Mohon tunggu...
fabianus fallo
fabianus fallo Mohon Tunggu... Jurnal,Musik,Crypto

Freelance Digital

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Naekake A Menjerit: "Kapan Air Bersih Mengalir?

20 Maret 2025   19:21 Diperbarui: 20 Maret 2025   19:21 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja merangkak lesu di Naekake A, membawa serta debu dan kerontang. Wajah-wajah warga desa tampak keriput, bukan hanya oleh usia, tetapi juga oleh dahaga yang menyiksa. Ember-ember plastik berjejer kosong, menanti tetes air yang tak kunjung tiba.

"Sudah berminggu-minggu, Mama," desah Lusi, remaja desa, menatap sumur kering di halaman. "Bagaimana kita bisa hidup tanpa air?"

Mama Martha mengelus bahu Lusi, matanya menerawang ke arah bukit. Dulu, sumber air utama desa, yang dialirkan melalui pipa-pipa panjang, selalu cukup untuk semua. Namun, kini, pipa-pipa itu tergeletak berserakan, patah dan berlubang, di sepanjang jalan desa.

"Dulu, air mengalir deras dari mata air di bukit sana," cerita Bapak Yanto, sesepuh desa, sambil menunjuk ke arah bukit yang mulai gelap. "Tapi sekarang, lihatlah..."

Warga Naekake A memang dikenal kurang peduli pada fasilitas umum. Pipa-pipa yang seharusnya mengalirkan air ke rumah-rumah mereka, kini menjadi mainan anak-anak, tempat jemuran, bahkan bahan bakar untuk membuat api.

"Kami pikir, air akan selalu ada," ujar Mama Martha, menyesal. "Kami tidak pernah menyangka akan seperti ini."

Masalah semakin pelik dengan hilangnya peran BPD. Sejak pemilihan BPD yang baru, tak ada lagi rapat desa, tak ada lagi perawatan fasilitas umum. BPD yang baru seolah tak peduli, membiarkan desa terpuruk dalam krisis air.

"Mereka lebih sibuk dengan urusan pribadi daripada mengurus desa," gerutu Bapak Yanto. "Padahal, pipa-pipa itu bisa diperbaiki, sumur bisa dikeruk, kalau saja mereka mau bekerja."

Warga Naekake A merasa terabaikan. Mereka merasa suara mereka tak lagi didengar, kebutuhan mereka tak lagi dipedulikan. Padahal, air bersih adalah hak dasar, kebutuhan utama.

"Kami sudah berkali-kali meminta BPD untuk bertindak," keluh Lusi. "Tapi mereka selalu diam, tak ada jawaban."

Di tengah keputusasaan, secercah harapan muncul. Beberapa pemuda desa, yang melihat penderitaan warga, berinisiatif untuk memperbaiki pipa-pipa yang rusak. Mereka menggunakan alat-alat seadanya, bergotong royong menyambung pipa yang patah, menambal lubang yang bocor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun