Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keputusan MK tentang Noken, Bagaimana Seharusnya Kita Melihat

22 Agustus 2014   19:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408684944505558247

[caption id="attachment_354564" align="aligncenter" width="569" caption="Noken (Sumber : www.metrotvnews.com)"][/caption]

Kemarin, seluruh mata rakyat Indonesia, atau paling tidak mayoritasnya, tertuju kepada sidang keputusan di MK. Bahkan mungkin tidak sedikit yang menunggu-nunggu dari beberapa hari sebelumnya, termasuk saya. Bukan karena saya menunggu-nunggu apa keputusan MK terkait Prabowo dan Jokowi tapi bagaimana MK menyikapi tuntutan kubu Prabowo terkait sistem Noken yang digunakan di beberapa tempat di Papua.

Beberapa waktu kebelakang memang muncul berbagai artikel yang membahas sistem Noken, bahkan di Kompasiana diadakan jejak pendapat. Beberapa tulisan terkait sistem Noken tersebut, jujur saya katakan, membuat saya sebagai orang Papua sedikit tersinggung. Saya percaya sampai detik ini masih banyak yang mengernyitkan dahi bila memahami sistem Noken, berbagai pendapat seperti “mana demokrasinya?” pasti akan muncul. Tulisan ini bermaksud memahamkan pembacanya tentang arti sebuah sistem Noken bagi orang Papua yang menggunakan sistem ini.

Noken, Entitas Penting Dari Budaya Papua

Noken, secara kasat mata bisa disebut sebagai tas anyaman yang terbuat dari serat kulit kayu yang berfungsi untuk membawa kebutuhan sehari-hari seperti hasil bumi bahkan untuk menggendong bayi. Pola kehidupan masyarakat Papua pegunungan tengah yang bercocok tanam dan banyak mengambil hasil bumi dari hutan yang mengambil jarak yang begitu jauh dari pemukiman, menjadikan Noken seperti “rumah kedua”. Semakin kuat dan besar noken yang dibuat, semakin banyak juga hasil bumi dan kebutuhan sehari-hari yang bisa dibawa ke pemukiman atau dibawa ketika berpergian jauh.

Secara simbolistik, Noken dapat dimaknai sebagai arti dari kehidupan yang baik, perdamaian dan kesuburan. Pembuatan Noken adalah “hak” khusus bagi para wanita Papua, hanya kamilah yang boleh membuat Noken. Wanita Papua yang baik bisa membuat Noken dengan baik pula, wanita Papua yang belum bisa membuat Noken dengan baik, dianggap belum menjadi wanita yang sesungguhnya. Pria, sama sekali tidak boleh membuat Noken.

Noken, Dalam Sistem Pemilu

Sudah diketahui oleh umum, bahwa dalam pemilu, sistem Noken terbagai menjadi dua yaitu sistem Noken Gantung dan sistem Big Man. Sebagian dari masyarakat umum yang kontra terhadap sistem Noken, ada yang masih bisa “bertoleransi” dengan sistem Noken Gantung karena masyarakat dari anggota suku bisa melihat ke dalam “noken” yang berisi suara yang sudah disepakati sebelumnya oleh anggota suku. Sedangkan sistem Big Man adalah masyarakat anggota suku menyerahkan penentuan suara sepenuhnya kepada ketua adat. Hal inilah yang diketahui masyarakat umum, yang tidak diketahui adalah proses yang terjadi dalam masyarakat sebelum pemungutan suara.

Pertama, ada musyawarah yang terjadi antara anggota masyarakat dengan ketua suku atau Bigman tentang apa yang akan mereka pilih dalam pemilu, jadi bukan keputusan mutlak dari Bigman seorang. Setelah ada satu suara bulat, kemudian surat dicoret sesuai dengan keputusan bersama. Dalam beberapa suku, setelah keputusan bulat muncul, maka akan diadakan pesta ria. Pesta ini menggambarkan kesukacitaan karena berhasil menghindari perpecahan karena perbedaan pilihan dalam pemilu. Masyarakat Papua pegunungan merupakan masyarakat yang homogen, mereka berkerja dan menjalankan kehidupannya secara kolektif, sehingga hubungan antar anggota suku masih sangat bersifat personal. Perbedaan pendapat dalam pemilu, dapat merusak harmoni dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Di sinilah dapat dilihat Noken dalam simbol perdamaian.

Kedua, karena merupakan masyarakat dengan hubungan personal yang sangat tinggi, maka tindak-tanduk saeorang anggota masyarakat dalam sebuah suku akan menjadi penilaian terhadap posisi seorang anggota masyarakat dalam sebuah suku. Bigman merupakan orang yang dianggap bisa membawa sukunya dalam kesejahteraan dan bisa menghindarkan mereka dari perang antar suku yang sering terjadi di Papua. Bigman menjadi sosok yang dianggap pantas mendapatkan mandat karena dipercaya oleh anggota suku lainnya.

Sistem Noken = Kegagalan Pemerintah Untuk Mengurus Papua?

Banyak yang mengatakan secara eksplisit di kolom kontra dalam kotak suara di Kompasiana bahwa bahwa penggunaan Sistem Noken di Papua adalah kegagalan pemerintah untuk memajukan Papua. Benarkah? Sistem one man one vote yang dilaksanakan di Indonesia selain Sistem Noken adalah buah perkembangan demokrasi modern di Eropa yang mempunyai semangat individualism dimana setiap orang bebas menentukan pilihannya. Hal ini tidak bisa dilaksanakan di masyarakat adat Papua yang menjalankan kehidupannya dengan kolektivitas yang tinggi. Ketika dipaksakan, malah akan merusak struktur masyarakat tersebut.

Dunia internasional pun memahami hal tersebut, bahwa masyakarakat adat harus dilindungi haknya. Hal ini tertulis ketika tanggal 12 September 1982 Majelis Umum PBB mengesahkan United Nations Declaration on the Right of Indigenous People (UNDRIP) yang berisis salah satunya bahwa pemerintah harus memenuhi dan mengakui hak-hak masyarakat adat di bidang politik, dalam artikel 13 poin 2 berbunyi : States shall take effective measures to ensure that this right is protected and also to ensure that indigenous people can understand and be understood in political, legal and administrative proceedings, where necessary through the provision of interpretation or by other appropriate means.

Bagaimana Seharusnya Kita Melihat

Keputusan MK tentang Sistem Noken melegakan saya sebagai orang Papua, bukan karena saya pendukung Jokowi atau Prabowo. Sistem one man one vote mungkin bisa dilaksanakan di mayoritas tempat di dunia, tapi pemaksaan sistem ini di masyarakat adat Papua, menurut saya tidak benar. Keputusan MK terkait Sistem Noken, menurut saya adalah buah pemahaman pemerintah terhadap pluralitas Indonesia sebagai suatu kekayaan negara yang patut dilindungi.

Ketika dunia internasional bisa menghargai hak politik masyarakat adat, kenapa kita tidak bisa menghargainya juga?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun