Mohon tunggu...
Said Mustafa Husin
Said Mustafa Husin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, pemerhati kebijakan dan wacana sosial, penulis profil tokoh dan daerah, environmental activists.

Freelance, pemerhati kebijakan dan wacana sosial, penulis profil tokoh dan daerah, environmental activists.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dilema Suku Terasing di Bukit Tiga Puluh dan Penggarap Lahan di Teso Nilo

22 Agustus 2021   20:23 Diperbarui: 9 Desember 2022   06:37 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Talang Mamak di sepanjang aliran sungai Batang Gangsal (foto liputan6)

Saat itu memang tidak sempat berkomunikasi dengan warga Melayu Tua, namun sekilas tampak sekali kalau komunitas Melayu Tua sudah mengenal peradaban modern seperti berpakaian lengkap.

Dari Desa Talang Lakat, tim ekspedisi menggunakan mobil double cabin menempuh jalan tanah dengan tanjakan dan turunan dalam kondisi penuh lobang. Sekitar satu jam baru sampai di gerbang Taman Nasional Bukit Tiga Puluh

Saat memasuki kawasan taman nasional, dua warga Talang Mamak dari komunitas Melayu Tua keluar dari hutan membawa buah-buahan. Pengemudi mobil berhenti menawarkan rokok dan warga Melayu Tua menawarkan buah rimba yang dibawanya 

Talang Mamak dan Bukit Tiga Puluh memang seperti satu kesatuan tubuh yang tak mungkin dipisahkan. Bukit Tiga Puluh butuh Talang Mamak yang sangat menghargai keberadaan hutan dan Talang Mamak butuh Bukit Tiga Puluh untuk sumber kehidupan

Karena itu ketika penetapan Bukit Tiga Puluh sebagai taman nasional tidak ada pihak yang khawatir bahkan banyak pihak yang mendukung.  Talang Mamak dan TNBT diyakini akan saling menjaga dan saling menghidupi

Proses penetapan taman nasional ini bermula pada tahun 1982. Kala itu ekosistem di Bukit Tiga Puluh diusulkan untuk menjadi Suaka Margasatwa Bukit Besar seluas 200.000 ha dan Cagar Alam Seberida seluas 120.000 ha.

Pengusulan sebagai taman nasional dilakukan setelah tim dari Norwegia dan Indonesia mengadakan riset di kawasan ini pada rentang tahun 1991 hingga 1992.

Kawasan ini resmi ditunjuk menjadi taman nasional pada tahun 1995. Kemudian barulah turun SK Penetapan pada tahun 2002 yakni SK Menhut Nomor 6407/Kpts-II/2002 tanggal 21 Juni 2002. 

Sejak itu, kawasan Bukit Tiga Puluh resmi ditetapkan menjadi taman nasional dengan luas ‘temu gelang’ 144.223 ha

Sekalipun tujuan taman nasional adalah pelestarian alam dan restorasi ekosistem, namun keberadaan dua komunitas suku terasing di TNBT yaitu Suku Anak Dalam dan Suku Talang Mamak tentu tak boleh tidak harus merupakan bagian dari taman nasional

Untuk ini, Fifin pun menjelaskan tentang sistem zona dalam pengelolaan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Kata Fifin, ada empat zona TNBT yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain-lain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun