Ketika Rasa Tak Lagi Nyambung
Ada saat-saat dalam hidup... ketika kita terbangun di pagi hari bukan karena semangat, tapi karena tanggung jawab.
Bukan karena cinta pada pekerjaan, tapi karena kontrak, kewajiban, atau rasa tidak enak pada orang lain.
Dan pada saat seperti itu... kita mulai bertanya dalam hati,
"Masih cocokkah aku di sini?"
"Masih sejalan kah aku dengan tempat ini... dengan orang-orang ini... dan dengan nilai-nilai yang dijalankan setiap hari?"
Kenalan saya---seorang karyawan yang sudah cukup lama bekerja di sebuah perusahaan multinasional---akhirnya sampai di titik ini.
Ia bukan orang yang lemah. Ia tidak sedang dalam krisis kejiwaan. Ia tidak sedang ingin mencari perhatian.
Ia hanya... sudah tidak cocok.
Sudah tidak lagi satu irama dengan pimpinan yang memandang dunia dengan cara yang berbeda.
Di Indonesia---terutama dalam budaya Jawa---"tidak cocok" bukanlah hal yang aneh. Kita menyebutnya "ora jodho", "ora nyambung rasa", atau "wis ora sreg". Dan dalam banyak kasus, itu cukup jadi alasan untuk mengambil jarak.
Bukan karena kita lemah. Tapi karena kita sadar: Bahwa hidup itu soal rasa.
Dan ketika rasa tidak nyambung, maka kerja pun kehilangan makna.
Namun, dalam budaya lain, terutama budaya barat yang lebih struktural dan medikal, ketika seseorang ingin berhenti, sering kali ditanyakan: