Mohon tunggu...
Evan Rizaldhi
Evan Rizaldhi Mohon Tunggu... -

Apa adanya...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemesraan Ini

22 Februari 2013   06:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:54 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat sholat maghrib berakhir, seorang anak berumur dua tahunan segera berlari menghampiri ayahnya yang telah selesai menunaikan tugasnya sebagai imam di masjid “mantan” kampus saya. Sang ayah, yang terlihat masih cukup muda tersebut masih sibuk dengan dzikir-dzikir lirihnya, menyiratkan kekhusu’-an dan ketawadhu’-annya dalam berharap kepada Sang Pencipta, dengan iringan doa-doa panjangnya untuk memohon kebaikan dunia dan akhiratnya. Putri kecil ini, yang sejak tadi berlari-lari di sekeliling ayahnya itu, kini mulai meminta sesuatu.

“Abi…ayo pulang. Ayo pulang, bi….” rengek sang anak dengan suara khasnya. Bagi saya yang duduk di shof tak jauh dari tempat imam tersebut, suara anak tadi terdengar begitu jelas. Lucu, sekaligus menggemaskan.

“Iya…sabar ya, nak. Sebentar dulu. Abi mau berdoa dulu. Adhe’ udah berdoa belum?” jawab sang ayah dengan suara lirih. Saya bisa merasakan kelembutan suara sang ayah yang keluar dari relung hatinya.

Sang anak tampaknya kurang begitu menghiraukan jawaban sang ayah. Ia terus merengek-rengek meminta pulang, walaupun dengan suara yang cukup lirih bagi pendengaran para jama’ah. Akhirnya, setelah sang ayah mempecepat dzikir dan doanya, ia segera menggendong sang anak dan keluar masjid. Ia tampak ngobrol-ngobrol tentang sesuatu hal dengan putri kecilnya itu dengan sesekali mencium pipinya penuh kasih sayang.

Subhanalloh….

Saya termenung dalam kesendirian. Mereka-reka harapan masa depan. Merajut cita-cita kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman. Andaikan itu saya, betapa indahnya. Subhanalloh…

Ah, begitu mesranya jalinan kasih sayang antara sang ayah dan putri kecilnya itu. Kasih sayang yang tumbuh dari relung hati, cinta kasih yang tiada menuntut balasan materi, pengorbanan yang diakui sebagai pengabdian kepada Illahi, semuanya sungguh tulus untuk sang belahan jiwa tercinta. Sebagaimana ketulusan induk burung merpati dalam memberi makan bagi anak-anaknya, atau pengorbanan dua induk singa bagi keselamatan anak-anaknya pula, semuanya memberikan pengertian bagi saya tentang arti pentingnya cinta sejati itu. Sungguh agung tanda-tanda kebesaran-Mu ya Alloh.

Sekelebat ingatan saya terbawa juga pada jalinan kemesraan antara dua insan, nun jauh di belahan Bumi nan Ayu sana. Kemesraan yang ternaungi di bawah atap-atap Masjid Istiqlal, antara seorang anak berusia sembilan tahunan dengan seorang kakek berusia tujuh puluh tahunan. Peristiwa ini masih saja saya ingat, padahal telah berlalu setahun yang lalu, dan juga, sebulan yang lalu akhirnya saya dapat melihat kembali jalinan kemesraan itu, persis di depan mata saya.

Ketika saya dan beberapa rekan Fb sedang menginap di Masjid Istiqlal Dukuhturi untuk beberapa malam di akhir-akhir Romadhon tahun lalu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kami bisa mengambil ibroh dari apa yang telah ditampakkan-Nya itu. Wallohua’lam, apakah rekan-rekan yang lainnya bisa menangkap tanda-tanda itu, ataukah ini hanya perasaan diri saya saja sebagai seorang observator.

Ada seorang anak kecil yang senantiasa membersamai seorang kakek yang telah lanjut usia dan maaf, beliau mengalami gangguan dalam penglihatannya, sehingga sang anak tadi selalu menuntun sang kakek ketika hendak pergi sholat berjama’ah. Iya, sholat berjama’ah di Masjid Istiqlal. Di saat orang-orang lain yang sehat perkasa, kuat lagi mampu badannya, luang lagi kosong waktunya, sedang lelap tertidur, sibuk dengan korannya, dengan istrinya, anaknya, pekerjaannya atau segudang alasan imitasi lainnya, seorang anak kecil dan kakek tua lanjut usia masih saja rela untuk mendatangi panggilan-Nya. Agaknya, sang anak tersebut adalah cucu dari sang kakek tadi. Ia dengan sabar dan lembutnya mengarahkan sang kakek ketika akan berjalan, melangkahkan kaki, menyiapkan posisi sandalnya, menunjukkan jalan masuk ke dan keluar ruangan masjid dan sebagainya, baik saat akan berangkat ke masjid maupun ketika pulang darinya. Ia begitu tulus dengan apa yang dilakukannya, sementara sang kakek sangat penurut dan berkasih sayang kepada cucunya itu. Dan ketika kami melaksanakan ifthor jama’i (buka puasa bersama) di serambi masjid, saya melihat sang anak mengambilkan sepotong kue dan diberikan kepada kakeknya itu agar disantap. Saat satu kue sudah habis, ia mengambilkan kue lainnya dan menyerahkannya pula kepada sang kakek agar disantapnya pula. Begitu pun dengan air minumnya. Allohu Akbar!!!

Seketika saya menangis dalam hati, kawan. Saya trenyuh dengan pemandangan itu. Seakan saya ingin menyalami mereka, memeluk mereka dan mengatakan, ”Saya mencintai engkau wahai adik kecil dan engkau kakek, karena Alloh semata.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun