Mohon tunggu...
Erwin Armeidi
Erwin Armeidi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membangun Jiwa Korsa Aparatur Sipil Negara

16 November 2018   23:09 Diperbarui: 16 November 2018   23:54 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penting dari sisi tugas, besar dari sisi jumlah harus diimbangi dengan aparatur yang berkemampuan dan memiliki jiwa korsa

 Di Negara manapun didunia ini Pegawai Negeri Sipil  atau lebih dikenal dengan birokrasi pemerintahan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam mengemban visi dan misi pemerintahan negara, baik buruk-nya, efektif tidak-nya pemerintahan sangat tergantung pada baik buruk-nya dan efektif tidak-nya birokrasi selaku penyelenggara pemerintahan Negara.

Menurut pendapat banyak ahli pemerintahan, birokrasi di indonesia kondisinya jauh lebih buruk daripada negara-negara barat pada umumnya, ini bukan karena faktor genetik sebagai orang “Indonesia” melainkan karena hal-hal yang muncul kemudian seperti sistem yang berlaku, budaya dan nilai-nilai buruk. Hal ini lebih diperparah karena tidak ada konsistensi dan kemauan yang serius untuk mau melakukan perbaikan.

 Berbicara tentang aparatur sipil Negara (PNS) tentunya bagi kalangan orang tertentu sangatlah mengasyikan dan tidak akan pernah ada habisnya, akan tetapi pembicaraan  tersebut sampai saat ini hanya terbatas pada hal-hal bersifat negatif  belaka, seolah kita menempatkan aparatur sipil Negara (PNS) pada posisi yang terpojokkan dengan tidak memiliki nilai tawar yang baik. Pembicaraan tentang aparatur kalau tidak boleh dikatakan pasti, tentu  sebagian besar adalah permasalahan tentang aparatur yang lambat, malas, tidak kreatif, tidak transparan, kolusi, korupsi dan nepotisme sedangkan pembicaraan tentang kesejahteraan aparatur, sumberdaya aparatur pada sisi lain hanya sebatas wacana yang tidak kunjung menjadi kenyataan.

Setiap tahun ketika kita merayakan Hari Raya Idul Fitri misalnya terdapat fenomena yang sangat kontras  antara buruh pada satu sisi dan Pegawai Negeri Sipil  pada sisi yang lain.

Pemerintah akan sangat ketat untuk mewajibkan kepada para pengusaha untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para buruh dengan membatasi waktu paling lambat untuk pemberian THR tersebut, sungguh suatu keberpihakan yang sangat kita nantikan, di sisi lain PNS selaku penyelenggara negara hanya bisa berharap tanpa  merasakan hal yang sama.

Menjadi sebuah pertanyaan apakah karena tugas sebagai pelayan masyarakat yang mereka sandang menjadikan THR tersebut tidak perlu mereka nikmati pula? Tentunya pertanyaan ini tidak mengandung maksud ke-iri dengkian kita terhadap profesi lain yang ada di indonesia, tetapi mencoba untuk menempatkan bahwa keadilan harus dapat dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat.

Ketika akhir masa libur bersama setelah Hari raya Idul Fitri, kita diberikan suguhan disetiap media, baik cetak maupun televisi, tentang masih banyaknya PNS yang terlambat hadir ataupun belum hadir pasca cuti bersama dimaksud. Sebuah ironikehidupan yang sekali lagi  menampilkan wajah buruk birokrasi kita, satu tontonan satir yang “mengasyikan”  sekaligus  “ menyedihkan”.

Kita mengenal berbagai organisasi profesi lain yang bisa guyub bersatu untuk menyuarakan hak-hak mereka, misalnya perkumpulan para kepala desa yang aktif menyuarakan aspirasi mereka. Sebuah contoh kekompakan yang patut ditiru. Tentunya PNS tidak perlu melakukan unjuk rasa untuk meyuarakan hak-hak mereka karena sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus memberikan contoh dan teladan yang baik, walaupun itu bukanlah sesuatu yang diharamkan, tatkala saluran-saluran demokrasi mengalami kebuntuan.

Dalam melaksanakan tugas selaku penyelenggara negara PNS dihadapkan pada kondisi realita berupa semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap layanan yang baik, kesejahteraan PNS yang masih rendah belum lagi dihadapkan pada peraturan perundang-undangan yang tidak sepenuhnya berpihak kepada PNS dan sepertinya semakin melemahkan posisi tawar mereka, tentunya membutuhkan  kekompakan dan kebersamaan untuk menghadapi realita ini.

Kondisi tersebut semakin memberikan gambaran kepada kita bahwa birokrasi pemerintah hanya sekumpulan orang-orang yang bekerja di pemerintahan dengan tidak memiliki posisi tawar ( bergaining ) yang baik, Kita memiliki lebih kurang 4.375.009 juta PNS yang tersebar diseluruh Indonesia dan yang tergabung dalam organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang kita kenal dengan sebutan KORPRI  tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari pusat di Jakarta sampai ke daerah-daerah terpencil dan organisasi ini telah berusia 44 tahun, sungguh sebuah kekuatan yang maha dahyat,kalau kita bandingkan dengan organisasi dari profesi lain yang ada di Indonesia, akan tetapi kekuatan itu sepertinya tidak memiliki arti karena sampai saat ini kita belum  mampu menyuarakan keinginan kita, laksana raksasa yang sedang tertidur pulas. Sebuah pertanyaan besar kita adalah apa yang salah terhadap organisasi ini ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun