Menurut Kepala Desa Betak, Catur Subagiyo saat ditemui penulis di  desanya, pekan lalu, jumlah TKI/PMI  purna  berjumlah  40 % atau 2900 orang  dari  7224  orang penduduk desa Betak . Dari jumlah itu, sebanyak 90 % PMI purna menjadi wirawastawan. Sehingga para PMI purna menjadi kekuatan ekonomi di desa itu. Penduduk pria berjumlah 3720 orang dan wanita 3504 orang. Di desa ini baik pria maupun wanitanya umumnya menjadi pekerja migran dan PMI purna.
Maka jumlah remitansi yang dikirimkan PMI dari luar negeri dan produktivitas PMI purna menjadi wirausahawan menjadikan kekuatan ekonomi  dahsyat bagi pendudk di desa Betak.
 Besarnya arus remitansi para PMI  yang masuk ke desa itu terlihat dari kondisi ekonomi desa . Rumah -- rumah besar, mobil dan sepeda  motor  milik keluarga pekerja migrant menjadi monument  hidup akan besarnya peran remitansi dari PMI.
PERCERAIAN MARAK
Kepala Bidang Penempatan Perluasan Kesempatan Kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigasi, Tulung Agung, Triningsih CH Rahayu, mengungkapkan  PMI di luar negeri itu mengirimkan remitansi  ke Kabupaten Tulung Agung mencapai Rp 2 triliun per tahun !. Jumlah itu, diperolehnya dari data  Bank Indonesia di Kabupaten Tulung Agung.
Pada penulis, Trining mengungkapkan, Â pada 2019 yaitu sebelum pandemic Covid -- 19, jumlah pekerja migran dari Kabupaten Tulung Agung berjumlah 6.000 orang per tahun. Namun selama pandemic Covid -19 sepanjang 2020 , jumlah itu menurun karena negara -- negara tujuan menutup penerimaan pekerja asing.
Namun di balik sukses ekonomi dengan mengirimkan remitansi Rp 2 triliun per tahun , ada kisah sedihnya. Yaitu meningkatkannya jumlah perceraian di antara keluarga PMI. Â Puncaknya, terjadi 7 kasus perceraian per bulan. Angka itu tergolong tinggi di daerah yang dikenal sangat menjaga keharmonisan keluarga.
Data itu diperoleh lewat penelitian yang dilakukan Triningsih  dalam rangka menyusun desertasinya untuk meraih doktor di salah satu perguruan tinggi.
Tingginya perceraian di kalangan keluarga PMI itu disebabkan bergsernya budaya dan gaya hidup  para PMI. Perceraian dikalangan PMI bukan hal tabu lagi dan peningkatan pendapatan merobah gaya hidup mereka.  Sehingga remitansi  sebesar Rp 2 triliun per tahun itu, terasa tidak sebanding dengan dampak remitansi yang didapat.
Maraknya perceraian di kalangan PMI itu juga melanda Desa Betak. Sebagai Kepala Desa, Catur Subagiyo tidak menampik tingginya kasus perceraian dikalangan PMI. Dia pun diikin  pusing dan ikut sedih melihat kenyataan iu. Pada puncaknya, jumlah perceraian mencapai 10 kasus perbulan. Diantara penyababnya adalah  tidak ada kesepahaman lagi  antara kedua belah pihak, perselingkuhan. Menikah lagi di empat dia bekerja di luat negeri, meninggalkan kewajiban ekonomi, dan terus menerus berselisih karena tidak ada keharmonisan dan gangguan pihak ketiga.
Dampak perceraian pada keluarga PMI, menurut Catur Subagiyo, sungguh dirasakan  pada anak -- anak PMI. Kenakalan remaja, narkoba menjadi dampak luar  biasa. Sebabnya, dukungan finasial pada anak -- anak itu tetapi tidak ada kontrol dari keluarganya.