Hatiku sesak dan sakit, selama membaca buku Bunga Tabur Terakhir karya G. M. Sudarta.
Kumpulan cerita pendek (cerpen) bernuansa tahun 60-an saat gerakan PKI dan anti-PKI sedang marak-maraknya.
10 cerpen dengan keindahan dan kepahitannya masing-masing berhasil menggambarkan kisah-kisah orang kecil di tengah kekejaman dan kekelaman masa gelap itu.
Secara pribadi, aku belum membaca tentang gerakan PKI di Indonesia versi pemerintah, hanya berupa film usang berjudulkan: Pengkhianatan G30S/PKI yang ditayangkan saat masih Sekolah Dasar.
Namun melalui buku kecil ini, G. M. Sudarta menggambarkan kondisi dan situasi se-riil mungkin.
Berdasarkan wawancara kepada keluarga dan kerabat yang mengalami atau mendengar kejadian masa dulu.
Bayangkan, kamu dan keluargamu sedang bercengkrama lalu tiba-tiba suara ketukan pintu dari orang yang tidak diundang menggema di ruang tamu.
Mereka adalah perwakilan kampung, seperti ketua RT atau RW bersama dengan perwakilan tentara datang membawa 'surat cinta'-nya.
"Assalamualaikum, Pak Karto. Saya kemari membawa amanat negara. Kami kemari mau mengamankan Marno, Pak. Desa ini harus dibersihkan dari anggota partai yang telah berbuat makar."
Pola yang sama berulang-ulang terjadi, padahal mereka yang dituduh hanyalah kumpulan anak muda yang ingin berjuang untuk keluarganya. Tidak tahu benar dan salah di mata negara saat itu.