Mohon tunggu...
fadhila syahda nissa
fadhila syahda nissa Mohon Tunggu... IAI AL-AZIS

Seorang mahasiswa yang suka menulis, membuat desain di canva, dan aktif menjadi freelance bisnis. Baginya, menulis merupakan bagian dalam membaca diri sendiri, mengungkapkan isi hati, dan mengurai kata-kata yang ada di kepala.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Hal Sederhana, Keluarga Bisa Menumbuhkan Toleransi

22 September 2025   18:22 Diperbarui: 22 September 2025   18:22 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita merasa kesal karena adik tidak mendengarkan kata-kata kita? Atau ketika kita meminta tolong, mereka tidak segera mengerjakannya? Hal-hal sederhana seperti itu kadang membuat kita geram. Namun, jika kita mau jujur dan bercermin pada sikap kita sendiri, bisa jadi kitalah yang menjadi contoh kurang baik bagi mereka.Misalnya, kita melarang adik makan atau minum sambil berjalan, tetapi kita sendiri melakukannya. Kita meminta mereka menyukai apa yang kita suka, sementara kita menolak apa yang mereka sukai. Kita ingin didengarkan saat menasihati, tetapi ketika adik menasihati kita, justru kita mengelak dan bersikap egois. Jika diposisikan sebagai adik, tentu kita juga akan merasa tidak adil dan berpikir, "Mengapa kakak melarang atau menasihati aku, sementara kakak sendiri melanggar?"

Sikap seperti ini menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya mampu menghargai perbedaan antaranggota keluarga. Padahal, menurut Grace Eirin, setiap orang memiliki sifat, karakter, dan kepribadian yang berbeda meskipun lahir dari orang tua yang sama. Perbedaan ini adalah hal yang wajar, dan justru harus kita hadapi dengan sikap toleransi.

Toleransi berarti menghargai, membiarkan, membolehkan, dan menghormati adanya perbedaan dengan orang lain. Di masyarakat, kita memang dituntut untuk menghargai perbedaan, namun pembelajaran itu sebetulnya dimulai dari rumah. Dalam keluarga, kita pertama kali belajar berbagi, menghargai, dan menerima perbedaan. Bisa jadi berbeda hobi dengan adik, berbeda cara belajar, bahkan berbeda dalam bersikap. Kita tidak bisa menyamakan mereka dengan pola pikir dan kebiasaan kita.

Jika sikap toleransi tidak dikenalkan sejak dini, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang kaku, sulit menerima pandangan orang lain, dan merasa dirinya selalu benar. Sebaliknya, ketika anak dibiasakan dengan toleransi dalam keluarga, ia akan memiliki pikiran yang lebih terbuka, mudah bersosialisasi, dan menciptakan kehidupan yang lebih damai.

Tidak ada kata terlambat untuk mulai menerapkan toleransi. Kita bisa memulainya dari hal-hal sederhana, seperti mendengarkan pendapat anggota keluarga, menghargai pilihan yang berbeda, atau belajar menerima kritik. Toleransi yang kokoh di rumah akan menjadi pondasi kuat bagi terciptanya masyarakat yang damai dan saling menghargai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun