Banyak orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan. Tapi banyak pula orang tua yang tidak mau memaafkan, jika kesal dengan orang sebayanya. Kenapa tidak mau memaafkan?Â
Alasannya pun beraneka macam. Hanya karena tidak suka dengan perbedaan agama, seseorang bisa saling membenci. Hanya karena tidak suka dengan kebijakan pemimpin, bisa saling membenci.Â
Apalagi jika sudah terprovokasi dengan sentimen SARA, akal sehat seakan sudah tidak ada lagi dan diganti dengan kebencian yang berlebihan. Karena kebencian yang tak terkendali itu, kemudian melahirkan hate speech, persekusi, hingga perilaku intoleran. Hal semacam inilah yang terjadi pada orang tua atau orang dewasa, ketika saling membenci.
Berbeda dengan yang terjadi pada diri anak-anak. Hari ini mereka bisa saling membenci, lalu mengadukan ke orang tuanya atas ketidaksukaannya itu. Misalnya, karena mainan yang dipinjam oleh si A rusak, anak tersebut mengatakan tidak akan lagi bermain dengan si A.Â
Tapi pada kenyataannya, keesokan harinya mereka kembali tertawa dan bermain bersama. Hari ini mereka bisa saling pukul, tapi keesokan harinya mereka bisa berkumpul sambil makan bersama di sebuah taman. Itulah dunia anak. Yang mudah melupakan kebencian dan mudah memaafkan atas sebuah kesalahan.
Apa yang ada dibenak kita jika melihat hal ini? Disatu sisi orang dewasa mengajarkan agar anak membiasakan diri saling meminta maaf dan tidak memelihara kebencian, tapi disisi lain diantara orang dewasa itu ada juga yang justru terus memelihara kebencian.Â
Dan ironisnya, ada politisi yang melakukan itu, ada tokoh publik yang melakukan itu, dan sampai level bawah pun ada yang secara sengaja memelihara kebencian. Dan kebencian ini akan terus menguat, ketika sentiman SARA dimasukkan di dalamnya. Jika hal ini terjadi dan dibiarkan saja, maka akan hancurlah segala hal yang telah dibangun selama bertahun-tahun di negeri ini. Keindahan dan keberagaman yang dikenal hingga penjuru dunia itu, akan hancur secara seketika.
Bagi sebagian orang, memang tidak mudah untuk saling memaafkan. Namun, tidak sedikit pula dari masyarakat yang mengaku mudah untuk meminta maaf. Intinya, tergantung dari niat kita sendiri.Â
Entah kenapa, sebagian orang justru lebih senang dan betah dalam sebuah kebencian. Padahal, memelihara kebencian itu bisa memberikan dampak negative, tidak hanya bagi kita yang memelihara kebencian itu, tapi juga bagi lingkungan tempat kita tinggal.Â
Seseorang yang memelihara kebencian, biasanya emosinya tak terkendali. Dan ketika seseorang tidak bisa mengendalikan emosinya, bisa memicu terjadinya perilaku tidak baik yang tentu bisa merugikan lingkungan tempat kita tinggal.
Karena itulah, hilangkan bibit kebencian dalam diri. Jadilah generasi pemaaf, agar kedamaian itu bisa lahir mulai dari dalam diri setiap manusia. Dan sebagai bahan introspeksi, untuk bisa menjadi pemaaf, sepertinya harus banyak melihat dan belajar dari anak-anak. Karena mereka begitu mudah memaafkan, karena tidak memelihara kebencian dalam diri mereka. Salam.