Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapakah Sesungguhnya Musuh Terbesar Pancasila?

20 Februari 2020   07:43 Diperbarui: 20 Februari 2020   07:43 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh :

Esra K. Sembiring, Alumni Ilmu Politik UGM, Magister Administrasi Publik LAN RI, Magister Pertahanan UNHAN.

Pertengahan februari 2020 ini perdebatan "memalukan" pro kontra polemik pernyataan Ketua BPIP, Prof Yudian Wahyudi seolah membangkitkan kembali aroma nostalgia cerita lama pilpres lalu. 

Warna politik terasa masih kental terlihat diantara alasan pembenaran maupun penyalahan yang diargumenkan masing-masing pembela opininya. Benarkah wajar harus sedemikian emosionalnya reaksi yang ditampilkan dalam menyikapi pernyataan pendapat ketua BPIP yang menyerempet ego sebagian pihak itu.

Pendapat tokoh yang masih bernilai subjektif, namun mungkin juga pada suatu saat nanti bisa dipahami dan dimaklumi sebagai sebuah bentuk keperdulian dan keprihatinan yang wajar dalam menyikapi maraknya penggunaan politik identitas oleh sebagian pihak seperti yang dikhawatirkan masih terjadi saat ini.

Dalam lingkup dunia akademis, perbedaan pendapat dalam pemikiran adalah kelumrahan yang biasa dan wajar, bahkan dianjurkan. Lalu kenapa kini diantara para guru besar sendiri malah menunjukkan contoh yang emosional? Bukankah lebih tepat dan bijaksana bila pernyataannya dianggap keliru, maka Prof Yudian dapat diminta untuk membuktikan pendapat nya tersebut secara akademis dan terbuka?

Menyimak polemik pendapat ketua BPIP yang menyatakan dalam salah satu wawancaranya bahwa belakangan juga ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. 

Mereka antara lain membuat Ijtima Ulama untuk menentukan calon wakil presiden. Ketika manuvernya kemudian tak seperti yang diharapkan, bahkan cenderung dinafikan oleh politisi yang disokongnya mereka pun kecewa. 

Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," papar Prof Yudian yang selain Ketua BPIP juga masih merangkap sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Pernyataan yang menurut penulis masih wajar, normatif dan biasa-biasa saja. Namun memang, bila kalimatnya dipenggal dan dikutip hanya pada kalimat akhir saja, tentu potensial menimbulkan luka emosional lama bagi kelompok yang mungkin tertuding melakukan hal yang disangkakan ini.

Egosentris fanatisme yang ujungnya mudah ditebak, mudah terbaca yaitu dengan maraknya tuntutan untuk ybs mundur bahkan tuntutan untuk diproses secara hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun