Mohon tunggu...
chantya rania
chantya rania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sebuah Tinjauan Episatemologi: KTT ASEAN, Jalan Keluar atau Tantangan?

4 Juni 2023   23:55 Diperbarui: 4 Juni 2023   23:57 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat ilmu, seperti berbagai cabang keilmuan sosial lainnya, tentu memiliki berbagai pilar yang menjadi percabangan ilmu. Keempat pilar yang dimiliki oleh filsafat yakni, ontologi, epistemologi, aksiologi, dan logika yang tentunya mempunyai spesialisasinya masing-masing. Ontologi yang berbicara menyoal hakikat dan realitas, epistemologi yang mempertanyakan sumber, alasan, juga batasan-batasan tertentu. Sementara itu, aksiologi berfokus pada pemahaman dan nilai-nilai, serta logika yang menitik pusatkan perhatian ke cara berpikir yang benar dan konsisten. Melalui tulisan ini, penulis akan menganalisis Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun 2023 yang diadakan di Indonesia bulan Mei lalu menggunakan nilai-nilai dalam pilar epistemologi.

KTT ASEAN sendiri dapat didefinisikan sebagai forum utama di mana para pemimpin dari negara anggota ASEAN akan mendiskusikan isu dan permasalahan penting, sekaligus sebagai salah satu sarana pengambilan keputusan yang mendukung pembangunan di kawasan Asia Tenggara. Karena rutin diadakan setahun dua kali -- dengan catatan tidak ada situasi atau keadaan tertentu yang menjadi urgensi diadakannya KTT -- maka ada tuan rumah yang berbeda tiap tahunnya. Indonesia terpilih sebagai tuan rumah untuk yang kelima kalinya sejak ASEAN berdiri di tahun 1967. Lokasi yang dipilih ialah Ballroom Komodo. Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Presiden Jokowi yang memimpin KTT kali ini memutuskan untuk mengangkat tema "Epicentrum of Growth" yang cenderung berfokus pada bidang ekonomi.

Sementara itu, ditinjau dari nilai epistemologi, terdapat banyak sumber juga faktor mengapa Presiden Jokowi menjadikan ekonomi sebagai pusat perhatian hingga menemukan tema tersebut sebagai agenda pembahasan KTT ASEAN. Faktor utamanya adalah usai pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia dan menyebabkan resesi ekonomi di berbagai wilayah regional, masih terdapat harapan bahwa negara-negara khususnya anggota ASEAN dapat tetap bertumbuh sebagaimana mestinya. Sebagai salah satu sumber, proyeksi IMF memaparkan bahwa setidaknya pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 masih saja menurun sebesar 2,7% . Meskipun angka ini semakin kecil jika dibandingkan tahun 2022 yang turun hingga 3,2% dan tahun 2021 yang mencapai penurunan di angka 6%. 

Hal ini berarti, bahkan hingga tiga tahun usai pandemi pertama kali menjadi sebuah isu kesehatan global, dampaknya masih saja terasa. Walaupun begitu, masih terdapat harapan jika melihat angka pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat tiap tahunnya. Tren positif ini menjadi semangat yang dibawa Presiden Jokowi dalam mengadakan KTT ASEAN. Selain itu, keketuaan Indonesia di ASEAN saat ini juga bertepatan dengan berbagai konflik yang terjadi dalam dunia global. Di kawasan Asia Pasifik, perang 'power' secara tidak langsung di aspek geopolitik teruslah terjadi, dan satu-dua kali berhasil menimbulkan ketegangan dan situasi menjadi tidak kondusif. Asia Tenggara, oleh karena lokasinya yang cukup strategis, menyebabkan negara-negaranya berada di tengah-tengah situasi kurang menyenangkan tersebut.

Oleh karena itu, keketuaan KTT ASEAN yang  berada di tangan Indonesia kali ini dianggap sebagai momentum yang tepat untuk mempromosikan ASEAN sebagai kawasan yang stabil juga damai sehingga dapat menjadi wilayah percontohan bagi wilayah regional lain atas nilai stabilitasnya. Selalu saja sesuai dengan nilai-nilai di Piagam ASEAN, ASEAN selalu menjunjung tinggi perdamaian, nilai-nilai kemanusiaan, dan demokrasi, dengan cara memperkuat sentralisasinya. Indonesia juga mengusulkan agar ASEAN bersiap atas 'tantangan 20 tahun ke depan' dan selalu membentuk sikap yang adaptif sebagai sebuah organisasi regional.

Akan tetapi, di era globalisasi saat ini, dimana sebuah informasi dapat diraih dengan mudah, melihat meningkatnya angka literasi digital pada dekade ini. Hal ini tidak lain tidak bukan disebabkan oleh munculnya sosial media sebagai sarana pemberi informasi dari mana saja yang dapat diakses kapanpun. Tak terkecuali, ialah isu-isu terkini antara negara-negara ASEAN, hingga kontroversi KTT ASEAN dari mulai pemilihan lokasi hingga hasil yang dianggap basi. Lagi-lagi hanya mengedepankan intervensi, begitulah tanggapan masyarakat. 

Sedangkan melalui tinjauan epistemologi, terdapat beberapa alasan mengapa ASEAN seolah mengubur banyak permasalahan -- bukannya menyelesaikannya --  dengan alasan stabiolitas. Menurut masyarakat, ada banyak alasan mengapa Myanmar tidak ikut dalam KTT tahun ini, dan alasan tersebut semakin kentara jika melihat hasil KTT yang seolah mulai berusaha melupakan masalah Myanmar. Permasalahan HAM Myanmar sendiri bukanlah isu baru, hal tersebut menjadi isu selama bertahun-tahun.

Sehingga bila ditinjau lebih jauh, sudah seharusnya kita beranjak meski tanpa melupakan isu tersebut mengingat banyak urgensi lain yang harus dilakukan. Tetapi, masyarakat tidak setuju dan selalu menekan ASEAN karena tidak dapat berperan sebagai organisasi regional karena gagal dalam menangani masalah Myanmar. Padahal, kembali pada tinjauan epistemologi, ASEAN sendiri bukanlah organisasi yang didesain untuk menyelesaikan masalah, karena dalam piagamnya, mereka sangat menggembar-gemborkan persoalan stabilitas keamanan. 

Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan di masyarakat, yang sesuai sekali dengan dasar filsafat yang kerap kali mempertanyakan. Lantas apa gunanya ASEAN? Apa gunanya mengadakan KTT setiap tahunnya jika setiap isu yang dijadikan pembicaraan selalu saja tidak menemukan hasil? Sebagai sebuah organisasi regional, ASEAN seharusnya dapat menjawab pertanyaan tersebut di kemudian hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun