Mungkin seorang Mark Zuckerberg (penemu Facebook) dan Jack Dorsey (penemu twitter) tidak pernah membayangkan bahwa temuan mereka tentang media sosial masing-masing telah digunakan jauh melampaui yang mereka bayangkan.
Awalnya, mereka pastinya mengharapkan bahwa temuannya itu menjadi alat untuk membantu komunikasi antara orang-orang yang berjauhan. Media sosial yang mereka ciptakan juga diharapkan menjadi media pemersatu dan bukan untuk memecah belah.
Tetapi kenyataannnya sekarang, media sosial atau media maya dipergunakan jauh dari cita-cita atau yang dibayangkan penemunya. Dunia maya banyak dijadikan alat provokasi , memfitnah , mencermarkan nama baik bahkan memecah belah bangsa.
Yang mengejutkan adalah yang menggunakan untuk tujuan tidak baik tadi tak hanya orang-orang tidak berpendidikan tetapi orang-orang yang juga berpendidikan. Yang cukup baik.Punya kemampuan ekonomi dan sosial yang baik juga. Tetapi mereka punya pikiran sempit soal perbedaan dan keberagaman. Dengan menggunakan sentimen agama untuk menghasut orang lain untuk memusuhi pihak lain itu, khususnya di media sosial.
Beredarnya isu-isu SARA yang sangat sensitif mencuat ke media sosial sehingga menimbulkan reaksi yang sebagian besar mengarah ke pembenaran diri, pembelaan diri dipadu dengan provokasi-provokasi. Berita yang berbau SARA ketika dipublikasikan akan merusak toleransi bahkan merongrong ke-bhinnekaan Indonesia apabila tidak dicerna dengan kepala dingin dan netral.
Isu SARA yang sekarang amat mudah ditiupkan ibarat gempa bumi dahsyat yang mampu menggoyang dasar negara Pancasila. Membuat situasi kebangsaan dan pertemanan bahkan persaudaraan kita berubah. Satu sama lain tak segan untuk memutuskan hubungan pertemanan atau persahabatan. Atau bisa juga memulai permusuhan antar saudara. Bahkan saling mengejek , menghina demi kontestasi politik yang harus digelar. Bertarung mati-matian untuk keyakinannya. Lupa bahwa selama ini mereka hidup bersama dengan nyaman meski banyak perbedaan terjadi.
Melihat fenomena tersebut, media sosial menjadi salah satu faktor pendukung beredarnya informasi sehingga isu SARA itu cepat meluas ke berbagai penjuru Indonesia bahkan dunia. Bayangkan, tautan-tautan yang dibagikan/disebarkan di media sosial oleh seseorang tiap detik, dibagikan oleh orang lain padahal belum tentu informasinya benar. Milyaran pengguna media sosial membaca dan menyaksikan setiap informasi yang beredar. Akhirnya sikap saling membenci semakin meluas ke wilayah lain dan menjadi berita yang ditelan mentah-mentah sebelum ada bukti.
Karena itu, sudah selayaknya kita merenungkan kembali soal keberadaan dan fungsi media sosial yang kita punya. Apakah hanya untuk memaki orang lain untuk perbedaan yang memang sudah menjadi takdir untuk berbeda ? Kita rela memutuskan tali silaturahmi dengan sahabat dan saudara hanya karena mereka berbeda dengan kita ? Padahal selama ini kita dan mereka tak ada masalah ? Jadi, berhentilah untuk memakai media sosial sebagai alat untuk meniupkan isu-isu SARA yang tidak membangun.