Semoga di sana, aku bisa belajar banyak. Semakin membumi ... karena tanah Papua adalah bagian dari Indonesia yang harus kita sayangi.
***
Ada tiga desa yang aku kunjungi selama satu minggu yaitu Desa Yansu, Desa Meyu, dan Desa Yenggu. Banyak hal baru yang ku temui di sana, mulai dari cara hidup masyarakat hingga permasalahan-permasalahan di lapangan. Sebelumnya aku hanya mengetahui Papua dari sosial media dan internet saja tanpa mengetahui fakta sebenarnya.
Catatan 19 Maret 2024
Suatu kehormatan bagiku disambut ramah oleh nanang (ibu-ibu) dan ayah (bapa-bapa) dari Desa Yansu. Berkenalan dengan 3 orang mama hebat dengan keunikannya masing-masing. Aku akan memperkenalkannya satu per satu.
Pertama, mama Aksa, seorang pengrajin noken. Beliau memiliki kelompok noken yang setiap hari Jumat berkumpul untuk belajar dan membuat noken bersama dari pagi hingga sore. Noken dapat dikreasikan menjadi tas, dompet, topi, karung, dan lain-lain dengan harga bervariasi. Mulai dari Rp100.000 untuk tas kecil hingga Rp1.000.000 untuk tas besar.
Benang noken terbuat dari batang tumbuhan mahkota dewa dengan buah berwarna kuning/putih. Batangnya dikeringkan kemudian dipisah-pisahkan menjadi benang-benang besar. Keunikan dari noken ini adalah tekniknya.
Benang-benang besar tersebut akan dipisahkan lagi menjadi benang yang lebih kecil untuk kemudian dipilin-pilin dan dikepang-kepang menjadi kreasi noken. Membutuhkan waktu hingga 3 hari dari proses pengeringan hingga tas noken kecil siap digunakan. Semuanya dilakukan dengan cara manual atau dengan tangan.
Sayangnya, para pengrajin noken ini memiliki banyak kendala, salah satunya pasar. Mereka tidak memasarkannya ke kota-kota, tetapi hanya menunggu pengunjung datang ke desa. Sehingga jangkauannya masih sangat terbatas.
Kedua, mama Wely, seorang pengrajin kreatif. Bahan baku apa pun yang dimiliki oleh mama Wely bisa diolah beliau menjadi suatu kreativitas. Mulai dari noken, kulit durian, kulit kayu, tanaman pinang, kerang pantai, kartu joker, hingga bulu kasuari. Sangat luar biasa talenta yang dimiliki beliau!
Namun sayangnya beliau belum mendapatkan dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan usahanya. Beliau membutuhkan modal untuk alat perkakas/pendukung serta akses pasarnya. Seperti mama Aksa sebelumnya, beliau hanya mengandalkan pendatang yang berkunjung untuk membeli cinderamata darinya.
Dan sayang sekali, anak muda di sana belum banyak yang tertarik untuk belajar kerajinan tangan seperti mama Wely, padahal jika dikembangkan akan sangat baik untuk perekonomian desa tersebut. Mama Wely sedang sakit, semoga lekas membaik dan semangat kembali.