Senja merangkak lesu di Naekake A, membawa serta debu dan kerontang. Wajah-wajah warga desa tampak keriput, bukan hanya oleh usia, tetapi juga oleh dahaga yang menyiksa. Ember-ember plastik berjejer kosong, menanti tetes air yang tak kunjung tiba.
"Sudah berminggu-minggu, Mama," desah Lusi, remaja desa, menatap sumur kering di halaman. "Bagaimana kita bisa hidup tanpa air?"
Mama Martha mengelus bahu Lusi, matanya menerawang ke arah bukit. Dulu, sumber air utama desa, yang dialirkan melalui pipa-pipa panjang, selalu cukup untuk semua. Namun, kini, pipa-pipa itu tergeletak berserakan, patah dan berlubang, di sepanjang jalan desa.
"Dulu, air mengalir deras dari mata air di bukit sana," cerita Bapak Yanto, sesepuh desa, sambil menunjuk ke arah bukit yang mulai gelap. "Tapi sekarang, lihatlah..."
Warga Naekake A memang dikenal kurang peduli pada fasilitas umum. Pipa-pipa yang seharusnya mengalirkan air ke rumah-rumah mereka, kini menjadi mainan anak-anak, tempat jemuran, bahkan bahan bakar untuk membuat api.
"Kami pikir, air akan selalu ada," ujar Mama Martha, menyesal. "Kami tidak pernah menyangka akan seperti ini."
Masalah semakin pelik dengan hilangnya peran BPD. Sejak pemilihan BPD yang baru, tak ada lagi rapat desa, tak ada lagi perawatan fasilitas umum. BPD yang baru seolah tak peduli, membiarkan desa terpuruk dalam krisis air.
"Mereka lebih sibuk dengan urusan pribadi daripada mengurus desa," gerutu Bapak Yanto. "Padahal, pipa-pipa itu bisa diperbaiki, sumur bisa dikeruk, kalau saja mereka mau bekerja."
Warga Naekake A merasa terabaikan. Mereka merasa suara mereka tak lagi didengar, kebutuhan mereka tak lagi dipedulikan. Padahal, air bersih adalah hak dasar, kebutuhan utama.
"Kami sudah berkali-kali meminta BPD untuk bertindak," keluh Lusi. "Tapi mereka selalu diam, tak ada jawaban."
Di tengah keputusasaan, secercah harapan muncul. Beberapa pemuda desa, yang melihat penderitaan warga, berinisiatif untuk memperbaiki pipa-pipa yang rusak. Mereka menggunakan alat-alat seadanya, bergotong royong menyambung pipa yang patah, menambal lubang yang bocor.