Mohon tunggu...
Erwin Armeidi
Erwin Armeidi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengembalikan Peran Guru dalam Membentuk Smart and Good Student (Hiruk Pikuk Ancaman Ideologi Trans Nasional)

14 November 2018   15:32 Diperbarui: 14 November 2018   15:35 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Gambaran diatas menunjukan kepada kita bahwa pengaruh ideologi liberal yang dianut oleh negara-negara barat sudah juga mempengaruhi konsep berfikir  ( mindset ) kita. Sebagaimana kita ketahui, ideologi liberal mengajarkan paham individualistik yang berarti bahwa hak individu bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat termasuk oleh negara sekalipun. 

Atas nama hak individu maka ketika guru menghukum murid  akan dianggap pelanggaran terhadap hak individu yang bersifat absolut tersebut. ini  salah satu gambaran bagaimana pengaruh yang datang dari luar menjadi paham baru yang kita anut dan menggantikan paham asli kita  yang selama ini kita jalankan dan junjung tinggi.

Memperhatikan betapa buramnya wajah generasi muda kita khususnya pelajar, di tambah dengan adanya ideologi trans nasional, maka kita butuh institusi yang mampu menjadi kawah candradimuka untuk membentuk karakter generasi muda yang baik. Insitusi itu adalah keluarga. Tetapi, ketika institusi keluarga ternyata juga sudah tidak bisa menjadi kawah pembentuk karakter generasi muda yang baik, generasi tangguh, generasi yang dapat menjawab tantangan masa depan,   maka institusi sekolah kita harapkan mampu mengambil peran tersebut.

Sekolah sebagai wadah pembentuk karakter generasi muda

Kita mulai dengan pertanyaan,   berapa jam dalam satu hari orang tua berada disamping/bersama-sama anak mereka dirumah , berapa jam dari waktu tersebut orang tua berdiskusi/ngobrol dengan anak mereka , berapa jam dari waktu tersebut orang tua berinteraksi/bertatapan mata dengan anak mereka. 

Mari kita analisa pertanyaan tersebut dan jawab bersama, bisa jadi lebih dari 12 jam bahkan 24 jam dalam sehari orang tua tinggal satu atap (satu rumah) dengan anak,  tetapi selama waktu  tersebut hanya beberapa menit saja orang tua sempat untuk berbicara dan berdiskusi dengan anak mereka, hanya beberapa menit saja berinteraksi/bertatapan mata dengan anak mereka. Bukankah banyak orang tua yang sudah harus pergi mencari nafkah sebelum anaknya bangun dari tidur dan pulang ketika anak sudah lelap tertidur, bukankah banyak keluarga yang hanya disibukkan dengan urusan masing-masing,  sehingga apa yang seharusnya dilakukan sebagaimana pertanyaan diatas merupakan barang yang mahal dan sulit untuk dapat didapat. Hal ini menjadi jawaban mengapa institusi keluarga tidak lagi bisa menjamin  mampu memberikan pendidikan yang baik kepada anak.

Disisi lain jika kita melihat apa yang dilakukan oleh guru, setiap hari  ia  berada di tengah-tengah anak muridnya, guru SD misalnya selama 6 hari seminggu ia berada di depan muridnya, berinteraksi dan bahkan melakukan kontak mata dengan murid-muridnya, sehingga guru paham betul sifat dari murid yang mereka asuh karena guru mengajar tidak hanya mendidik tetapi juga melakukan kedekatan secara emosional.

Konsep pendidikan pada jenjang pendidikan dasar adalah 60 % pendidikan karakter dan 40% pengetahuan, berarti tujuan utama dari pedidikan dasar adalah bagaimana kita membentuk karakter anak. Kesalahpahaman tentang hal ini menjadikan anak terbebani dengan hal-hal yang berat dalam rangka mengisi otak atau kemampuan pikir semata, sehingga menomor duakan pembentukan karakter mereka.  Belajar di sekolah  tidak menjadi hal yang menyenangkan karena beban tersebut. Sementara di negara maju, pendidikan karakter tetap menjadi pilihan utama pada jenjang pendidikan dasar mereka. Berbalik 180 derajat dengan anggapan di Republik ini, hal itu dipandang sebagai sikap melecehkan/merendahkan murid dan sebuah kegiatan yang tidak penting.  Sejatinya dengan  kegiatan membersihkan WC saja paling tidak kita sudah mengajarkan kepada murid tentang kebersihan, tanggung jawab dan kegotong royongan. Pendidikan karakter dapat kita lakukan dengan keteladananndengan melakukan pembiasan kepada murid. Bicara peran guru maka dia tidak hanya melakukan transfer of knowledge ( ilmu pengetahuan ) semata karena peran untuk menjadikan orang cerdas dapat digantikan oleh HP Android misalnya karena pengetahuan dan daya ingat manusia sangat terbatas,  tetapi ada tugas yang lebih utama yaitu mendidik agar anak menjadi baik dengan memilki karakter/moral yang baik, sungguh  tidak dapat digantikan, karena proses tersebut membutuhkan keteladanan, butuh sentuhan, butuh kedekatan emosional, butuh chemistry, butuh kehadiran dan tangan hangat guru untuk  mendidik muridnya.

Tatkala siswa bertanya "Mengapa cabe  itu pedas ",   belum tentu selaku tenaga pendidik kita bisa menjawab, pun begitu saat ditanya "Siapa Walikota termuda di dunia ", itupun belum tentu kita bisa menjawab. Sekali lagi hal ini semata karena kemampuan tenaga pendidik yang juga terbatas.  Lain hal ketika pertanyaan dimaksud kita cari di media internet  melalui HP Android misalnya, maka dengan cepat kita akan mendapat jawabannya. Bagaimanapun,  teknologi super canggih tersebut  tidak akan bisa menggantikan peran guru seutuhnya.

Untuk bisa menjadikan sekolah sebagai kawah candradimuka dalam membentuk karakter anak kita tidak hanya bercerita tentang kondisi sekolah yang harus menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk belajar dan tempat yang nyaman bagi guru untuk mengajar, kita tentu harus bercerita tentang kegiatan belajar mengajar dan guru menjadi kata kuncinya. Sekalipun kurikulum 2013 menjadikan peran guru bukanlah satu-satunya sumber bagi siswa untuk belajar tetapi dalam konsep pendidikan karakter peran tersebut akan sangat menonjol.                  

Mengingat peran yang sedemikian penting dalam pembentukan karakter anak, maka guru harus senantiasa meningkatkan kompetensi diri mereka, jawabannya adalah dengan konsep guru pembelajar, guru harus senantiasa mencari cara dan teknik bagaimana agar pembentukan karakter dapat dilakukan dengan baik. Sekolah harus menghadirkan berbagai kegiatan yang baik agar waktu yang dimiliki oleh siswa di isi dengan hal-hal yang baik, agar tidak ada waktu luang yang percuma dan berpotensi untuk diisi dengan kegiatan yang tidak bermanfaat ataupun kegiatan buruk lainnya. Konsep  SEE NO EVIL, HEAR NO EVIL, DO NO EVIL harus benar-benar terlaksana,  Siswa harus belajar dan guru pun harus guru jadi pembelajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun