Mohon tunggu...
Fachry Bachmid
Fachry Bachmid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Legal Analysis

menganalisa dan menulis opini isu terkini.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Masa Daluwarsa Penuntutan dalam Tindak Pidana

21 Mei 2024   12:40 Diperbarui: 21 Mei 2024   12:51 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis: Fachry Bachmid, S.H

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. 

Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan barang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Oleh karena itu seseorang yang melanggar undang-undang pidana akan dimintai pertanggungjawaban pidana.

Hukum pidana mengenal adanya alasan-alasan atau pengecualian-pengecualian tertentu dimana seseorang tidak dapat dipidana karena alasan itu, dan daluwarsa adalah salah satu dari alasan seseorang tidak dapat dipidana. Hukum pidana atau lebih spesifik lagi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal adanya daluwarsa terhadap penuntutan pidana. 

Daluwarsa merupakan lewatnya waktu yang menjadi sebab penghapusan pidana untuk melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Pada dasarnya semua pelaku tindak pidana harus dituntut di muka sidang pengadilan pidana, tetapi ada hal-hal yang menghapus pemidanaan seperti karena daluwarsa.

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. 


Meskipun kadang-kadang hanya didapatkan suatu perbedaan terminology untuk tidak diterapkan peraturan hukum pidana, dalam ilmu pengetahuan diperlukan perbedaan dasar yaitu atas dasar alasan penghapus penuntutan (Vervolgingsuitsluitings Gronden) dan atau atas dasar alasan penghapus pidana (Strafuitssluitings Gronden), hal ini memang disebabkan pembuat undang- undang dalam merumuskan redaksi suatu pasal yang memberikan kemungkinan untuk tidak dapat diterapkan hukum pidana. Jokers memberi tanda perbedaan, bahwa Strafuitsluitings Gronden adalah penyataan untuk dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rehtsvervolging), sedangkan pada Vervolgingsuitsluitings Gronden adalah pernyataan tuntutan tidak dapat diterima oleh badan penuntut umum. 

Agarnya lebih nampak jelas apabila perbedaan antara alasan penghapus penuntutan dan alasan penghapus pidana itu dilihat didalam Aturan Umum Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Disitu terdapat dasar alasan penghapus penuntutan (Vervolgingsuitsluitings Gronden) dari ketentuan dalam Pasal 2-8 mengenai batas berlakunya peraturatan perundang-undangan hukum pidana, 61- 62 mengenai penuntutan, Pasal 72 mengenai delik pengaduan, Pasal 76 mengenai asas ne bis in idem, Pasal 77-78 mengenai hapusnya penuntutan karena terdakwa meninggal dan karena daluwarsa. 

Sedangkan dasar alasan penghapus pidana (Strafuitsluitings Gronden) terdapat dalam Pasal 44 mengenai tidak mampu bertanggung jawab, Pasal 48 mengenai daya paksa, Pasal 49 mengenai pembelaan terpaksa, Pasal 51 mengenai melaksanakan ketentuan undang- undang, Pasal 51 mengenai melaksanakan perintah jabatan, Pasal 59 mengenai pengurus yang tidak ikut melakukan pelanggaran.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981, juga berkaitan dengan ketentuan daluwarsa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengenal adanya ketentuan tentang penghentian penyidikan dengan mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3), dan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2). 

Dasar hukum SP3 adalah dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana Pasal 109 Ayat 2, penyidik baik Kepolisian Republik Indonesia maupun PPNS dalam mengeluarkan SP3 atas penyidikan suatu perkara haruskan berdasarkan pada alasan yang diatur dalam undang- undang, dimana alasan tersebut adalah, pertama tidak terdapat cukup bukti, kedua peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, dan yang ketiga penyidikan dihentikan demi hukum (terdakwa meninggal dunia Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perkara nebis in idem Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perkara sudah daluwarsa/verjaring Pasal 78-85 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan pencabutan perkara yang sifatnya delik aduan Pasal 75 dan Pasal 284 Ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun