Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Premanisme adalah Kritik Sosial yang Salah Arah

13 Mei 2025   05:27 Diperbarui: 13 Mei 2025   05:27 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri Listyo Sigit Prabowo (KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf)

Beberapa tahun belakangan ini, kita menyaksikan wajah baru premanisme: mereka tak lagi mengenakan kaos oblong dan celana robek. Mereka memakai rompi organisasi. Punya stempel. Bahkan punya struktur.

Ormas yang seharusnya menjadi alat gotong royong justru berubah menjadi simbol kuasa. Di beberapa wilayah, ormas ini menjadi aktor yang mengatur lalu lintas, mengelola pasar, bahkan mengintimidasi wartawan. 

"Ketika premanisme masuk ke dalam sistem sosial, kita bukan hanya menghadapi pelaku, tapi juga budaya yang mendiamkan."

Ini bukan sekadar aksi massa. Ini adalah pembiaran yang sudah lama mengakar. Ketika negara terlalu sibuk, dan rakyat terlalu lelah untuk melawan, maka ketertiban diambil alih oleh siapa pun yang berani mengklaimnya.

Ketika Kekuasaan Tak Lagi Butuh Legitimasi

Premanisme tumbuh subur karena ia menawarkan tiga hal: kekuasaan instan, rasa aman palsu, dan identitas yang kuat.

Bayangkan jadi seseorang yang setiap hari ditolak di dunia kerja, dihina karena tak sekolah tinggi, dan diremehkan karena tak punya modal. Lalu datanglah sekelompok orang yang berkata, "Kamu kuat, kamu punya tempat di sini." Maka rompi bukan sekadar seragam. Ia menjadi simbol bahwa seseorang punya kuasa meski kecil atas hidupnya.

Tapi ketika kekuasaan lahir bukan dari kepercayaan, melainkan dari rasa takut, maka kita menciptakan lingkaran kekerasan yang tak berujung.

"Premanisme bukan hanya soal siapa yang memukul duluan, tapi soal siapa yang lebih dulu kehilangan harapan."

Apa yang Kita Takuti, dan Apa yang Kita Biarkan

Seringkali kita bertanya, "Mengapa premanisme masih ada di negeri ini?" Jawabannya bukan cuma soal hukum, tapi juga soal budaya diam. Kita terbiasa takut, terbiasa pasrah, terbiasa berpikir, "Ah, bukan urusanku."

Tapi tiap kali kita membiarkan ketakutan mengatur ruang publik, kita sedang menyerahkan kendali kepada mereka yang paling lantang berteriak. Dan celakanya, seringkali yang berteriak bukanlah yang paling benar, melainkan yang paling nekat.

"Yang membuat premanisme kuat bukan karena kita lemah, tapi karena kita terlalu sering membiarkan."

Siapa yang Diuntungkan, dan Siapa yang Terluka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun