih sangat jauh dari kata keadilan. Kemudian kita lihat para koruptor yang memakan uang negara sebanyak-banyaknya bisa mendapat hukuman seringan-ringannya dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. 

Seperti alasan menyesali perbuatan yang dilakukan oleh Pinangky, serta berbagai alasan konyol lainnya untuk meringankan hukuman koruptor seperti yang dialami Juliari batubara. Dan fenomena itu lebih konyol lagi ketika melihat koruptor yang berada di penjara Suka Miskin mendapatkan fasilitas yang lengkap seolah mereka hanya berpindah rumah saja. 

Tetapi kita lihat rakyat kecil yang mencuri ayam, sandal, sepeda motor butut untuk menyambung hidupnya harus mendapat pukulan-pukulan kemarahan masyarakat sebelum masuk penjara yang kumuh dan kotor. Belum lagi masih mendapat berbagai tindakan yang kejam dari aparat ketika mereka masih mendekam di jeruji besi.

Lengkap sudah penyimpangan terhadap Pancasila yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dari berbagai elemen yang ada. Pancasila bukan lagi pedoman dasar untuk berperilaku di dalam kehidupan di Indonesia. Pancasila hanya sebuah simbol yang terletak di dada burung garuda yang gunanya hanya sebagai pajangan dan hiasan di dalam rumah, sekolah, dan kantor. Tidak ada lagi pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan di Indonesia. Yang ada hanyalah egoisme untuk pedoman berperilaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun