Tahukah mamak, ternyata belum stabilnya hormon kita sesudah melahirkan benar benar bisa menimbulkan banyak masalah. Kalo aku pribadi, ini yang ku rasakan mak.
1. Suami sering lembur karena sempat cuti saat mendampingi lahiran, jadi kerjaannya numpuk, mau gak mau harus overtime. Dan mamak tau gak, saat suamiku belom balik dari kantor, yang ada dipikiranku justru "dia malas pulang karena aku udah gak cantik lagi, aku gendut, aku kucel, bla bla bla.." dan semua judging negative ku lekatkan pada diriku sendiri, sampai sampai aku stres. Padahal aku bisa jamin 1000% suamiku gak sedikitpun mikir kayak gitu, bener bener cuma karena faktor hormon yang gak stabil tadi aja.
2. Anak sering terbangun di saat kita baru akan mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Rasanya dia sedang nyenyak banget tidur, pas kita gerak, gak taunya dianya bangun.
Akhirnya gak jadi beberes. Liat rumah berantakan, cucian kotor numpuk, piring belum dicuci, aku tuh stres sendiri, kayak ngerasa gagal jadi istri dan jadi ibu. Padahal, sehari harinya, suamiku walaupun pulang kerja jam 10 malam, dia tetap sempatin cuci piring sesanggupnya, muter mesin cuci sampe malem malem. Dia bener bener gak nuntut apa apa. Tapi, kondisi emosional yang gak stabil tadi bikin semuanya seolah jadi masalah buatku.
3. Harus makan makanan yang gak disuka. Ini sebenarnya sangat kekanak-kanakan. Kalau dipikir dengan akal sehat sekarang ini, sepertinya terlalu berlebihan kalau menjadikan ini masalah juga, namun kenyataannya, dalam periode penyesuaian awal saat punya anak, terlebih karena harus menyiapkan semuanya sendiri, ini menjadi momok juga buatku. Ya Tuhan, ampuni hamba.
4. Merasa tidak disayang. Terus terang saja, sesudah orangtua dan mertua kembali ke kampung halaman, kemudian suami sudah mulai bekerja kembali, sehari hari aku dan bayiku melewati waktu hanya berdua. Apalagi kondisinya waktu itu kami baru pindahan mak, jadi belum punya tetangga yang cukup akrab.
Di saat saat berdua seperti itu, apalagi menjelang malam di saat suami belum pulang kerja, perasaan seperti "tidak disayang dan tidak dicintai" itu muncul. Parahnya malah sampai berpikir "jangan jangan suami tidak benar benar siap untuk jadi Bapak?" Ya, perasaan bodoh yang hanya timbul di saat kondisi emosional betul betul tidak stabil.
5. Dan masih banyak lagi hal hal receh lainnya yang betul betul mengada ada untuk jadi masalah, namun saat itu terlihat seperti sebuah masalah besar.
Lalu, bagaimana aku melewati itu semua? Nah, di sinilah pentingnya kematangan kita sebagai individu, mak. Karena di saat saat berat seperti itu juga, aku tetap berusaha waras, mak.
Caranya gimana? Selain tetap berdoa tentunya, setiap malam aku selalu ungkapkan isi hatiku pada suami, mak. Semua perasaan yang muncul aku sampaikan, termasuk bertanya "di luar sana gak ada perempuan lain kan?" ngeri gak tuh. Bayangkan aja mak, suami capek capek pulang kera, masih mau bantu bersih bersih rumah kalo seharian aku gak jadi beberes, masih bantu muter mesin cuci sama cuci piring, terus pas masuk kamar langsung aku todong dengan pertanyaan seperti itu. Rasanya kalo diinget sekarang, aku kok ya durhaka banget ya sebagai istri. Huhuhu.
Di saat seperti inilah aku merasa kualitas suamiku sebagai kepala rumahtangga benar benar teruji, Mak. Kenapa? Ya, mamak jawab aja sendiri Mak. Kira kira kalo suami gak kuat iman, tahan gak dengan sikap istri yangcseperti itu. Hehehe.