Mohon tunggu...
Erwin KA
Erwin KA Mohon Tunggu... Penulis buku : Karma - Tak Usah Dendam, Biarkan Alam Melakukan Tugasnya

Portal yang mengumpulkan mozaik-mozaik nusantara yang disampaikan dalam bentuk spiritualitas, filosofi, dan refleksi untuk memunculkan dejavu dengan kehidupan yang dialami para leluhur di masa lampau. Untuk mengembalikan kembali kejayaan para leluhur kita yang luhur dan diluhurkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Etos Lelaki Jawa

11 Juli 2025   17:45 Diperbarui: 11 Juli 2025   17:45 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Etos Lelaki Jawa (google.com)

Kalau kita tarik jauh ke belakang, ke masa Singasari atau Majapahit, kita bisa melihat betapa besarnya peran rakyat---terutama laki-laki---dalam membangun kejayaan kerajaan. Tidak mungkin sebuah kerajaan bisa kuat hanya dengan raja dan pasukannya saja. Ada ribuan, bahkan jutaan rakyat biasa yang menjadi tulang punggung. Mereka bertani, berdagang, berlayar, berperang. Saya pernah membaca bahwa pasukan Majapahit dikenal sebagai prajurit serba bisa: tangguh di darat, andal di laut, dan tidak takut mati.

Artinya, semangat juang, keberanian, dan kerja keras itu bukan hanya mitos. Itu pernah hidup. Itu pernah menjadi karakter utama. Bahkan bisa dibilang: menjadi kebanggaan.

Tapi mengapa sekarang kita lebih sering melihat semangat itu muncul dalam bentuk destruktif? Dalam tawuran pelajar, geng motor, unjuk rasa yang rusuh? Seolah energi besar itu masih ada, tapi kehilangan arah. Tidak ditanamkan nilai, tidak dibimbing dengan tujuan, dan tidak dibentuk melalui teladan.

Inilah tantangan zaman sekarang. Kita hidup dalam era yang memberikan terlalu banyak kemudahan. Pekerjaan bisa dari rumah, belanja tinggal klik, makanan datang ke pintu, hiburan tak ada habisnya. Akibatnya, kita mudah lupa bahwa hidup yang bernilai tetap butuh perjuangan.

Yang hilang bukan hanya etos kerja. Tapi juga rasa bangga menjadi seseorang yang bisa diandalkan. Yang mampu berkontribusi. Yang tak hanya menjadi penonton, tapi juga pemain dalam kehidupan. Mungkin inilah saatnya kita bertanya: apa warisan terbaik yang ingin kita teruskan?

Apakah kita ingin dikenang sebagai generasi yang kehilangan semangat juang? Atau sebagai generasi yang sadar, lalu bangkit dan menyalakan kembali bara semangat yang dulu pernah menyala terang di tanah ini?

Karena sejatinya, lelaki Jawa---dan siapa pun yang hidup di tanah ini---masih punya bara itu. Ia hanya tertutup debu zaman, dan menunggu untuk ditiup kembali agar menyala terang. Bukan untuk nostalgia, tapi untuk masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun