Mohon tunggu...
Eza Adhitya Rizky
Eza Adhitya Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa

seseorang yg sedang mencari jati dirinya untuk dimasa depan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sedekah Digital: Ketika Derma Tidak Lagi Menyentuh Rasa

17 Juni 2025   17:21 Diperbarui: 17 Juni 2025   17:21 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kemajuan teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk cara manusia berbagi. Jika dulu orang harus datang langsung ke masjid, menyalurkan zakat ke lembaga amil, atau menyerahkan sedekah secara tunai kepada mustahik, kini semuanya bisa dilakukan cukup dengan satu klik dari gawai.

Tak bisa dimungkiri, digitalisasi memberi kemudahan dan kecepatan. Tapi di balik itu, muncul pertanyaan yang patut direnungkan: apakah berbagi secara digital masih mengandung empati yang sama seperti ketika kita melakukannya secara langsung?

Sedekah Daring dan Era Otomatisasi Kebaikan

Transformasi digital telah merambah sektor filantropi Islam. Zakat, infak, sedekah, bahkan wakaf kini bisa ditunaikan lewat berbagai aplikasi dan platform digital. Mulai dari transfer antarbank, QR code di kotak amal, hingga fitur potong gaji otomatis seperti yang diterapkan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Bahkan, dalam beberapa aplikasi, sedekah bisa diatur layaknya langganan---otomatis dipotong setiap bulan tanpa perlu tindakan sadar dari pengguna. Dalam perspektif praktis, ini adalah terobosan luar biasa. Ia menjawab tantangan zaman, menjangkau generasi muda yang akrab dengan teknologi, dan memudahkan lembaga sosial dalam mengelola dana umat.

Namun, di sisi lain, muncul persoalan yang lebih bersifat batiniah dan filosofis: apakah tindakan memberi yang berlangsung tanpa keterlibatan emosional masih memancarkan nilai yang sama? Apakah sedekah yang terjadi otomatis masih membawa nilai ruhani seperti sedekah yang diberikan dengan tangan, disertai tatapan mata, dan ucapan doa?

Antara Keikhlasan dan Kesadaran Sosial

Dalam Islam, memberi bukan hanya soal nominal, tapi juga soal niat, kesadaran, dan empati. Sedekah adalah bentuk ibadah sosial yang tidak hanya membantu orang lain, tapi juga mendidik hati si pemberi. Ada pelajaran tentang syukur, rendah hati, dan kasih sayang dalam setiap sedekah yang dilakukan secara sadar dan tulus.

Ketika proses memberi ini diotomatisasi, kekhawatiran yang muncul adalah hilangnya dimensi spiritual dan kesadaran sosial dari si pemberi. Sedekah menjadi sekadar angka yang berpindah, tanpa makna yang menyentuh. Ia seperti transaksi biasa, bukan lagi bentuk ibadah yang menyentuh batin.

Bayangkan seseorang yang setiap bulannya otomatis dipotong Rp50.000 untuk sedekah dari gajinya. Apakah ia masih merasakan denyut kehidupan mereka yang dibantu? Apakah ia sadar bahwa sedekahnya mungkin menyelamatkan seseorang dari kelaparan hari itu?

Tanpa kesadaran tersebut, bukan tidak mungkin sedekah berubah menjadi rutinitas kosong---sebuah kewajiban administratif, bukan manifestasi kasih sayang dan empati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun