Mohon tunggu...
Eddy Suryodipuro
Eddy Suryodipuro Mohon Tunggu... Penulis - Warga NU

● Integrity is doing the right thing ●

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Nyata | Rindu di Dalam Kalbu (1)

7 Oktober 2017   08:06 Diperbarui: 7 Oktober 2017   08:12 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Yayat bin Ghozali (Foto Koleksi Pribadi)

Cerita ini adalah kisah nyata, sebuah catatan panjang kehidupan seorang yang saya anggap sebagai "orang tua" dan guru hingga Allah SWT memanggilnya untuk kembali pulang sebagai tanda bahwa kebaikan-kebaikan dan tugas-tugas yang beliau lakukan dimasa hidupnya di dunia telah selesai. Saya biasa memanggilnya Mang Yayat, dan teman-temanku memanggilnya Bapak Yayat.

Perkenalan saya dengan beliau dimulai waktu saya masih kecil, sekitar umur 12 tahun. Beliau dekat dengan keluarga saya karena beliau adalah orang yang biasa membantu Ibu saya ketika Ibu menjalankan bisnisnya sebagai pengusaha rumah makan. Yang beliau lakukan untuk membantu Ibu adalah mengangkut belanjaan kebutuhan rumah makan seperti beras, sayur mayur dan lain-lainnya. Dengan becak bututnya, hampir setiap hari kecuali Sabtu dan Minggu beliau melakukan tugasnya. Iya, sebagai tukang becak, profesi yang dianggap sebagian orang adalah profesi rendahan. Tetapi sesungguhnya apa yang beliau kerjakan dengan becaknya adalah sebuah ketulusan dalam menjalankan kehidupan. Bagi saya pada waktu itu, dia tidak lebih dari orang yang membantu Ibu sebagai karyawan di rumah makan.

Beliau selalu tersenyum (Foto Koleksi Pribadi)
Beliau selalu tersenyum (Foto Koleksi Pribadi)
Hingga suatu hari, ketika usia saya beranjak dewasa yaitu sekitar 17 tahun, saya dan beliau terlibat kekacauan yang luar biasa, ceritanya ketika saya pulang larut malam dalam keadaan mabuk berat akibat pengaruh minum-minuman keras, saya melihat beliau ada di rumah, atas saran Ibu beliau diminta untuk menasihati saya agar tidak minum-minuman lagi, beliau minta saya untuk bertaubat. Karena pengaruh alkohol, saran tersebut membuat saya emosi dan naik darah, saya ambil sebilah pisau dan nyaris menusuk lehernya, posisi beliau saat itu tidak bergeming sedikit pun, bahkan ketika pisau mulai dihujamkan ke lehernya, yang terjadi justru tangan saya seperti membentur sebuah bidang yang keras dan membuat pisau itu terpental dari tangan saya. Seketika kesadaran saya mulai kembali normal, saya menangis dan bersujud di kakinya, seperti ada kekuatan besar untuk menarik diri saya ke pintu taubat, dan mengingatkan saya atas dosa-dosa yang telah saya perbuat.

Sejak kejadian tersebut, hubungan saya dengan beliau mulai berubah, beliau menutun saya untuk bisa mempelajari hikmah-hikmah kehidupan, beliau mengajari saya cara untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT, perubahan tersebut membuat saya menjadi sadar, dan mulai saat itu beliau menjadi guru saya untuk membimbing dan mengarahkan saya menjadi pribadi yang lebih baik, beliau menganggap saya sebagai "anak" dan saya pun menganggap beliau sebagai "orang tua".

Bersambung....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun