Saat kita sadar bahwa kita sedang tidak baik-baik saja, kita bisa mulai dari hal kecil. Tidak perlu langsung beres semuanya. Mungkin cukup satu sendok. Atau satu gelas. Yang penting: bergerak.
Karena kadang, mengatasi penundaan bukan soal menaklukkan kemalasan, tapi mendengarkan tubuh dan pikiran kita lebih dalam. Kita tidak harus sempurna. Tapi kita bisa pelan-pelan.
Menemukan Makna di Balik Busa dan Air Sabun
Lucunya, sejak aku mulai menyadari semua ini, mencuci piring jadi terasa... berbeda.
Bukan lebih menyenangkan, tapi lebih bermakna. Ada semacam ruang meditasi kecil di antara air hangat, busa sabun, dan gerakan berulang. Kadang aku malah menemukan ide menulis saat mencuci piring. Atau sekadar merenung tentang obrolan dengan seseorang. Dalam diam itu, aku merasa dekat dengan diriku sendiri.
Mungkin itulah yang selama ini terlewat. Kita terlalu sibuk lari dari keheningan, padahal di sanalah jawaban sering kali tersembunyi.
Ketika Hati yang Perlu Dicuci Lebih Dulu
Akhirnya, tulisan ini bukan cuma soal piring. Ini soal bagaimana kita hidup.
Kita suka menunda karena kita lelah, takut, bosan, atau bahkan merasa tidak berdaya. Dan itu wajar. Tapi hidup bukan tentang harus selalu bersih dan rapi. Hidup adalah tentang memahami kekacauan, dan tetap memilih membersihkan satu hal di antara ribuan yang belum selesai.
Mungkin malam ini, sebelum tidur, kita bisa mulai dari dapur. Ambil satu piring. Gosok perlahan. Biarkan airnya mengalir seperti napas yang lebih lega. Dan rasakan bahwa dalam setiap hal kecil yang kita selesaikan, ada jiwa kita yang ikut dipulihkan.
Pelan-pelan saja. Tidak ada yang mendesak.
Tapi kita tahu, itu perlu.
Dan entah bagaimana, itu membuat kita merasa... pulang.