Mohon tunggu...
eugenia ruth
eugenia ruth Mohon Tunggu... Mahasiswi Magister Akuntansi

Mahasiswi Magister Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengurangan Pajak UMKM: Dukungan atau Beban Baru?

22 September 2025   15:52 Diperbarui: 22 September 2025   15:52 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau sering kita sebut UMKM kini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM (2024) menunjukkan, sektor UMKM menyumbang lebih dari 61% Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap hampir 97% tenaga kerja nasional. Namun, para pelaku UMKM masih menghadapi masalah klasik seperti modal yang terbatas, akses pasar sempit, hingga beban pajak yang sering dianggap memberatkan.


Langkah yang disiapkan oleh pemerintah yaitu memberi pengurangan pajak bagi UMKM. Melalui PP No. 23 Tahun 2018, tarif PPh final diturunkan dari 1% menjadi 0,5% dari omzet bruto. Kebijakan tersebut diharapkan memberi ruang bernapas bagi pelaku UMKM yang bertujuan agar pelaku usaha dapat  mengalokasikan dana untuk meningkatkan kualitas produk, promosi digital, atau membuka lapangan kerja baru.


Bagi pihak yang mendukung kebijakan pengurangan pajak menganggap hal tersebut bentuk keberpihakan negara pada rakyat kecil. Bukti efektivitasnya terlihat saat pandemi COVID-19. Kementerian Keuangan mencatat, pada tahun 2021--2022 sekitar 2,9 juta wajib pajak UMKM memanfaatkan fasilitas PPh final yang ditanggung pemerintah. Insentif ini membantu banyak pelaku usaha bertahan di masa krisis dan dianggap dapat menarik pelaku usaha informal untuk masuk ke sistem pajak resmi, sehingga basis pajak di masa depan semakin luas.


Namun, kebijakan tak lepas dari kritik. Pengurangan pajak dikhawatirkan mengurangi penerimaan negara dalam jangka pendek sementara kebutuhan pembangunan semakin besar. Ada pula potensi penyalahgunaan, misalnya usaha besar yang mengaku sebagai UMKM demi menikmati tarif ringan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) juga mencatat  lebih dari 64 juta UMKM hanya sebagian kecil yang aktif membayar pajak. Dengan arti keringanan fiskal saja belum cukup tanpa diiringi sosialisasi, pendampingan, dan pengawasan.

Pengurangan pajak untuk UMKM merupakan kebijakan yang berinvestasi jangka panjang. Negara memang berkurang penerimaannya saat ini, akan tetapi mendapat manfaat berupa pertumbuhan sektor riil, meningkatnya lapangan kerja, serta bertambahnya wajib pajak baru. Agar kebijakan ini benar-benar berdampak, pemerintah harus memastikan sosialisasi yang jelas dengan pendampingan yang konsisten, serta aturan yang ketat agar tak disalahgunakan. Dengan begitu, UMKM bisa berkembang menjadi motor penggerak kemandirian ekonomi Indonesia

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun