Mohon tunggu...
Evita Nur Haliza
Evita Nur Haliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa D4 Perbankan dan Keuangan Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sudahkah Earmarking Tepat Alokasi?

29 September 2022   00:02 Diperbarui: 29 September 2022   00:04 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara berkembang yang penuh dengan pembangunan di berbagai daerah. Selain pembangunan, infrastruktur perlu dipelihara untuk pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu sumber pendanaan untuk pemeliharaan infrastruktur adalah earmarking. Adapun kebijakan ini merupakan penerimaan pajak sebagian yang digunakan untuk mendanai pengeluaran yang berkaitan dengan pemungutan pajak tersebut dan merupakan salah satu wujud peningkatan dan perbaikan good governance dan clean government

Penerapan earmarking tercermin pada beberapa pajak daerah. Hal ini tidak terlepas dari desentralisasi fiskal yang mengharuskan pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk membiayai pengeluarannya. Jenis pajak daerah yang termasuk dalam earmarking adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dengan alokasi minimal 10%, Pajak Rokok dengan alokasi minimal 50%, dan Pajak Penerangan Jalan dengan alokasi sebagian. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Untuk Pajak Kendaraan Bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum, untuk Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal, dan untuk Pajak Penerangan Jalan dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan (penjelasan umum UU No. 28 Tahun 2009).

Kebijakan earmarking pada jenis Pajak Kendaraan Bermotor tidak efektif ditetapkan sebagai sumber anggaran dana pemeliharaan jalan, sebagai contoh Kota Surabaya yang merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia tentu saja mobilisasi transportasi berupa kendaraan bermotor sangatlah banyak. Akan tetapi mayoritas kendaraan yang melewati jalanan Kota Surabaya berasal dari kota-kota lain di luar Surabaya. Hal ini menyebabkan dana yang terkumpul di earmarking tidak sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan jalan. 

Masalah ini muncul karena pajak kendaraan bermotor akan dibayar berdasarkan asal kendaraan dan bukan di mana kendaraan itu berlalu lintas. Dengan kata lain, kebijakan earmarking tidak berdasarkan dengan kondisi lokal, karena kebutuhan pemeliharaan jalan berbeda-beda di setiap wilayah di Indonesia. 

Selain pembangunan di berbagai daerah yang berbeda, kebijakan earmarking juga bisa menjadi peluang besar untuk disalahgunakan. Hal ini terjadi karena pemerintah pusat tidak memiliki pemantauan dan evaluasi khusus terhadap alokasi dan kebutuhan dana. Kebijakan earmarking tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Anggaran dana kebijakan earmarking untuk pemeliharaan jalan bergantung pada pembayaran pajak kendaraan bermotor. Pemerintah mengajak masyarakat untuk menggunakan angkutan umum untuk mengurangi jumlah kendaraan dan polusi udara, sehingga pengayoman pemerintah dapat menekan besaran pajak kendaraan bermotor.

Dikutip dari jurnal Pemikiran Administrasi Negara yang bertajuk “Pajak Rokok dalam Kebijakan Anggaran Kesehatan di Provinsi Jawa Barat”, alokasi khusus dari pajak rokok di Jawa Barat telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di mana 50% dari hasil pungutan pajak rokok dialokasikan pada pelayanan kesehatan, namun pada penyerapannya masih belum maksimal karena waktu yang terlalu singkat dalam mengelolanya dan cenderung sebagian dikembalikan kepada Kas Daerah. 

Kontribusi pajak rokok memang cukup menjanjikan bagi Dinas Kesehatan Jawa Barat yang bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan peralatan medis di rumah sakit yang berada di bawah naungannya. Hasil pajak rokok yang masuk tiap tahunnya dapat menjamin pembiayaan publik yang lebih baik dan pemberian layanan kesehatan, terutama dalam mengatasi dampak kesehatan masyarakat dari merokok. 

Pajak dapat memberikan pendanaan yang lebih baik dan kontinuitas dapat mengakibatkan biaya yang lebih rendah dan penyelesaian proyek yang lebih cepat, dalam hal ini pajak rokok dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal kesehatan yang timbul dari dampak rokok itu sendiri, dan bagi pemerintah daerah mengatakan bahwasanya pajak rokok ini dapat digunakan tiap tahunnya untuk membantu pemenuhan alat kesehatan Di sisi lain, industri rokok yang besar juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, meskipun ada dilema dalam situasi dimana merokok telah menjadi gaya hidup semua orang.

Selanjutnya mengenai Pajak Penerangan Jalan, sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 28 Pajak Penerangan Jalan (PJJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang hasilnya sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Dalam konsep earmarking pajak penerangan jalan tidak ada besaran minimal alokasinya, jadi anggaran belanja dalam hal penyediaan sarana prasarana penerangan jalan umum disesuaikan dengan kebutuhan. 

Di dalam Jurnal EMBA yang berjudul “Analisis Penerapan Kebijakan Earmarking Tax pada Pemungutan Pajak Penerangan Jalan di Kota Bitung” menyatakan bahwa penerapan earmarking tax pada pajak penerangan jalan di Kota Bitung sudah diterapkan dan dilaksanakan sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009 bahwa untuk pajak penerangan jalan alokasi dananya adalah sebagian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun