Mohon tunggu...
Evi Mulyani
Evi Mulyani Mohon Tunggu... Dosen Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dan Mahasiswa Program Doktor Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Saya salah satu dosen di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, dengan latar belakang pendidikan di bidang kesehatan yaitu Farmasi. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR) merupakan salah satu Universitas swasta terbaik di Kalimantan Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Farmakologi Abad Pertengahan : Pelajaran dari Dunia Islam untuk Sains Obat Masa Kini

4 Juli 2025   10:40 Diperbarui: 4 Juli 2025   09:41 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ditengah  penelitian ilmiah farmasi modern yang berpacu menemukan obat-obatan inovatif saat ini, kita sering mengarahkan pandangan ke laboratorium berteknologi tinggi atau pusat penelitian terkemuka. Namun, tahukah Anda bahwa fondasi penting ilmu farmakologi—studi tentang bagaimana obat berinteraksi dengan sistem biologis—telah diletakkan berabad-abad lalu di sebuah peradaban yang kini sering terlupakan dalam narasi sains modern: Dunia Islam abad pertengahan?
Jauh sebelum era mikroskop dan rekayasa genetika, para cendekiawan Muslim bukan sekadar peramu herbal. Mereka adalah pionir farmakologi yang mengembangkan metode ilmiah, standardisasi, dan etika profesi yang relevan hingga hari ini. Menengok kembali "apotek" dan "laboratorium" mereka memberikan pelajaran berharga bagi sains obat masa kini.

Para ilmuwan Muslim di era keemasan Islam, mulai abad ke-8 Masehi, telah menunjukkan pendekatan yang luar biasa empiris. Mereka tidak hanya mengandalkan warisan pengobatan kuno, tetapi juga melakukan observasi sistematis dan eksperimen terhadap tanaman, mineral, dan produk hewani dari berbagai belahan dunia dalam memahami efek obat. Contoh paling menonjol adalah Ibnu al-Baytar (wafat 1248 M), seorang ahli botani dan farmasi dari Andalusia (Spanyol Muslim). Dalam karyanya yang monumental, Kitab al-Jami` li-Mufradat al-Adwiya wa al-Aghdhiya (Koleksi Komprehensif tentang Obat-obatan dan Makanan Sederhana), ia mendeskripsikan lebih dari 1.400 jenis obat. Yang istimewa adalah detail yang disajikannya: bukan hanya nama, tetapi juga sumbernya, cara penyiapan, dosis yang tepat, dan efek samping yang mungkin terjadi. Ini merupakan bentuk awal dari ilmu farmakologi dan toksikologi. 

Lebih dari itu, mereka merevolusi bentuk sediaan obat. Sebelum mereka, banyak obat diberikan dalam bentuk bubuk kasar atau ramuan pahit yang sulit dikonsumsi. Ilmuwan Muslim mempelopari pembuatan sirup (dari bahasa Arab sharab), pil, pastiles, dan supositoria. Ini adalah inovasi krusial yang membuat obat lebih mudah diterima pasien, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan dosis yang lebih akurat—sebuah prinsip dasar dalam pengembangan formulasi obat modern.  Warisan farmakologi Islam abad pertengahan memberikan beberapa pelajaran penting yang tetap relevan untuk sains obat masa kini yang meliputi :

1.Pendekatan Holistik dan Empiris: Di era big data dan machine learning dalam penemuan obat, kita bisa belajar dari ketekunan mereka dalam observasi empiris dan eksplorasi sumber daya alam. Banyak senyawa baru masih dapat ditemukan dari biodiversitas yang belum tereksplorasi sepenuhnya.
2.Pentingnya Formulasi dan Kepatuhan Pasien: Inovasi dalam sirup dan pil menunjukkan bahwa efektivitas obat tidak hanya terletak pada zat aktifnya, tetapi juga pada bagaimana obat itu diformulasikan agar mudah dan aman dikonsumsi. Ini krusial dalam pengembangan obat untuk anak-anak, lansia, atau pasien dengan kondisi khusus.
3.Etika dan Regulasi yang Kuat: Di tengah tantangan peredaran obat palsu dan isu keamanan sediaan farmasi, komitmen terhadap etika profesi dan pengawasan kualitas yang diterapkan peradaban Islam menjadi model. Integritas dalam riset dan produksi obat adalah kunci kepercayaan publik.
4.Farmakope sebagai Standar Universal: Konsep penyusunan farmakope komprehensif oleh Ibnu al-Baytar menekankan pentingnya standardisasi global dalam daftar obat, dosis, dan metode pengujian—sebuah pilar dalam regulasi farmasi internasional.
Farmakologi abad pertengahan dari dunia Islam bukan sekadar sejarah museum. Ia adalah cetak biru inovasi, dedikasi ilmiah, dan etika yang terus bergema. Dengan memahami akar-akar ini, kita tidak hanya menghargai kontribusi masa lalu, tetapi juga memperoleh inspirasi dan wawasan untuk menavigasi kompleksitas sains obat di masa kini dan masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun