Mohon tunggu...
Romeyn Perdana Putra
Romeyn Perdana Putra Mohon Tunggu... Keterangan Profil

Peneliti PNS Dosen Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adaik Basandi Sara', Sara' Basandi Kitabullah

25 September 2012   03:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:46 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adat sendinya Syariah, Syariah sendinya Kitab Allah (Al-Quran).


Luar biasa memang urang awak menyampaikan alur pikirnya dalam hidup berkehidupan. Baik kehidupan antar sesama manusia (hablum minannas) maupun manusia dengan tuhannya (habblum minallah). Bisa dikatakan orang minangkabau bila ditanyakan agamanya apa maka mereka dipastikan Islam. Sekian banyak cerdik pandai, alim ulama hadir karena tempaan alam minangkabau. Walau pekerjaannya preman (parewa) sekalipun, tapi bila ada kerabat atau orang kampung wafat, sang parewa pun mampu melafalkan doa ghaib atau malah menjadi imam bila tidak ada lagi pria dewasa yang lebih pantas.

Setiap hari Kultum di mushalla kami dilaksanakan ba'da dzuhur. Ustad yang mengisinya juga cuma dua orang. Tapi tak henti-hentinya kedua ustad saling menyerang mengenai pemahaman agamanya masing-masing. Topik yang paling hangat dan selalu berujung "Bid'ah" jadi kalimat pamungkas Ustad A. Tapi tak kalah semangatnya Ustad B: bila begitu kita jangan pakai pengeras suara (TOA Masjid) karena mengganggu istrahat warga baik muslim maupun non muslim, karena TOA tidak dicontohkan oleh nabi begitu pembelaannya.

Lalu suatu malam, tetangga kami kehilangan ibundanya tercinta. Umur sudah 80 tahun, sudah sangat direlakan oleh ketiga anak-anaknya. Ayahanda mereka sudah mendahului 15 tahun yang lalu. Cucu mereka pun sudah bererot. Tapi kami para tetangga sangat salut dengan anaknya ini. Anak-anak almarhumah sangat berpegang teguh pada adat istiadat. Kerbau dan semua kesiapan resepsi adat untuk menghantar handai taulan yang meninggal sudah disiapkan. Anda boleh tercengang kalau angka 50 juta paling minim dipersiapkan oleh sahibul bait demi kelancaran upacara adat pemakaman ibunda tersebut. Doa-doa disampaikan oleh seluruh pemangku adat beserta masyarakat komunitas adat daerah tersebut (gak usah disebutlah adat mana-biar tidak dicap SARU). Ustad A kembali berpendapat: Doa yang didengar Allah hanya dari Anak yang Soleh. Orang sekampung hanya mengantar mayat hingga liang lahat dengan sebelumnya "Memandikan" dan "Mengkafani".

Ketika sudah mulai reda dan suasana berkabung sudah menguap, naluri pengen tahu saya muncul. Apa yang terjadi bila keluarga sahibul bait tidak melaksanakan prosesi adat? jawabannya singkat, jelas dan padat: kami dikucilkan pak dari orang-orang kampung  ...


Suatu siang, boss saya menanyakan eksklusifitas masyarakat Minangkabau yang dirantau kalau mencari jodoh harus orang sekampung. Dengan becanda saya tanggapi: kalau menikahi orang sekampung saya gak sanggup pak, satu orang aja belum abis sampai sekarang bossss.....

Bukannya kamu disuruh orang tua harus kawin sesama urang awak?, kejar si boss. Bukan pak, bukan disuruh, Namun orang Minangkabau "DISARANKAN" untuk mencari jodoh sesama orang minang. Lho kok mau? tanya si Bos lagi. 'Gak harus kok pak boss, ada benarnya juga saran tetua kami itu'. Biar kami ingat pulang kampung. Coba bapak ke Kampung saya, banyak rumah besar-besar namun kosong. Karena anak-anaknya sudah jarang pulang kampung....hmmmmmm

Adat dan Hukum islam di Minangkabau

Kalau ada komunitas masyarakat yang menarik garis keturunan dari nama ibu, maka di Indonesia: hanya masyarakat Minangkabau satu-satunya. Ada bangsa Indian dan beberapa kekerabatan di dunia juga menganut Matrilineal ini. Tapi yang menarik, dimana masyarakatnya muslim dan mayoritas, Minangkabau tidak bulat-bulat menerima hukum islam sebagai basis sistem kekerabatannya (dimana kental patrilinealnya).

Lha kok, bisa-bisanya urang awak mengadopsi Syariah sebagai sendi dan Kitabullah (dalam adat)?. Sebagian dari masyarakat minangkabau memang masih berpegang teguh pada nilai-nilai kekerabatan yang telah lama dianutnya. Dan beberapa adat memang selalu jadi bulan-bulanan syariah dalam debat dan argumentasinya.

Saya tidak ingin terjebak dalam Bid'ah, Adat, Syariah, maupun Kitabullah sesuai judul tulisan ini. Yang menjadi pusat perhatian saya adalah: kita urang minang, orang ambon, orang batak, jawa, madura, dan ratusan etnis suku lainnya di Indonesia, kita perlu konsensus baru.

Pemahaman (saya) penulis akan adat: Seorang yang beradat adalah suatu tes dari komunitasnya untuk dapat dikatakan sebagai manusia hablumminannas. Dia akan dianggap, diberi label dan diberi status oleh komunitasnya atas kemampuannya melaksanakan adat dan tradisi kekerabatannya.

Lalu orang kemalangan (kena musibah keluarga meninggal) yang harus mengeluarkan uang hingga puluhan juta? Coba kita sedikit membayangkan, jaman nenek moyang kita dulu, ekonomi di kampung-kampung hanya bergetar jika dan hanya jika ada hari raya. Lalu ekonomi akan selooooow lagi, orang dikampung akan menunggu lagi uang berputar. Nah, menurut saya, orang kemalangan, orang dalam kegembiraan  (menikah atau sunatan), orang dalam membayar nazar maka barulah EKONOMI bergetar. Dan menurut saya adat tidak boleh disalahkan bila diperdebatkan oleh prinsip-prinsip yang diajarkan agama. Adat memiliki kearifannya tersendiri, Syariah memiliki kebijaksanaannya dan Kitabullah adalah Firman-Nya. Namun memang urang awak memang memiliki rumusan 'njelimet' sehingga: Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah..... luar biasa

Sayangnya, Adat dikesampingkan, tidak ada lagi ujian dari komunitas terhadap individu-individu yang terdaftar didalamnya (sehingga berkembang menjadi individu adat yang berkelas). Komunitas adat dengan mudahnya memberikan gelar kehormatan adat dan orang bisa berkelit karena tidak mengacu atau malu lagi terhadap akar rumputnya.

Kemudian apakah kita termasuk  manusia beradat-kah? (terus ABG sebelah ngejawab: trus gue harus bilang WOW, Gituh?)

Wa Allahu a'lam bissawab

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun