Mohon tunggu...
Evlina Noviyanti
Evlina Noviyanti Mohon Tunggu... -

mahasiswi planologi ITS angkatan 2009

Selanjutnya

Tutup

Money

Percepatan Pembiayaan Pembangunan Perumahan Dengan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan)

8 Januari 2012   01:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:11 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang??

Perumahan merupakan kebutuhan pokok pada saat ini. Terlebih lagi ketika saat ini pertumbuhan penduduk semakin meningkat dan urbanisasi juga semakin meningkat. Kota dituntut untuk menyediakan lahan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal manusia.

Dinyatakan Indonesia ke depan membutuhkan sekitar 13 juta rumah baru bagi masyarakat. Data tersebut diperoleh berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 lalu.

Permasalahan penyediaan perumahan di perkotaan secara empiris dapat tergambar dari penghitungan backlog (walaupun penghitungan ini tidak dapat menjadi rujukan yang jelas), dimana berdasarkan data yang diambil dari Rencana Strategis Kemenpera 2010- 2014 sepanjang periode 2005 – 2009 kekurangan rumah mencapai 7,4 juta unit. Besarnya nilai kekurangan penyediaan rumah untuk MBR secara spesifik disebabkan karena kendala pada pembiayaan pembangunan. Kendala ini secara holistik dihadapi oleh Pemerintah (yang saat ini masih berperan sebagai provider perumahan untuk MBR) dan juga masyarakat yang tidak mampu untuk mengakses elemen – elemen pembentuk rumah baik lahan (karena lahan perkotaan yang mahal dan bergantung pada prinsip locational land rent), biaya konstruksi, bahan bangunan, dan sebagainya. Selain itu, kondisi ini kemudian juga diperparah dengan terjadinya misplaced philatropism dalam arti bahwa perumahan yang disediakan oleh pemerintah untuk golongan menengah kebawah (berupa Rusun maupun RSH) tidak betul – betul dinikmati mereka (non target group), melainkan dinikmati oleh kelompok bukan sasaran dan merupakan sebagian pemecahan akan kebutuhan perumahan di kota.

Diperlukan metode dalam proses pembiayaan pembangunan perumahan tersebut agar dalam prosesnya dapat mempermudah terealisasinya pembangunan perumahan, metode FLPP muncul sebagai suatu metode dalam pembiayaan perumhan untuk membantu tersedianya dana murah jangka panjang untuk membangun perumahan rakyat.

Apa itu FLPP??

FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) merupakan kebijakan baru Kemenpera sebagai pengganti subsidi bunga cicilan perumahan yang selama ini kita kenal. Kebijakan ini antara lain bertujuan agar terus tersedianya dana murah jangka panjang untuk membangun perumahan rakyat. Seperti diketahui pada tahun ini pemerintah menargetkan penyaluran FLPP bagi 210.000 unit rumah masyarakat berpenghasilan maksimum Rp4,5 juta per bulan.

Secara kuantitatif FLPP akan memfasilitasi penerbitan 24.000 unit KPR sejahtera tapak (RSH) dan 1500 unit KPR sejahtera susun. Selain itu menurut beberapa informasi, dilakasanakannya FLPP ini akan dapat menyediakan sumber dana perumahan yang murah dan jangka panjang (suku bunga single digit) bagi masyarakat. Berkaitan dengan uang muka maka FLPP akan mematok minimal 10 % dari total harga rumah sejahtera tapak senilai 50 juta dan 144 juta untuk Rusunami. Dengan demikian FLPP ini bertujuan untuk meningkatkan daya beli yang pada akhirnya akan membantu masyarakat berpendapat rendah dan menengah untuk mendapatkan rumah murah.

Bagaimana metodenya dalam pembiayaan pembangunan??

Dana ini dikelola Pusat Pembiayaan Perumahan dengan menggunakan metode blended financing dimana dana dari APBN dicampur dengan sumber dana perbankan dan sumber lain. Hasil pencampuran dana ini akhirnya menghasilkan dan dengan bunga rendah.

Dibanding pola subsidi lama FLPP memiliki beberapa kelebihan. Selain akan tersedia dana murah jangka panjang  uang pemerintah juga tidak hilang karena dana APBN yang dikeluarkan tetap dikembalikan melalui cicilan yang dilakukan masyarakat.Adanya dana FLPP ini maka masyarakat yang membeli  RSH akan mencicil dengan bungan rendah, berkisar 8-9 persen saja. Bungan cicilan rendah ini akan berlaku tetap hingga pembeli rumah melunasinya. keterjangkauan angsuran KPR bersubsidi diberikan secara terbatas selama masa subsidi yaitu 4 tahun hingga 10 tahun, optimalisasi pemanfaatan dana APBN sejalan dengan keuangan negara. Alasan lain yakni memerangi rezim suku bunga tinggi melalui penyediaan dana murah jangka panjang sampai dengan melembaganya Tabungan Perumahan Nasional (TPN) serta daya tarik bagi sumber daya lain untuk berperan dalam pembiayaan perumahan.

Dalam melakukan kebijakan ini kemenpera telah bekerjasama dengan beberapa bank swasta nasional serta Asosiasi Bank Pembangunan Daerah serta beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk melaksanakan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) juga telah menandatangani perjanjian kerjasama operasional (PKO) dalam rangka pengadaan perumahan dengan kredit kepemilikan rumah (KPR) melalui FLPP pada 4 bank nasional yakni Bank Tabungan Negara (BTN), BTN Syariah, Bank Bukopin dan Bank Negara Indonesia (BNI).

Apa Permasalahannya dalam Penerapannya??

Pembiayaan rumah bersubsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) diperkirakan tidak akan bisa berjalan optimal pada tahun ini, akibat minimnya daya dukung APBN. Pembiayaan rumah bersubsidi dengan skema FLPP akan sangat membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk bisa memiliki rumah, karena skema tersebut akan mampu menurunkan suku bunga perbankan sampai pada kisaran 8,15%-9,95% dengan tenor kredit selama 15 tahun. Namun, posisi kas BLU-PPP sampai saat ini hanya terisi Rp2,l triliun yang berasal dari pos FLPP pada tahun lalu sebesar Rp2,6 triliun, di mana Rp500 miliar dari jumlah itu sudah diserap perbankan.

Seperti diketahui pada tahun ini pemerintah menargetkan penyaluran FLPP bagi 210.000 unit rumah masyarakat berpenghasilan maksimum Rp4,5 juta per bulan.  Anggaran FLPP tahun ini sebesar Rp3,57 triliun lebih besar dibandingkan tahun lalu Rp2,6 triliun. Sampai dengan bulan ini.

Selain itu, dengan 9 bank pembangunan daerah (BPD) yaitu BPD Sumatera Utara, BPD Sumatera Utara Syariah, BPD Sumatera Selatan - Bangka Belitung, BPD Riau-Kepulauan Riau, BPD Riau-Kepri Syariah, Bank Nusa Tenggara Timur, Bank Kalimantan Timur, Bank Papua dan Bank Jawa Barat - Banten.

Permasalahannya kurang berjalan optimal system pembiayaan perumahan nasional yang ada di Indonesia pada saat ini tergolong sebagai sistem pembiayaan perumahan yang belum lengkap dan belum terintegrasi. Dikatakan belum lengkap dan belum terintegrasi karena masih belum dijumpai keberadaan komponen-komponen tertentu, khususnya lembaga keuangan perumahan khusus untuk segmen menengah ke bawah dan lembaga sekunder perumahan yang duperlukan untuk membentuk mata rantai tersebut (Widiarto 2003).

Oleh karena itu integrasi yang memungkinkan sinergi pembiayaan perumahan anatara serkuit swasta dan pemerintah belum terjadi. Hal ini menyebabkan pembangunan perumahan mempunyai kapasitas yang terbatas, cenderung informal dengan konsekuensi lingkungan perumahan yang cenderung sub-standart, dan kurang dapat menjangkau golongan pendapatan menengah ke bawah. Ditambah dengan tidak stabilnya kelembagaan pemerintah untuk sektor perumahan dalam pergantian kabinet, memperkuat kelemahan sistem pembiayaan perumahan nasional.

Rekomendasi dan Saran


  1. Untuk mendukung skim pembiayaan dana tabungan perumahan, perlu adanya dukungan sinergis antara beberapa stakeholders seperti pengembangan (REI), Perbankan dan Pemerintah Pusat maupun daerah.
  2. Untuk mengatasi masalah perumahan diperlukan sinkronisasi program serta sinergi antar lembaga. Selain itu, juga bergantung pada sejauh mana perhatian pemerintah daerah setempat untuk mendukung program perumahan di daerah.
  3. Perlu suatu koordinasi yang matang antara kerjasama yang telah dilakukan oleh pemerintah dan swasta, agar FLPP tidak hanya sekedar metode saja namun dapat diaplikasikan langsung demi kesejahteraan rakyat.
  4. Perlu adanya transparansi proses keuangan yang jelas baik dari pihak swasta dan pemerintah, sehingga dalam prosesnya tidak terjadi kesalahpahaman sehingga tidak ada lagi terjadi pencairan dana yang terlambat akibat proses administratif atau yang lainnya yang harusnya dapat terselesaikan dengan cepat.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun