Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Artis di Parlemen: Bukan Sekadar Belajar Politik

26 Februari 2024   14:00 Diperbarui: 26 Februari 2024   15:55 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak reformasi 1998 lalu, perubahan telah terjadi dalam konstelasi politik  di Indonesia. Indonesia melalui Parlemen kemudian membongkar konstitusi UUD 1945 hingga empat kali. Di dalam konstitusi dimungkinkan hadirnya partai-partai politik (parpol) sebagai manifestasi sistim pemerintahan yang menganut prinsip-prinsip demokrasi. 

Melalui parpol itu segala aspirasi masyarakat bakal diserap tatkala anggota parpol itu terpilih saat pemilihan umum, sekaligus memperjuangkannya lewat produk hukum (UU) yang sesuai kehendak masyarakat. 

Dari pemilu ke pemilu sejak Reformasi hingga 2024 ini, kehadiran politisi yang punya latarbelakang artis (film, musik, model, komedian, dan sejenisnya) bukan hal yang baru lagi. Bisa dilihat salah satunya yang masih konsisten berpolitik misalnya Eko Patrio (Partai PAN) yang tetap mewarnai dinamika politik di  Indonesia. Di partainya ia punya posisi strategis di tingkat wilayah Jakarta, bahkan di tingkat nasional sudah duduk di parlemen pusat. Begitu pula nama artis lainnya. 

Kehadiran artis semacam Eko Patrio ini bisa disebut kader militan sebuah partai. Ketimbang artis yang numpang lewat untuk sejenak ambil peruntungan semata tatkala pemilu. Bila ia beruntung maka bisa duduk di kursi Parlemen, bila tidak, apa kabarnya? Barangkali artis semacam ini tiarap, dan tidak bergerak di partai yang mengusungnya. 

Padahal wadah partai itu akan bisa menjadi peluang bagi dirinya untuk belajar lebih dalam tentang politik dan dinamika yang ada di Indonesia. 

Karena itu bagi artis yang terpilih saat pemilu 2024 lalu, Parlemen bukan tempatnya lagi untuk belajar politik. Tapi sudah bisa menerapkan segala kemampuan retorik maupun kepiawaiannya memperjuangkan aspirasi masyarakat sesuai komisi di mana ditempatkan. Misalnya ia ditempatkan oleh partainya di komisi yang membidangi seni dan budaya nasional, maka hal itu yang menjadi concern untuk disuarakan. 

Soal belajar politik tentu sudah diketahui oleh artis maupun masyarakat luas lewat bangku sekolah atau lewat organisasi masyarakat lainnya. Tapi ketika ada di Parlemen sudah melekat dalam dirinya untuk bertindak menyuarakan secara kritis kepentingan masyarakat luas secara konkrit. Sebab tugas politisi di Parlemen, selain memproduksi undang-undang, juga mengawal penggunaan anggaran dan pengawasan kerja lembaga eksekutif (kementerian maupun badan). 

Jadi bila masih ditemukan artis yang sudah duduk di Parlemen hasil pemilu 2024 tatkala diwawancara media menyangkut suatu isu nasional, lalu menjawab sedang belajar (mempelajari) maka patut dipertanyakan kapasitas intelektualnya sebagai politisi. Namun begitu, kehadiran mereka di Parlemen buah dari masyarakat juga untuk mencoblosnya. Bukan karena apa yang mau diperjuangkan tapi masyarakat memilih karena populer dan terkenal saja. Rasanya demikian. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun