Mohon tunggu...
Fadhil Aldy
Fadhil Aldy Mohon Tunggu... Atlet - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Jangan Lupa Shalat 5 Waktu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gejala Proliferasi Dinasti Politik Banten dan Klan yang Berkuasa Pasca-Reformasi hingga Kini

1 Desember 2020   07:35 Diperbarui: 1 Desember 2020   07:45 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: M. Fadhil Aldy Ananda*

Provinsi Banten merupakan contoh terbaik dalam kategori dinasti politik di Indonesia.Provinsi Banten menjadi di antara daerah yang kental dengan politik dinasti oleh mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bersama adiknya. Tubagus Chaeri Wardhana atau kita kenal dengan nama panggilan Wawan.

Setidaknya ada empat klan dinasti politik yang menguasai Banten. Keempat dinasti politik itu adalah dinasti Ratu Atut Chosiyah yang menguasai provinsi dan beberapa daerah kabupaten dan kota, Natakusumah yang menguasai kabupaten Pandeglang, klan Jayabaya yang menguasai kabupaten Lebak, dan dinasti Aat Syafaat yang menguasai Kota Cilegon. Keempat dinasti politik tersebut selalu mengirimkan calon di setiap Pilkada Banten, dan selalu menang di daerah-daerah kekuasaanya.

Menurut pengamat politik dari UNTIRTA Serang, Abdul Hamid, Provinsi Banten contoh terbaik bagaimana kekuatan politik sesungguhnya berada di genggaman dinasti politik dan bukan di lembaga politik formal seperti partai politik. Pilkada yang terjadi di Tangerang Selatan (Tangsel) punterja dipertarungan dinasti lokal dengan dinasti nasional. Antara dinasti Atut, Prabowo Subianto, dan dinasti Ma'ruf Amin. Dinasti Atut mencalonkan Pilar Saga Ichasan, Prabowo melalui Partai Gerindra mencalonkan Rahayu Saraswati dan dinasti Ma'ruf Amin mencalonkan Siti Nur Azizah. Di Pandeglang, Cilegon, serta Tangerang Selatan (Tangsel) sedang berusaha mempertahankan kekuasaannya.

Perhelatan Pilkada 2020 ini memunculkan tiga klan dinasti Banten yang sedang berusaha mempertahankan kekuasaannya. Klan Natakusumah misalnya, kembali mencalonkan IrnaNarulita, istri mantan Bupati Pandeglang dua periode, Dimyati Natakusumah, sebagai calon petahana di Pilkada Pandeglang.

Kemudianklan Aat Syaaf, mantan Wali Kota Cilegon yang mencalonkan Ati Marliati. Ati merupakan anak Aat dan calon petahana di Pilkada Kota Cilegon. Lalu klan dinasti Atut yang juga sedang mempertahankan dua daerah kekuasaannya di Kabupaten Serang dan Tangerang Selatan.

Pada Pilkada Serang, dinasti Atut mencalonkan Ratu Tatu Chasanah. Adik Atut tersebut merupakan calon petahana di Pilkada Serang. Sementara di Tangerang Selatan. Dinasti Atut mencalonkan putera Ratu Tatu Chasanah yakni Pilar Saga Ichsan.

Dalam kasus Provinsi Banten, praktik dinasti politik memperlihatkan gejala proliferasi hingga keluararena kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sejumlah anggota keluarga dan kerabat Gubernur Ratu Atut Chosiyah menduduki banyak asosiasi dan organisasi di luar pemerintahan. Mulai asosiasi bisnis terutama Kamar Dagang dan Industri (Kadin), partai politik (dalam hal ini Partai Golkar), organisasi keagamaan, organisasi pemuda, organisasi olahraga, organisasi pendekar, hingga organisasi sosial dan budaya.

Menurut Leo Agustino, peneliti dinasti politik di Provinsi Banten, menyimpulkan bahwa kemunculannya dinasti politik di Banten tidak terlepas dari peran dan ketokoh andari Chasan Sochib (ayahanda Ratu Atut) sebagai elit lokal yang dengan ambisinya sendiri berhasil mengendalikan kehidupan ekonomi dan politik pasca Banten diakui sebagai provinsi pada tahun 2000 yang lalu.

Ambisi Sochib untuk menguasai panggung kepolitikan Banten ini menemukan “jalan mudahnya” dengan terbukanya kesempatan yang disediakan atau tercipta oleh sebab terjadinya proses perubahan politik dari era otoritarian ke era demokrasi. Chasan Sochib juga membangun pondasi awal dinasti politik di Banten dengan topangan tiga sumber daya, yakni (1) sumber daya finansial yang diperolehnya dari akses eksklusif terhadap proyek-proyek pemerintah, (2) sarana koersif (kekerasan) yang dilakukan oleh para jawara yang di ikatnya melalui tradisi patronase, dan (3) kontrol terhadap partai politik, dalam hal ini Partai Golkar yang sejak era orde baru telah di dominasinya bersama anggota keluarga dan kerabatnya.

Abdul Hamid, peneliti dinasti politik di Provinsi Banten memiliki di ertasi yang sedikit berbeda dengan Leo. Disertasi Hamid membahas fenomena dinasti politik di Provinsi Banten dalam konteks isu yang mendahuluinya, yakni desentralisasi di Indonesia pasca kejatuhan rezim Soeharto yang telah mengubah sistim politik dari sentralistik yang otoriter kedesentralistik yang demokratis. Artinya, kajian Hamid tidak membahas secara khusus fenomena dinasti politik di Banten, melainkan hanya memposisikannya sebagai salah satu implikasi politik dari penerapan desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun