Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Guru Memerdekakan Murid?

9 Maret 2022   12:10 Diperbarui: 9 Maret 2022   12:18 13592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Apa yang terpikirkan saat kita mendengar kata merdeka? Merdeka berkonotasi positif sebab maknanya dekat dengan kebebasan dan keleluasaan untuk menentukan nasib sendiri, mandiri, dan tercerahkannya masyarakat. Kebalikan dari merdeka adalah terbelenggu, tertekan, dan bergantung serta tak dapat menentukan tujuannya sendiri.

Ki Hajar Dewantara melalui tujuan asas pendidikan melalui perguruan taman siswa merancang sistem pendidikan yang menentang sistem yang saat itu ada. Pendidikan pada zaman kolonialis serba diskriminatif bagi kaum terjajah. Bumiputera pelajar dididik secara materialistis dan pendekatan pengajaran untuk menerima perintah dengan kepatuhan mutlak tanpa membuka ruang bagi kebebasan berpikir dan menemukan kesadaran tentang diri sendiri, terlebih kesadaran tentang bangsanya. Pendidikan hanya transfer ilmu, namun kering keteladanan dan pembentukan karakter.

Ki Hajar Dewantara mengembalikan hak pendidikan bagi masyarakat secara luas dengan mengembalikan kiprah pendidikan sebagai pembentuk kebudayaan. Beliau berpendapat mendidik anak berarti mendidik masyarakat. Anak-anak kelak akan menjadi bagian dari masyarakat dan akan membentuk kebudayaan masyarakat. Oleh karena itu saat guru berhadapan dengan muridnya maka sesungguhnya sang guru sedang mendidik rakyat.

Dengan tugas dan tujuan pendidikan yang penting bagi masa depan, kiprah guru dan siswa di dunia pendidikan hendaknya kembali pada kodratnya masing-masing yang sesuai dengan ciri khas bangsa tanpa merendahkan bangsa yang lain sebab sebagai bagian dari masyarakat yang terdidik kita juga harus menjaga ketertiban dunia.

Mengapa Merdeka Belajar?

Indonesia menghadapi krisis pendidikan jauh sebelum pandemi covid-19 yang menyebabkan siswa mengalami ketertinggalan belajar dan kesenjangan belajar antara anak-anak Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh pembelajaran jarak jauh yang memerlukan adaptasi teknologi dan pedagogi yang berbeda jauh dengan sebelum diberlakukannya PJJ.

Upaya memperbaiki ketertinggalan belajar dan kesenjangan belajar adalah dengan melatihkan merdeka belajar. Pendidik yang merdeka belajar merupakan faktor pertama yang harus dicapai sebelum para pendidik ini dapat memerdekakan siswa dalam belajar. Merdeka belajar yang dikonsep oeh Ki Hajar Dewantara adalah proses among yang jauh dari pelaksanaan hukuman dalam pembelajaran.

Sistem among menghendaki pendidikan sebagai tuntunan. Pendidik tidak dapat berkehendak terhadap tumbuhnya murid sebab setiap anak memiliki kodratnya sendiri. Seperti petani yang tidak dapat berkehendak terhadap tumbuhnya padi untuk berubah dari kodratnya sebagai padi dan bagaimana padi tersebut dapat tumbuh dan berkembang dari segi panjang, massa, atau kesuburannya. Seorang petani hanya dapat memelihara tanaman padi itu sebaik-baiknya, memenuhi nutrisi yang diperlukannya untuk dapat tumbuh.

Mencermati kodrat murid tersebut, pendidikan harus mencakup ranah cipta, rasa, dan karsa atau kognitif, afektif, dan psikomotorik anak agar mereka menjadi manusia yang dapat menjawab tantangan yang sesuai dengan zamannya.

Sistem pendidikan sering dimaknai sebagai sistem besar yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah atau pemangku kekuasaan. Nyatanya, pendidikan adalah sistem yang terjadi di dalam keluarga, ruang kelas, dan bahkan kelompok diskusi kecil kita. Melalui komunitas belajar tersebut, seorang guru dapat membentuk kecerdasan dan karakter anak secara simultan. 

Merdeka belajar menghendaki anak memiliki rasa memiliki terhadap proses belajarnya sebab dia sendiri yang menentukan tujuan belajarnya dan apa yang dipelajarinya benar-benar menarik perhatian dan motivasi internalnya. Hal ini hanya dapat terjadi pada diri pembelajar apabila pendidikan tersebut dekat dengan kepentingan dan kebutuhan anak di masa sekarang maupun di masa depan.

Guru Adaptif Terhadap Perubahan

Perbaikan pembelajaran bagi seluruh siswa di Indonesia yang terdampak krisis belajar di Indonesia harus dimulai dari guru yang adaptif terhadap perubahan. 

Dengan situasi dan tantangan yang berbeda tak mungkin guru tetap bertahan dengan pola mengajar yang lama. Terlebih bila kita memiliki cita-cita untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia demi bangsa dan negara yang lebih bermartabat dan menyejahterakan masyarakatnya. 

Seperti Ki Hajar Dewantara yang menyadari bahwa ketimpangan yang dialami bangsa akibat penjajahan obatnya adalah dengan mendidik rakyat untuk menyadari jati dirinya. Kita adalah manusia yang diberikan kebebasan untuk menentukan nasib dan tujuan yang sesuai dengan kodrat dan potensi diri kita yang sesuai dengan aturan dan ketertiban bersama.

 Sudahkah menjadi guru yang beradaptasi dengan perubahan?

Guru adaptif yang ingin memerdekakan murid harus terlebih dahulu memaknai dan menghayati diri sebaai manusia yang merdeka untuk terus belajar.  

Guru yang diperlukan siswa adalah guru yang bersikap lembut, menyimak pendapat siswa, menyemangati dan membantu siswa mencapai titik balik yang membuatnya menyadari menemukan potensi dan menemukan bahwa dirinya berbakat dalam suatu bidang. 

Pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara menjadikan perguruan sebagai rumah kedua yang membuat siswa dapat menemukan keluarga keduanya tempat mereka menemukan perilaku asah, asih, dan asuh dari pendidiknya yang dipanggil dan berperan sebagai bapak dan ibu siswa di lingkungan perguruan.

Pendidikan yang menyiapkan kecakapan dan karakter siswa menuju revolusi industri adalah menghadirkan pendidikan yang menuntun siswa berkolaborasi bukan berkompetisi, mandiri bukan bergantung  dan memberikan empati, menuntun untuk selamat dan bahagia bukan merasa takut, terintimidasi, atau dipermalukan.

Dalam Jurnal Filsafat Indonesia Vol 3 No 3 Tahun 2020,  Dela Khoirul Ainia menyimpulkan bahwa merdeka belajar merupakan suatu langkah yang tepat untuk mencapai pendidikan yang ideal untuk mempersiapkan generasi yang tangguh, cerdas, kreatif, dan memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia; merdeka belajar mempertimbangkan aspek keseimbangan cipta, rasa, dan karsa dan tidak seperti selama ini yang hanya menilai keberhasilan pendidikan dari pencapaian keterserapan pengetahuan tanpa diimbangi kedewasaan sikap atau budi pekerti unggul dan ketrampilan yang dibutuhkan siswa dalam kehidupan pribad, sosial, lokal, hingga global.

Sekilas tentang merdeka belajar yang sesuai konteks zaman

Awalnya seorang guru perlu berefleksi pada masa-masa dimana dia awal menjadi seorang guru. Cita-cita, harapan, semangat, motivasi dan tekad seperti apa yang mendasarinya mengambil profesi mulia ini harus dipertanyakan kembali. Mencari guru ideal dalam diri kita tidaklah sulit. Kita hanya perlu duduk merenung dan mengingat masa-masa sekolah kita. 

Akan ada wajah guru yang selalu membangkitkan kenangan indah dan perasaan haru pada wajah guru yang mendidik dan berjasa bagi   kita. Kita tinggal menanyakan pada diri kita sendiri sudahkah kita menjadi sosok guru seperti yang kita idolakan tersebut?

Pedidikan dalam merdeka belajar jauh dari pendidikan kolonial yang mengekang, menghukum, dan tak membuka kesempatan bagi anak untuk berpikir seluas-luasnya. 

Pendidikan yang diperlukan anak bukan lahirnya saja menyelesaikan materi dan tuntutan kurikulum hingga mencapai kecerdasan kognitif, namun tak memberikan kecerdasan batin yang jauh lebih diperlukan murid dalam  hidup dan kehidupannya. Teori tanpa praktik akan menjadi kenang-kenangan yang tak nenbawa manfaat bagi siswa.

Ki Hajar Dewantara menggabungkan teori tabularasa yang menganggap anak seperti kertas kosong yang dapat diisi apa saja dan teori negatif yang berpandangan bahwa anak seperti kertas yang sudah terisi penuh. K Hajar Dewantara menggabungkan kedua teori tersebut menjadi teori konvergensi yang berpandangan bahwa anak seperti kertas yang sudah terisi tulisan-tulisan samar dan tugas pendidik untuk membuat tulisan samar tersebut menjadi tulisan yang jelas. 

Guru harus dapat menghindarkan murid dari pengaruh negatif dan memaksimalkan sifat biologis maupun sifat intelligible murid agar menjadi pribadi yang condong ke arah sifat yang positif dan utama serta menutup sifat/watak atau sifat hidup perasaan yang negatif seperti pemalu, marah, benci, malas, inferior, dan lain sebagainya.

Tugas menuntun tersebut hendaknya mengingat prinsip trikon yaitu kontinuitas, konvergen, dan konsentris.  Pendidikan adalah untuk mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dan budi pekerti yang sesuai karakter bangsa sekaligus untuk berkontribusi dalam menciptakan kedamaian dunia dengan tetap berpijak pada budaya bangsa sendiri.

Hal lain yang harus diperhatikan oleh pendidik adalah bahwa pendidikan harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman dimana murid berada. Pendidikan yang hanya menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan bukanlah pendidikan yang menuntun secara penuh dan menyeluruh sehingga tidak akan mengantarkan murid pada kebahagiaan dan keselamatan sebagai aktor masa depan yang membentuk wajah masyarakat Indonesia di masa depan.

Kita tak ingin menghadirkan generasi yang pintar namun tak memiliki kompetensi untuk memanfaatkan dan mengamalkan ilmu yang diperolehnya di bangku sekolah. Terlebih menghadirkan generasi yang pintar dan cakap namun tak memiliki keunggulan budi pekerti yang mampu membawa kebaikan dan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitarnya. 


Langkah kecil untuk membuat perubahan

Pengembangan karakter kadang tertutup oleh pengembangan kecerdasan kognitif dalam pembelajaran. Hal tersebut karena guru masih belum merdeka mengajar. Pola lama mengajar dan indikator penilaian lama yang lebih menekankan pada faktor kognitif membuat murid tak terdidik secara lahir dan batin. 

Melalui peniaian berbasis proyek untuk pengembangan profil peajar Pancasila guru akan medeka dalam mengembangkan bahan ajar dan mengajak anak-anak untuk merdeka belajar, memerdekakan mereka dari kungkungan pendidikan yang tak menghadirkan pembelajaran, tak menghadirkan perubahan ke arah yang lebih baik, dan tak menyiapkan murid untuk berkontribusi di masayarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun