Berapa lama lagi rakyat harus menonton harta negara dirampok, sementara para pelakunya santai menyembunyikan aset?
RUU Perampasan Aset seharusnya menjadi jawaban, tetapi yang terdengar justru alasan klise: "Aturannya belum cocok dengan sistem hukum kita"
Dalih ini terdengar akademis, seolah masalahnya hanya beda tradisi hukum: civil law ala Eropa Kontinental vs common law Anglo-Saxon. Padahal bila ditelisik, argumen itu rapuh dan lebih tepat dibaca sebagai tameng politik.
Dalih Hukum yang Goyah
Betul, Indonesia menganut sistem hukum tertulis. Tetapi kodifikasi bukanlah tembok yang tak bisa ditembus. Banyak negara civil law justru membuktikan sebaliknya.
Italia, dengan sistem hukum yang kaku, berani menerapkan preventive confiscation untuk melawan mafia. Prancis menyesuaikan aturan agar bisa menyergap harta hasil kejahatan. Korea Selatan melakukan hal yang sama untuk menekan korupsi pejabat. Singapura bahkan lebih maju, dengan Confiscation of Benefits of Crime Act yang membuat negara bisa bertindak cepat tanpa menunggu vonis pidana.
Jika mereka bisa menyesuaikan hukum demi rakyat, mengapa Indonesia terus bersembunyi di balik alasan "tidak cocok"?
Masalah Sesungguhnya: Waktu dan Aset
RUU Perampasan Aset bukan sekadar soal hukum, melainkan soal kecepatan negara melawan kecerdikan koruptor.
Proses hukum kita lambat: penyidikan, persidangan, banding, kasasi, itu bertahun-tahun. Tetapi aset bisa berpindah tangan dalam hitungan jam. Dijual, dialihkan, atau dipindahkan ke luar negeri. Sejarah sudah penuh dengan buktinya: