Mohon tunggu...
E.Senovico
E.Senovico Mohon Tunggu... Pengarang/Pekerja

Saya seorang warga yang senang menulis dan ingin berbagi buah pikiran. Ikuti saya juga di Instagram @Overthinking_employee dan juga threads untuk berbagi ide serta kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Cuma Takut Ketahuan, Bukan Takut Bersalah?

18 Maret 2025   08:30 Diperbarui: 17 Maret 2025   21:48 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kejujuran di negeri ini ibarat lampu merah di jalanan—dihormati hanya jika ada polisi atau kamera tilang elektronik. Selebihnya, ia sekadar rambu yang bisa diterobos jika keadaan memungkinkan.

Dari jalanan hingga gedung-gedung megah, dari rakyat kecil hingga pejabat berjas mewah, kejujuran bukan lagi perkara nilai moral, melainkan soal kalkulasi risiko: "Kalau aman, kenapa harus jujur?"

Kita hidup di zaman di mana dosa sosial tidak diukur dari benar atau salah, tapi dari apakah seseorang tertangkap basah atau tidak.

François de La Rochefoucauld, seorang filsuf Prancis abad ke-17 yang terkenal dengan aforisme tajamnya, pernah berkata "Nous avons plus de peur de la honte que du péché" (Kita lebih sering takut dipermalukan karena ketahuan berbuat buruk, daripada takut melakukan keburukan itu sendiri).

Bukankah ini tepat menggambarkan mentalitas sebagian besar orang di negeri ini? Pejabat yang terjerat kasus korupsi bukan menangis karena merasa berdosa, tapi karena menyadari hidupnya kini terancam mendekam di balik jeruji. Mereka yang bermain kotor di pemerintahan bukan takut merampas hak rakyat, tetapi takut kamera pengawas merekam gerak-geriknya.

Di luar gedung-gedung birokrasi, di jalanan yang panas, kejujuran juga mengalami kemunduran serupa. Ada yang memberikan amplop kecil untuk mempercepat proses administrasi. Ada yang memilih berdamai di jalanan setelah melanggar lalu lintas. Semua berjalan dengan mekanisme yang sama: takut ketahuan, bukan takut bersalah.

Ketika kejujuran lahir dari paksaan, ia kehilangan maknanya sebagai kesadaran. Sama seperti anak kecil yang hanya mencuci tangan jika diawasi ibunya, atau siswa yang mengerjakan PR karena takut dihukum, bukan karena ingin belajar.

Kejujuran yang seharusnya tumbuh dalam jiwa, malah bergantung pada CCTV, sidak mendadak, dan ancaman pemecatan.

Apa ini artinya kita semua belum benar-benar dewasa dalam moral?

Seorang anak kecil akan berkata jujur jika disuruh, seorang remaja akan jujur jika takut dimarahi, tetapi seorang dewasa seharusnya jujur karena tahu mana yang benar dan mana yang salah.

Namun, dalam realitas bangsa ini, banyak yang telah berumur, tetapi moralnya masih seperti anak-anak yang hanya patuh jika diawasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun