Mohon tunggu...
Excelindo Krisna Putra
Excelindo Krisna Putra Mohon Tunggu... Freelancer - #IndonesiaExcellent

Pengelana Masa • Perekam Peristiwa • Peramu Peradaban | Blog Pribadi: https://excelindokrisnaputra.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

ESTO, Kisah Perusahaan Otobus Pertama di Indonesia

1 Juli 2023   06:00 Diperbarui: 1 Juli 2023   06:13 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bus ESTO Salatiga | Sikano Dinpersip Kota Salatiga

Sejak awal berdiri Kwa Hong Po (Winata Budi Dharma) sudah mengikuti jejak ayahnya dalam bidang usaha ini, Kwa Tjwan Ing pun nampaknya sudah mempersiapkan penerusnya ini. Tahun 1930 menjadi bukti, saat estafet kepemimpinan diserahkan kepada anaknya yakni Kwa Hong Po, ketika usaha ESTO dirasa sudah stabil dan sang anak siap untuk meneruskan. Manajemen perusahaan nampak terstruktur dan fungsional dimasanya dengan bidang kerja yang mengisi yakni pengemudi, kondektur, mekanik, pengawas, admin dan satuan pengamanan.

Di tangan generasi kedua ini, ESTO mampu berada di masa kejayaanya yang tercatat dalam sejarah. ESTO memiliki rute lokal yang masih dilayani dan terus berkembang seperti Salatiga-Bringin, Salatiga-Ambarawa, Salatiga-Suruh, Salatiga-Kopeng, Salatiga-Karanggede dan Salatiga-Banyubiru. Trayek antarkota yang dirintis yakni Semarang-Surakarta juga mendapat respon positif dari masyarakat, trayek ini juga yang menggantikan trayek Salatiga-Tuntang karena jalur menuju ke Tuntang sudah termasuk layanan ini.

Selain itu, ESTO di masa ini juga melayani trayek antarkota di berbagai kota penting masa itu yaitu Kendal, Pekalongan, Magelang, Purworejo, Kutoarjo, Yogyakarta, Sragen, Kudus dan Pati. ESTO menjadi sebuah perusahaan otobus yang populer di wilayah Jawa Tengah masa itu, karena menghubungkan berbagai kota dalam layanannya. Untuk melayani trayeknya dan memenuhi kebutuhan pengguna jasa transportasi, ESTO tercatat memiliki armada bus mencapai 100 unit.

Tertawan Krisis Global Perang Dunia          

Great Depression melanda dunia menyebabkan krisis global negara-negara termasuk Hindia Belanda pasca Perang Dunia I menuju Perang Dunia II. Dampaknya turut dirasakan ESTO yang sedang berada dipuncak kejayaan, seketika turun terhempas persoalan ekonomi pada tahun 1938. Beberapa armada bus yang dimiliki harus direlakan untuk menutup hutang bahan bakar kepada Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yakni anak perusahaan The Royal Dutch Shell Group (Shell). Beberapa armada lain juga diambil alih oleh perusahaan otobus ADAM. Jumlah armada ESTO yang tercatat menyusut hingga menyisakan 20 bus serta 22 truk.

Strategi penanganan untuk menghadapi krisis diambil oleh manajemen ESTO. Walaupun jumlah armada turun drastis, armada yang tersedia tetap dikerahkan untuk melayani pengguna jasa transportasi sesuai kemampuan perusahaan yakni trayek menuju ke Suruh, Bringin dan Ambarawa. Kwa Hong Biauw menggantikan Kwa Hong Po di pucuk pimpinan perusahaan. ESTO seolah merangkak untuk merintis kembali karena tertawan situasi global yang kurang menguntungkan.

Perang Dunia II meletus, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda terancam dengan invasi negeri matahari terbit Jepang yang mulai merambah ke Asia Tenggara tahun 1942. Pasukan KNIL yang bermarkas di Salatiga turut dikerahkan untuk menghalau Jepang dengan komando untuk bergerak menuju Cimahi. Jumlah pasukan yang besar tidak seimbang dengan kapasitas kendaraan militer yang dimiliki untuk mobilisasi pasukan secara cepat dan masif.

KNIL akhirnya meminta bantuan pada Kwa Hong Biauw untuk merelakan beberapa armada busnya untuk digunakan mengangkut pasukan. Badan bus yang berwarna hijau juga serupa dengan warna hijau khas militer Hindia Belanda saat itu. Pemerintah Kolonial memberikan kompensasi atas keputusannya tersebut dengan memberi "Surat Sakti" kepada Kwa Hong Biauw untuk mendapat kemudahan dan keringanan saat membeli bus baru kelak. Jepang akhirnya mampu menembus Salatiga, armada bus ESTO termasuk truk dan mobil jenazah yang dimiliki Kwa Hong Biauw turut dijarah oleh serdadu Jepang.

Pasca Kemerdekaan

Pasca Indonesia diproklamirkan sebagai sebuah negara, berbekal "Surat Sakti" warisan kolonial Kwa Hong Biauw membeli beberapa unit armada baru dengan diskon harga pada tahun 1948. Spesifikasi teknis armada yang dibeli ialah bus merek Chevrolet tipe Chevrolet Advance Design, berkapasitas mesin 3.500 cc inline-6 silinder, bertenaga 92 hp, torsi 239 Nm, sistem transmisi 3 percepatan manual, roda belakang ganda dan berkapasitas 1 ton. Kapasitas yang mampu diangkut generasi pertama tipe ini 18 penumpang dan naik menjadi 34 penumpang pada generasi kedua. Saat itu ESTO masih fokus melayani trayek Salatiga menuju Suruh, Bringin dan Ambarawa.

Kondisi politik dan ekonomi Indonesia semakin stabil pasca gejolak di awal kemerdekaan, pemerintah republik menerapkan berbagai aturan dan kebijakannya tak terkecuali bidang transportasi. Berbagai regulasi ditaati oleh operator jasa transportasi termasuk ESTO antara lain jumlah minimal armada dan kapasitasnya, inspeksi berkala armada oleh pemerintah provinsi, izin operasional serta trayek dan sebagainya. Jaminan kesejahteraan pekerja juga diperhatikan oleh perusahaan yakni gaji, tunjangan, asuransi kesehatan, pesangon, jam kerja, jadwal libur dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun