Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ekspedisi Ventira (2)

7 April 2020   01:06 Diperbarui: 20 April 2020   04:50 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi; Franklin Towoliu

 

Amukan Reiva sontak membuat Daniel melompat kencang.  Sebenarnya ia sudah siap dengan serangan dadakan Raiva karena ini kejadian daily copy alias kejadian sehari-hari terjadi di antara mereka.  Selalu ada saja ada benda yang dilemparkan Raiva kalau Daniel membuatnya marah entah sengaja atau dibuat-buat sekedar untuk mengusik ketenangan Raiva yang kadang memang mengasikkan untuk digoda Daniel

 Dan… insiden itu tak berakhir disitu. Itu baru awal dari perseteruan konyol antara dua orang dewasa bergelar doktor. Daniel menghambur ke luar, nyaris melompati pagar  halaman kalau saja ia tak berpapasan dengan pemilik penginapan yang membawa baki berisi breakfast mereka.

 “Shelamat paghi pak. Sory for this little commotion!” seru Daniel sembari berkelit kecil sekaligus memberi peluang kepada pak  Hapri, pemilik penginapan. Pak Hapri-pun kaget plus. Dengan galau ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Bocah ngapak ya? Gitu kali yang ada di benak pak Hapri. Baru saja meleng sedikit akibat ulah Daniel tiba-tiba ‘Buk..!’ sebuah bantal menampar mukanya.  Tak ayal baki yang penuh memuat gelas berisi kopi serta kue lapis berhamburan ke lantai.  Belum sempat mengeluh apa apa, pria setengah baya yang ubanan di atas  telinga ini menangkap sosok Raiva berdiri di depannya sambil membungkuk penuh sesal. Ia menganggukkan kepalanya berkali-kali seperti mau mengungkapkan rasa maaf beribu-ribu maaf dengan raut masih menyisa kesal.  Hadeh... Apa susahnya sih kalau dikatakan saja, tatap pak Hapri sambil membatin begitu kali ya.

“Woi…!!! Say sorry dhong. Say Sorry…,”  teriak Daniel dari halaman. Rautnya menyembunyikan sedikit kesenangan. Raiva mengumpulkan gelas serta kue yang  berhamburan tanpa memperdulikan Daniel. Ia sadar betul pria bule yang tiap hari bikin dia jengkel itu akan bergembira dengan jumawa kalau ia terpancing karna ulahnya yang kadang seperti anak kecil.

 “Wah… seru nih. peristiwa apalagi ini?” Didin tiba-tiba muncul di ikuti  Rainy dan Eva serta Baim. “Alamat buruk apa baek, nih? Biasanye nyang terus berantem kayak gini nih, ujung-ujungnye jadian juga. Kawen gitu…” Komentar Baim dengan gaya kocaknya.

 “Sssst… Jangan melempar api ke kubangan bensin,  bang… Bisa-bisa kita ikut kebakar. Kakkkkk,,,” Suara tawa Didin tertahan akibat cubitan jari lentik Eva di lengannya,  yang setelahnya segera meraih lengan Rainy menuju kearah TKP untuk membantu Raiva. 

 “Bang bule  atu mah, cari gara-gara aja… Kasian tuh si eneng  geulis jadi manyun kayak mentari ketutup mendung,” seloroh Didin kearah Daniel. 

 “Ah… elu Bang. Paling bisa aja nyama-nyamain  orang ame bulan lah, mataari lah, pohonlah, samudera lah.  Buset dah.”  Sambar  Baim ketus.

“Oh no. nei, nei, nei… I tadi chuma bilang wake up sama dia dan dia marah,” mengejhar saya dengan senjata bantal.” Bela Daniel yang memang lebih sering pakai bahasa Inggris dari pada bahasa ibu nya yang pasti sulit dimengerti anggota tim  ekspedisi lain.

 “Udahlah bang Jack.  Mending kita mandi aja gih. Kan sarapan kita udah diambyarin  ame si mpok Raiva.”  Kata Baim sambil berbalik di ikuti Daniel yang betah juga dipanggil Bang Jack sama si Baim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun