Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyingkap Jejak Dewi Fajar di Pegunungan Latimojong

14 Desember 2019   10:10 Diperbarui: 14 Desember 2019   10:13 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Artemis, dewi perburuan dalam mitologi Yunani. Memiliki keidentikan dengan Dewi Ushas dalam tradisi Hindu. (sumber: www.thoughtco.com)

Bagi yang belum membaca artikel Rahasia Kuno yang Terpendam di Gunung Latimojong, dan  "Negeri Timur Laut" Sebutan Kawasan Nusantara di Masa Kuno, saya sangat menyarankan agar membacanya terlebih dahulu.

Sementara itu, dalam tulisan Sejarah Berhala Uzza, Sang Dewi Fajar, telah saya ungkap adanya konsep penyembahan Dewi Fajar, atau Dewi Pagi, yang dalam tradisi Hindu dikenal sebagai "Ushas", dalam mitologi Yunani dikenal sebagai "Eos", dalam mitologi Romawi dikenal sebagai "Aurora", sementara orang Arab pra-Islam menyembahnya dengan nama "Uzza". 

Yang menarik, Uzza sebagai Dewi Fajar, merupakan salah satu dewi yang paling dipuja oleh orang Arab pra-Islam. Di sisi lain, peletakan batu Hajar Aswad dan titik awal memulai tawaf berada di sisi timur laut Ka'bah. Kesemua hal ini tentunya menyiratkan adanya saling keterkaitan yang erat.

Keterkaitan Pegunungan Latimojong dengan sosok Dewi Pagi, akan semakin menguat setelah kita mencermati lebih jauh profil Dewi Ushas (Dewi Fajar atau Dewi Pagi) yang dalam Rigveda diilustrasikan sebagai berikut...

Ia analogi  bagai "Matahari terbit di pagi hari yang menghilangkan gelap malam", untuk melukiskan betapa ilmu yang telah diajarkan (sang Dewi) bagaikan cahaya matahari pagi yang hadir menghilangkan gelap malam (kebodohan). 

Kedatangannya yang konsisten di pagi hari membangkitkan semua kehidupan, mengatur segala sesuatu bergerak, mengirim semua orang pergi untuk melakukan tugas mereka. 

Pada hymne 1.92 ia disebut "ibu dari sapi" dan seorang yang suka sapi. Dalam hymne ini ia juga digambarkan sebagai pemburu yang terampil.

dan berikut ini screenshoot dari buku "Hindu Goddesses: Visions of the Divine Feminine in the Hindu Religious Tradition" pada bagian yang membahas mengenai dewi Ushas

screenshot buku David Kinsley (1988)
screenshot buku David Kinsley (1988) "Hindu Goddesses: Visions of the Divine Feminine in the Hindu Religious Tradition. Hlm. 7–8. (Dokpri)

Makna nama dan profil Dewi Pagi yang diuraikan dalam Rigveda di atas, sesungguhnya dapat kita temukan keidentikannya dengan mitos "Nenemori" yang dapat kita temukan dalam cerita rakyat di sekitar pegunungan Latimojong.

Saat ini Nenemori merupakan nama puncak kedua tertinggi di pegunungan Latimojong. Asal usul nama ini oleh masyarakat lokal dipercaya merupakan nama seseorang nenek yang di zaman dahulu kala hidup di puncak gunung Latimojong bersama cucunya yang bernama Mori.

Nenek Mori dipercaya memiliki kemampuan istimewa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia dan cucunya, Nenek Mori berburu Anoa. Namun ia tidak berburu seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Nenek Mori cukup melantunkan nyanyian khusus dan sesaat kemudian Anoa-anoa yang banyak berkeliaran di pegunungan Latimojong akan jinak datang mendekatinya. Setelah itu Nenek Mori tinggal memilih salah satu diantaranya, dan Anoa yang terpilih dengan pasrah menyerahkan diri tanpa perlawanan sedikit pun.

Nenek Mori dianggap bukan saja bersahabat dengan Anoa ataupun binatang lainnya yang terdapat di pegunungan Latimojong, tapi ia juga dipercaya bersahabat dengan makhluk halus atau makhluk gaib yang terdapat di wilayah tersebut.

Demikianlah penggalan singkat kisah tentang asal usul nama puncak Nenemori di pegunungan Latimojong.

Hal penting yang perlu mendapat telaah terlebih dahulu adalah nama "Nene-mori" itu sendiri. Sebutan "Nene" tentunya mudah dimaknai bermakna "nenek" dalam bahasa Indonesia. Sementara itu "Mori" butuh analisa yang cukup panjang untuk mendapat makna yang sesungguhnya.

Sesungguhnya terdapat banyak toponim dan etnonim yang menggunakan kata "Mori". Seperti Suku Maori (penduduk asli Selandia Baru), Suku Mori di Sulawesi tengah, Pulau Mori di muara sunga Malili di Luwu Timur, dan Puncak Nene' Mori yang merupakan puncak kedua tertinggi di pegunungan Latimojong setelah puncak Rante Mario. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun