Mohon tunggu...
Evlina Noviyanti
Evlina Noviyanti Mohon Tunggu... -

mahasiswi planologi ITS angkatan 2009

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesisir

16 Oktober 2011   02:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PESISIR KITA RAWAN BENCANA !!

Nangroe Aceh Darussalam adalah salah satu kawasan pesisir yang pernah dilanda oleh tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam. Total korban mencapai ratusan ribu jiwa dan kehancuran fisik yang mencapai triliunan rupiah. Bencana ini tercatat sebagai bencana alam terbesar di dunia di awal abad 21, tidak mustahil bencana ini akan terjadi lagi di daerah yang sama atau di tempat lain.

Bencana tersebut pada dasarnya disebabkan oleh alam dan tindakan-tindakan manusia. Khusus untuk tsunami, dominan disebkan oleh alam, mengingat kita berada di di atas 3 lempeng besar yaitu Lempeng Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik, serta satu lempeng kecil yaitu Lempeng Philipina. Pergeseran diantara lempeng tersebut dapat mengakibatkan proses gempa yang terjadi disuatu titik kedalaman dan menyebar sepanjang patahan/sesar, jika bidang patahan terjadi di dasar laut, kestabilan air laut akan terganggu secara vertical maupun horizontal Aceh berada di sekitar pertemuan 3 lempeng besar tersebut, yang memiliki kecepatan rata-rata 52 mm pertahun sehingga menyebabkan gempa tidak pernah berhenti. Gempa dengan kekuatan diatas 6,5 skala richter berpotensi tsunami di pesisir Nangroe Aceh Darussalam, terlebih Aceh memiliki kontur yang landai.

Pengelolaan bencana menjadi sangat kompleks bila dilihat dari seluruh aspek/dimensi. Oleh karena itu pengelolaan bencana mutlak diperlukan dengan tujuan utama adalah peningkatan kepedulian semua pihak berpartisipasi mengelola bencana . pengelolaan bencana secara keseluruhan membutuhkan sumber daya yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang manajemen bencana yang menyeluruh dan terpadu sehingga mampu menyadarkan dan meningkatkan kepedulian semua pihak untuk mereduksi damapak akibat bencana.

Dalam pengelolaan kawasan pesisir setidaknya harus mempunyai tiga fungsi yaitu mitigasi bencana, pengembangan ekonomi kawasan, dan perlindungan ekosistem, sehingga diharapkan sebuah pembangunan kawasan pesisir yang berkelanjutan.

ØMitigasi bencana dalam pengelolaan kawasan pesisir dapat dilakukan dengan beberpa cara

1.Melalui spatial palnning.Tata ruang yang baik dapat memperkecil resiko kerusakan dari bencana gempa dan tsunami.Karakteristik pesisir Aceh yang rawan gempa dan tsunami sudah seharusnya dielaborasi dalam kebijakan tata ruang pesisir dengan memberikan ruang khusus untuk penyangga (buffer zone). Kebijakan coastal setback ini bertujuan untuk menjauhkan masyarakat dari limpasan langsung gelombang besar maupun angin badai. Kawasan penyangga ini bisa diperuntukkan sebagai kawasan mangrove, hutan produksi atau hutan pantai lainnya sehingga akan mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang penting bagi kesehatan ekosistem pesisir dan berbagai mata pencaharian masyarakat.Penetapan buffer zone mempunyai konsekuensi bahwa ruang tersebut harus bebas dari kegiatan konstruksi. Padahal banyak daerah yang akan dijadikan ruang penyangga merupakan kawasan pemukiman sebelum tsunami. Selain itu, keinginan sebagian korban untuk kembali ke rumahnya seperti sediakala. Pemerintah juga kesulitan untuk merelokasi penghuni pesisir korban tsunami ke tempat yang lebih aman karena alasan ketersediaan lahan dan dana. Kondisi ini memunculkan ide penataan desa yang menempatkan mitigasi tsunami sebagai pertimbangan. Village planning atau perencanaan desa menghasilkan sebuah tata desa sedemikian rupa sehingga apabila terjadi tsunami warga desa dapat menyelamatkan dirinya melalui jalan-jalan (escape route) yang mempermudah mencapai sebuah tempat yang aman (escape hill). Perencanaan desa ini mensyaratkan partisipasi aktif dari warga setempat.

2.Selain kebijakan tata ruang, kesiapan warga dan informasi yang diterima warga pesisir tentang bencana tsunami memainkan peran paling besar dalam mereduksi korban jiwa. Karena itu, sistem pendeteksian dini (early warning system) yang telah di set-up di Banda Aceh perlu dikembangkan lagi, misalnya peringatan tersebut dapat langsung diterima dari setiap telepon genggam (HP) warga dengan waktu cepat sehingga warga masih mempunyai waktu sebelum tsunami mencapai pantai.

ØPengembangan ekonomi kawasan dan perlindungan ekosistem

Pengembangan ekonomi dengan mengabaikan daya dukung lingkungan pesisir akan menyebabkan rapuhnya keberlanjutan kesejahteraan (sustainable livelihood) masyarakat pesisir, terlebih Daya dukung mangrove di Aceh mencapai titik nadir akan menurunkan ketersediaan ikan di perairan pantai, terutama ketersediaan ikan yang bergantung langsung dengan mangrove. Untuk menghindari hal yang tersebut, perlu adanya pengurangan tekanan yang bersifat eksploitatif.

Pembangunan kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu kegiatan utama rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam pengelolaan pembangunan ini, mutlak diperlukan komunikasi intensif antara stakeholder pesisir Aceh. Pelibatan masyarakat dan ilmuwan sangat penting guna mewujudkan pembangunan pesisir berkelanjutan, berbasis pada daya dukung lingkungan.

Upaya mitigasi kerusakan di wilayah pesisir dapat dilaksanakan dengan berbagai bentuk dan tindakan yang mengarah pada pencegahan dan upaya meminimalkan dampak yang terjadi akibat bencana

Struktural:

-pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir yang mencakup pada pembangunan jalan, sarana prasarana budidaya atau kegiatan ekonomi masyarakat yang lebih terkontrol atau terpadu dan bersifar antisifatif terhadap kemungkinan bencana yang terjadi.

-Upaya mitigasi bencana tsunami dengan pelestarian alam seperti penanaman kembali hutan bakau yang telah rusak akibat tindakan tertentu, serta perlindungan terumbu karang.

-Kemudian upaya mitigasi dengan buatan seperti pembangunan pemecah gelombang sejajar pantai untuk menahan besaran gelombang yang ada dan memperkuat desain bangunan pemukiman dan infrastruktur lainnya yang didesain agar lebih aman dari gempa dan tsunami.

-Tidak kalah pentingnya membuat jalur evakuasi dengan kapasitas yang mampu menampung orang banyak dalam waktu singkat agar memudahkan dalam menyelamatkan diri.

Non-struktural

-Kebijakan tata guna lahan kawasan pantai yang rawan bencana

-Kebijakan tentang standarisasi bangunan permukiman serta infrastruktur sarana dan prasarana, kebijakan eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat pantai

-Pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami seperti penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana, pengembangan sistem peringatan dini adanya bahaya bencana

Belajar dari Negara Jepang, Jepang merupakan Negara yang memiliki kerentanan terhadap bencana gempa dan tsunami sama dengan Indonesia. Seringnya Negara jepang mengalami bencana tersebut membuat pemerintah mengeluarkan UU Penanggulangan Bencana serta Panduan Rencana Penanggulangan Bencana yang berfokus pada pengurangan resiko. Bahkan setiap tanggal 1 September ditetapkan sebagai National Disaster Management Day. Dan dari tanggal 5 Agustus-30 September diselenggarakan Disaster Management Week. Kegiatan berupa seminar, lomba poster, pameran dan puncaknya 1 September dilakukan simulasi evakuasi (tanggap darurat) serentak di daerah kawasan pesisir rawan bencana.

1.Jepang merupakan negara yang mempunyai manajemen bencana tercanggih. Bahkan, Jepang tidak cuma fokus pada mitigasi bencana, tapi juga terhadap pendidikan publik untuk kesiagaan bencana. Masyarakat harus berlatih terus menerus menghadapi bencana. Setiap semester ada pelatihan bencana. Persiapan dan penanggulangan bencana, ditata dengan baik sehingga menjadi bagian dari kebiasaan, budaya dan pengetahuan. Hal tersebut membuat orang jepang memiliki ketenangan saat bencana.

2.Jepang punya early warning system (sistem peringatan dini) yang cukup bagus, bangunan tahan gempa, skala gempa serta aturan masing-masing di tiap wilayah. Contohnya ada wilayah batas 1 dan seterusnya yang menjadi aturan kawasan di mana penduduk tidak diperbolehkan tinggal. Jepang sudah menerapkan mitigasi struktural dengan membangun bangunan pantai sepanjang garis pantai yang rawan bencana tsunami, termasuk di wilayah yang saat ini dihantam bencana tsunami sendai 2011. Misal, pemecah gelombang khusus tsunami lainnya dibangun di Kamaishi dari tahun 1978 – 2008. Kedalaman bangunan ini mencapai -63 meter.

3.Jepang menerapkan sistem pertahanan berlapis seperti yang dibangun di Sendai, yakni pemecah gelombang lepas pantai, dunes, tanggul, dan hutan pantai. Hutan pantai dipercaya dapat mereduksi hantaman tsunami.

EVLINA NOVIYANTI

Mahasiswi, PLANOLOGI, ITS-Surabaya

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun