Mohon tunggu...
Fadhli Harahab
Fadhli Harahab Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan

Tertarik di bidang sospol, agama dan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maha Romantis

22 Juli 2020   08:05 Diperbarui: 22 Juli 2020   07:53 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesering apakah kita memberi perhatian kepada pacar, orang tua, teman atau anak kita? Apa reaksi mereka ketika mendapat kecupan, ucapan lembut, puitis, hangat dari kita? Dapatkah kita melukiskannya? 

Romantis, haru, bahagia, kagum,  itulah barangkali sedikit ungkapan hati tak tergambar yang dirasakan mereka. Lalu, apa yang mendasari sikap kita membuat perasaan mereka berjuta rasa?

Cinta? Kasih sayang? Atau Takzim? Yang jelas ada perasaan yang tak terbendung sehingga kita mampu mengeluarkan kalimat lugu, jujur dan romantis. Begitu pula manifestasi nama dan sifat Tuhan Arrahman dan Arrahim.

Makna leksikal yang berarti pengasih lagi penyayang. Pengasih tanpa pilih kasih, penyayang tanpa pilih yang disayang. Cinta, kasih dan sayang inilah yang menghendaki keteraturan segala sesuatu, jagat raya beserta isinya. 

Tak perlu berpikir keras untuk menemukan bentuk dan jenis manifes itu, dia ada dimana-mana, begitu dekat dan dapat ditemukan dalam diri kita sendiri, kecuali bagi mereka yang tak mau berpikir dan bertadabbur.

Manifestasi yang sangat halus, tak mudah diartikan bahkan didefinisikan, tetapi selalu melekat dalam setiap realitas maujud (eksisten). Perasaan kita hanya sebagian kecil dari manifestasi ilahiah itu. 

Ungkapan gombal, mesra, satir yang terucap dari seorang pecinta hanyalah sedikit ungkapan lazim dari keseluruhan Arrahman dan Arrahim itu. Memaknainya pun kadang membingungkan. Dan hanya sedikit sekali yang dapat ditangkap dari ungkapan cinta itu.

Pernahkah kita membayangkan betapa "tolol" nya seorang pria yang sedang merasakan jatuh cinta? Karena kasih sayangnya dia rela berbuat apapun bagi yang dicintainya. Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang ibu mencurahkan kasih sayang kepada anaknya? Sejak dalam kandungan hingga dikandung bumi. 

Pernahkah kita membayangkan bagaimana hormatnya seorang murid kepada gurunya? Cium tangan, atau menundukkan kepala bila bertemu?Semua itu serpihan dan hanya citra kasih dan sayangnya sang pemilik sejati. 

Kasih sayang yang dilandasi berbagai macam motif, ikatan dan terkadang bersifat materil dan temporal. Cintanya seorang pacar akan sirna seiring menuanya pasangan, kasih sayangnya seorang ibu perlahan pudar seiring dewasanya anak.

Tetapi pernahkah kita membayangkan bagaimana dahsyatnya kasih dan sayang sang maha pencipta? Tak terbatas, tidak bertepi, tidak terhingga dan berlangsung terus menerus. 

Biji yang berkecambah lalu menumbuhkan tanaman kecil, secara simultan kemudian berkembang menjadi batang, cabang, ranting hingga berbuah tidak lepas dari harmonisasi yang terpancar dari kasih dan sayang sang maha menentukan. 

Seekor hewan yang bertelur, menetas, lalu merawat anak dengan instingnya  itu juga bagian dari harmonisasi itu. Alam yang berproses, gunung yang kokoh, awan yang tenang dan matahari yang membakar itu juga bagian dari dinamika kasih sayangnya.

Tidak terbayangkan jika tanaman biji kacang kemudian berbuah pepaya, biji mangga berbuah nanas, ayam bertelur bebek atau sapi beranakkan monyet. Itu adalah bagian dari alur cerita alam raya, bulan bercahaya terang, kelap-kelip bintang, matahari bersinar menerangi alam, deru ombak lautan, suara hewan membahana, berkicau burung, suara pohon yang tertiup angin mendayu-dayu seperti sedang melantunkan pujian bagi sang pengatur. 

Lalu, Kau kira apa yang telah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi lepas dari kendali dan pengetahuannya? Tidak. 

Semuanya telah diatur, berjalan sesuai ritmenya. Bak sebuah pertunjukan musik orkestra yang mengalunkan nada bertempo pelan, begitu romantis saat didengar dua sejoli yang sedang memadu cinta. 

Begitu pula dalam kehidupan ini, kadang ada nestapa, senang, bahagia, penderitaan, itu juga bagian dari ritme yang sedang dilakonin. Hanya manusia arif yang memahami kehidupan ini seperti sebuah sandiwara yang memerankan berbagai peran. 

Bak perputaran roda orang mengumpamakannya, kadang di atas kadang di bawah, kadang susah kadang senang, kadang bahagia terkadang menderita. Begitulah kehidupan ini berjalan. Tak disangka bahkan tak terduga, tetapi bukan berarti lepas dari pengetahuan sang maha menentukan. 

Tak ada yang menduga masa lalu, tak ada yang bisa menebak masa depan, hari ini dan hari esok adalah misteri yang mesti terus dijalani. Sudahlah, tidak perlu membebankan cintamu kepada dunia. Bukankah kasih sayangNya kepadamu sehingga sampai saat ini kamu masih terus bertahan? Ya Rahman, Ya Rahim, cintamulah yang membuat kami mengenal, akrab dan intim. Karena rahman dan rahimMu kami bersatu, saling mencintai dan saling memberi.

Lalu, Penderitaan?

Dalam kehidupan ini hanya manusialah yang bisa dikatakan mengerti apa artinya penderitaan dan kebahagiaan, karena manusia diberikan kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri. Kehendak inilah, terkadang menjadikan manusia berlebihan sehingga mengakui itu adalah miliknya. Padahal semuanya adalah titipan dan ujian. 

Kehendak yang apabila disyukuri akan melahirkan kasih sayang bagi manusia lainnya. Dan apabila diingkari akan melahirkan bencana dan penderitaan. Firaun yang diberi kekuasaan tetapi menindas, Sulaiman yang diberi kekayaan menjalankan amanah. Ayyub yang menderita sakit berpuluh tahun penuh dengan kesabaran. 

Bukankah itu adalah bagian dari ritme kehidupan yang yang diperankan seorang manusia? Peran-peran inilah yang kemudian menjadi tauladan, pelajaran, inspirasi, bagaimana Tuhan memperlihatkan kasih sayangnya kepada manusia.

Terkadang manusia terlalu banyak mengeluh-kesah, bimbang, karena tidak diberikan kenikmatan seperti yang ada pada orang lain, tanpa disadari bahwa tidak semua rahman dan rahim itu harus berupa materi dan kedudukan. 

Orang miskin belum tentu tidak merasakan kebahagian atau hilang kasih sayang. Betul, orang kekurangan harta tidak dapat menikmati kelezatan kursi empuk, kelezatan kasur empuk atau juga kelezatan makanan. Tetapi, bukan berarti dia tidak pernah bahagia. 

Lihat saja betapa banyak orang yang kekurangan harta, tak punya jabatan, tetapi diwajahnya terpancar kebahagiaan. Hal itu bisa jadi karena banyaknya kasih sayang yang dimiliki. Lalu kita lihat, betapa banyak orang yang bergelimang harta dan kenikmatan tetapi tidak merasakan kebahagian. Itu bisa jadi karena kurangnya kasih sayang yang dimilikinya. 

Kasih sayang memang bukanlah satu-satunya faktor meraih bahagia, tetapi salah satu prinsip utama kebahagiaan. Hilangnya kasih sayang akan menjadikan hidup sengsara, penuh penderitaan dan pertumpahan darah. 

"Dan jika bukan karena karunia Allah kepadamu dan Rahmatnya, sungguh engkau tergolong orang yang rugi." (Al-quran).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun